Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kisruh di Balik PHK Massal Industri Tekstil

PHK massal menimpa industri tekstil. Aturan impor terbaru memicu banjir impor tekstil sehingga pelaku industri lokal berguguran. 

14 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah rumah konfeksi di Bandung gulung tikar.

  • Kementerian Perindustrian mencatat PHK massal pada enam produsen tekstil.

  • Aturan impor terbaru membuka peluang masuknya tekstil murah dari Cina.

PINTU gerbang utama pabrik tekstil PT Alenatex di Jalan Mohammad Toha, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tertutup rapat pada Selasa, 9 Juli 2024. Hanya pintu kecil di sebelah gerbang utama yang terbuka. Siang itu, suasana tampak sepi, tak ada hiruk-pikuk pekerja pabrik tekstil yang biasanya memadati kawasan tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua petugas keamanan berjaga di pos dekat pintu kecil. Salah satunya adalah Hendra Suhendar, yang mengatakan pabrik Alenatex tidak beroperasi lagi. “Sudah tiga bulan tutup,” kata Hendra, yang mengaku lupa tanggal pabrik itu berhenti berproduksi. Ia hanya ingat pabrik Alenatex tidak pernah buka kembali sejak libur Lebaran pada April 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pimpinan perusahaan dan manajemen Alenatex pun sudah tidak berkantor di gedung tersebut. Adapun urusan ketenagakerjaan dengan para mantan pegawai ditangani oleh kuasa hukum perusahaan. “Sekarang sudah diserahkan ke pengacara,” Hendra menambahkan. 
 
Alenatex masuk daftar perusahaan sektor industri tekstil dan produk tekstil yang gulung tikar. Menurut data Kementerian Perindustrian, sekitar 700 pegawai Alenatex kehilangan pekerjaan. Kementerian Perindustrian mendata lima perusahaan selain Alenatex yang rungkad sepanjang paruh pertama tahun ini. Perusahaan itu adalah PT Dupantex di Jawa Tengah dengan jumlah pegawai sekitar 700 orang, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel yang juga berlokasi di Jawa Tengah.

Dampak produk impor di Kampung Rajut Binong Jati

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menerima laporan pemutusan hubungan kerja atau PHK sebagian di 31 perusahaan sektor tekstil, produk tekstil, dan garmen yang menimpa lebih dari 50 ribu pekerja. “PHK terus berjalan,” ucap Presiden KSPN Ristandi pada Selasa, 9 Juli 2024. Karena itu, KSPN memvalidasi kembali data jumlah pekerja yang masih aktif. Ristandi memprediksi data PHK yang ia pegang masih di bawah kondisi sebenarnya, mengingat tak semua perusahaan membuka informasi tentang hal ini.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, menuding salah satu penyebab PHK massal yang menimpa industri tekstil dan garmen adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Regulasi tersebut, dia menjelaskan, menyebabkan produk tekstil dari luar negeri makin membanjiri pasar Indonesia. Di sisi lain, aliran tekstil impor ilegal belum surut. “Aturan itu menyebabkan impor naik lagi, yang sebelumnya mulai menyusut," ujarnya di kantornya pada Senin, 8 Juli 2024.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, setelah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 berlaku, angka impor tekstil dan produk tekstil kembali naik dari 136.360 ton pada April 2024 menjadi 194.870 ton pada Mei. Sebaliknya, jumlah tenaga kerja di sektor tekstil berkurang dari 1 juta orang pada Agustus 2023 menjadi 957 ribu orang pada Februari 2024.

Selain memukul industri tekstil yang sudah eksis, kata Reni, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 menyebabkan sejumlah rencana investasi mundur. Sebab, kemudahan impor membuat investor ogah-ogahan membangun pabrik di Indonesia.

Presiden Joko Widodo sebenarnya telah mencoba menengahi kisruh aturan impor tersebut. Dalam rapat kabinet terbatas yang digelar pada Selasa, 25 Juni 2024, Jokowi memerintahkan Kementerian Perdagangan mengkaji ulang regulasi impor secara menyeluruh. Kajian ini menjadi respons atas keluhan pelaku industri tekstil yang terpaksa melakukan PHK massal dan sebagian di antaranya gulung tikar.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan sedang mempertimbangkan upaya memperketat kembali aturan impor, yang sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023. Pengetatan tersebut didasari usulan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk membendung banjir barang impor. “Tapi tadi disepakati memakai instrumen bea masuk untuk tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi, barang elektronik, alas kaki, keramik, dan tas,” tuturnya seusai rapat dengan Presiden pada 25 Juni 2024.

•••

SUDAH tiga bulan sejumlah rumah konfeksi yang membuat gamis, mukena, dan kerudung di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sepi order. Salah satu rumah produksi itu milik Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya Nandi Herdiaman. Nandi bercerita, mesin-mesin jahit di pabrik rumahannya menganggur karena order yang sangat minim. “Dari 20 mesin, hanya tiga yang jalan,” katanya pada Senin, 8 Juli 2024. 

Kondisi rumah konfeksi lain tak berbeda jauh. Usaha pembuatan pakaian jadi yang biasa memasok ke Pasar Tanah Abang dan Pasar Baru di Jakarta Pusat serta Pasar Cipulir di Jakarta Selatan itu kini tengah lesu. Berbeda dengan pada Maret-April 2024, menjelang Lebaran, order datang berlimpah dari pedagang di berbagai pasar, termasuk di lapak online. Saat itu rumah konfeksi bahkan sampai harus menambah tukang jahit. 

Pabrik tekstil Alenatex di Jalan Moh Toha, Kabupaten Bandung, yang sudah stop beroperasi, 9 Juli 2024. Tempo/Prima mulia

Kini sebaliknya. Rumah-rumah produsen pakaian itu harus melelang hasil produksi mereka. Nandi memfasilitasi penjualan melalui grup aplikasi percakapan WhatsApp. Dalam grup yang diberi nama “Barang Lelang Konveksi” dengan lebih dari 900 anggota, dia menawarkan berbagai jenis pakaian. Ada pakaian anak-anak, baju dewasa, dan busana muslim. Bahkan ada rumah konfeksi yang mulai melelang mesin jahit.

Menurut Nandi, sejak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 berlaku, kondisi pasar berubah drastis. Pedagang pasar dan wiraniaga online yang biasanya memesan pakaian mendadak lenyap. Nandi yakin mereka berpaling ke produk impor ilegal yang kian membanjiri pasar Indonesia. Dia mendengar kabar, dari 26 ribu peti kemas yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada Maret 2024, sekitar 10 ribu berisi tekstil dan produk tekstil, termasuk pakaian jadi. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia atau APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengatakan banjir produk tekstil dan pakaian ilegal makin mengkhawatirkan. Ia menjelaskan, persoalannya adalah stok berlebih di negara produsen seperti Cina. Kondisi ini memaksa pabrik-pabrik tekstil di Cina menjual barang-barang dengan harga murah. Menurut Redma, pada 2023, Cina menjual barang di bawah harga pokok produksi. Sekarang produsen di Cina melepas barang di bawah harga bahan baku. 

Redma menerima laporan bahwa anggota APSyFI menemukan kain denim—bahan busana jins—ditawarkan US$ 0,7 per kilogram. Padahal harga bahan bakunya US$ 1 per kilogram. Penawaran tidak masuk akal semacam itu juga ada pada produk tekstil lain. “Sudah kencang sekali kompetisinya,” tuturnya. Apalagi sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Turki, dan India, juga Eropa, melarang masuknya produk tekstil Cina. “Di Amerika Selatan juga Cina terganjal restriksi perdagangan.”

Khusus untuk produk tekstil impor ilegal, Redma mengidentifikasi beberapa modus. Salah satunya melalui mekanisme impor barang campuran atau gabungan—dikenal para importir sebagai skema impor borongan. Modus lain adalah under invoiced alias menurunkan harga barang dan mengalihkan pos tarif atau kode HS. “Banyak cara dipakai, intinya supaya biaya seminimal mungkin,” ujar Redma. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menjelaskan, saat ini Cina sedang mengalami deflasi yang nilainya pada Juli 2024 mencapai 0,3 persen. Deflasi mengakibatkan harga barang dan jasa turun. Di tingkat produsen, angka deflasi bahkan mencapai 4,4 persen. Pelaku industri pun terancam merugi bila menjual barang tanpa margin. Kondisi inilah yang membuat stok barang berlebih.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (tengah) , saat meninjau langsung tumpukan pakaian bekas impor hasil penindakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Bareskrim Polri di Tempat Penimbunan Pebaean (TPP) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, 28 Maret 2023. Tempo/Tony Hartawan

Di sisi lain, ekonomi global lesu karena daya beli masyarakat dunia belum membaik. Walhasil, tingkat ekspor Cina ke sejumlah negara dunia pun merosot. Penurunan angka ekspor produk pakaian jadi Cina mencapai 27,08 persen, jauh di atas rata-rata tingkat penurunan ekspor barang lain yang sebesar 6,41 persen. Karena itu, Cina mengincar negara dengan perlindungan pasar dalam negeri lemah, seperti Indonesia, untuk menjual barang-barang buatannya.

Kenyataannya, pasar Indonesia kebanjiran produk pakaian jadi asal Cina. Menurut Redma, ada beberapa gerai di kawasan Pasar Tanah Abang yang menampung pakaian tanpa label Standar Nasional Indonesia atau SNI. “Masih menggunakan bahasa Cina.” Padahal Kementerian Perdagangan mewajibkan barang yang beredar di pasar Indonesia menggunakan keterangan berbahasa Indonesia. 

Cara lain mengidentifikasi baju impor ilegal, Redma menambahkan, adalah melihat harganya. Dia memberi contoh, kaus oblong berbahan katun poliester yang terkenal dingin dipakai tidak mungkin dijual di bawah Rp 30 ribu. Apalagi produk itu dari luar negeri. Bea masuk safeguard-nya saja sudah Rp 30 ribu. Ini belum menghitung pajak pertambahan nilai atau PPN. “Jadi, kalau ada yang jual kaus Rp 100 ribu dapat enam potong, sudah pasti itu ilegal.”

API membuat tabel perbandingan harga produk pakaian jadi dan produk jadi lain dari Cina ke beberapa negara tujuan ekspor. Terdapat 31 dari 44 pos tarif dengan harga produk ekspor Cina ke Indonesia lebih murah ketimbang harga ke negara lain pada 2023. 

Karena itu pula produsen skala kecil-menengah seperti Nandi Herdiaman mengeluhkan pakaian impor ilegal yang dibanderol sangat murah tersebut. “Ada baju seharga Rp 10 ribu, Rp 15 ribu, Rp 20 ribu. Bahkan ada yang Rp 100 ribu dapat enam potong.” Bagi pengusaha konfeksi lokal, Nandi melanjutkan, harga itu tidak masuk akal karena, “Tidak bisa menutup ongkos produksinya.” 

Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi IKM dan Pekerja Tekstil Nasional melakukan aksi demo menolak semua bentuk praktik impor tekstil ilegal di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 27 Juni 2024. Tempo/Subekti.

Sebenarnya, Nandi menambahkan, apabila berhadapan dengan produk impor yang didatangkan secara resmi, para pemain lokal siap berkompetisi. “Kami bisa bersaing. Harganya tidak terlalu jauh,” ucapnya. Tapi kondisi yang timpang membuat Nandi dan teman-temannya harus berstrategi. Misalnya dengan menekan ongkos maklon atau biaya menjahit hingga Rp 1.000-1.500 per potong kaus. Ada pula yang memasang harga Rp 3.000-3.500 per setel pakaian. “Sangat tidak menyejahterakan. Tapi, daripada menganggur, lebih baik memakai cara begini.”

Karena itu, kata Nandi, industri kecil-menengah lokal seperti rumah konfeksi menjerit ketika berkompetisi dengan barang impor ilegal, yang tidak membayar pajak dan bea masuk. “Sehebat apa pun kami, kalau kena barang impor ilegal, ya kalah,” tuturnya. Dampak gempuran barang Cina merembet ke mana-mana. Nandi bercerita, begitu usaha konfeksi pakaian ambruk, pabrik kain pun berjatuhan. Sebab, pasar yang biasanya membeli kain mendadak jumlahnya berkurang drastis.

Itulah sebabnya pabrik tekstil tumbang satu per satu. Termasuk PT Alenatex di Bandung yang memutuskan berhenti beroperasi. Kini tinggal papan namanya yang terpasang pada dinding samping sebagai penanda perusahaan yang namanya pernah dikenal sebagai pemasok pakaian seragam perusahaan transportasi Primajasa itu. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ahmad Fikri dari Bandung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gugur Dilindas Tekstil Impor"

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus