PT Bengkulu Setya Jaya Indah (PT BSJI) Jumat pekan lalu mengapalkan 80 ton rebung senilai US$ 56 ribu ke Taiwan. Dan ekspor bambu muda dalam bentuk makanan kalengan ini sudah dilakukan untuk kedua kalinya. Ekspor perdana Oktober 1990, hanya 40 ton senilai US$ 28 ribu. Juga ke Taiwan. "Saya benar-benar kewalahan. Rebung ternyata digemari di luar negeri," ujar Wu Jau Jieh, pemilik PT BSJI, kepada Budiarni dari TEMPO. Katanya, saat ini selain Taiwan juga Jepang, RRC, Amerika Serikat, dan Jerman berminat membeli rebung Indonesia. Hanya, menurut Wu, "Kemampuan kami sangat terbatas." PT BSJI yang berlokasi di Bengkulu ini punya pabrik pengalengan rebung berkapasitas 30 ton sehari, dengan kemasan ukuran 3 kg dan 1 kg. Bagi Wu, meraih untung bukanlah prioritas nomor satu. "Saya juga ingin membantu meningkatkan pendapatan petani," katanya. Bagi petani, memasok rebung tidaklah sulit. "Asal mau bersusah payah masuk hutan, rebung mudah didapat," ujar Ilyas, penduduk Desa Despetah, Bengkulu. Rata-rata sehari ia dapat mengumpulkan rebung 70 kg, yang harganya Rp 95 per kg. Malangnya, kualitas rebung tak selalu baik, sementara panennya tak menentu. Akibatnya, "Kami terpaksa melakukan sistem kontrak," ujar Wu. "Bila panen berlimpah, kami mengontrak tenaga kerja untuk satu sampai dua bulan. Bila sedang sepi, terpaksa mereka nganggur," katanya. Untuk menjaga kestabilan suplai, tahun depan PT BSJI akan membuka perkebunan bambu di Rejanglebong. Dari kebun itu, tiap 10 ha diharapkan bisa panen rebung 50 ton tiap hari dengan masa produksi 30 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini