J.A. Sereh, Direktur Utama PT Danareksa sampai akhir pekan lalu
masih berwajah muram. Dia tidak mau banyak bicara tentang
kegiatan pasar modal. Maklum, dua dari tiga perusahaan penanaman
modal asing yang seharusnya memasyarakat (go public) bulan lalu
diundurkan gara-gara keluarnya Kebijaksanaan 15 Nopember (TEMPO,
18 Nopember 1978).
Rencana semula, PT Sinar Surya Metalworks Ltd memasyarakat pada
17 Nopember sedang PT Union Carbide Indonesia 27 Nopember lalu.
Surat undangan sudah disiapkan. Menteri Keuangan Ali Wardhana
direncanakan akan meresmikan upacara 17 Nopember itu. Dengan
wajah berseri-seri Kamis pagi 16 Nopember itu Sereh sudah
bersiap pergi ke tempat upacara. Tiba-tiba tilpon berdering:
"Bapak jadi lemes," kata I. Hutauruk, manajer Danareksa.
"Soalnya, Oey Beng To, Dir-Ut PT Ficorinvest, yang menjamin
(underwriter) Sinar Surya minta pengunduran waktu, untuk
melakukan penilaian ulang." Maka "gong pun ditangguhkan."
Penilaian ulang tidak saja meliputi asset dan hutang dalam
dollar juga prospek penjualan kemudian hari. Yang terang, dalam
rupiah assetnya bertambah, sedang hutang dalam valuta asing
karena devaluasi akan naik pula dalam rupiah. "Namun yang agak
sulit, adalah meramalkan prospek keuntungan yang akan datang,"
kata Srijono, Kepala Biro Pemeriksaan dan Evaluasi Bapepam.
Kenapa?
"Hampir semua bahan baku adalah impor," jawabnya. Dengan
devaluasi rupiah ongkos menjadi naik, komponen ongkos-ongkos
bertambah dan belum bisa dipastikan apakah penjualan bisa pula
naik sebanding dengan kenaikan biaya. Lagi pula persaingan
mungkin akan bertambah tajam sementara daya beli konsumen harus
pula diperhitungkan.
Semuanya itu akan menentukan berapa harga nominal dari
saham-saham yang memasyarakat. Sekitar 3 bulan diperlukan untuk
penilaian ulang itu. "Diharapkan Pebruari '79 keduanya sudah
bisa go public" kata Hutauruk.
Aman
Sebelum 15 Nopember nominal saham Sinar Surya tetap Rp 1000 per
lembar. Sedang nilai lama saham Ucindo yang sebesar Rp 1585
nilai nominal penjualannya ditetapkan Rp 5165 per saham. Diakui
pihak Bapepam bahwa dewasa ini Pasar Modal mengalami sedikit
kemunduran. "Tapi untuk jangka panjang pengaruhnya positif,"
kata Srijono. Sebabnya: kebijaksanaan 15 Nopember merangsang
ekspor.
Hingga "Centex kini mencoba untuk mengekspor tekstil. Begitu
pula Ucindo dan Sinar Surya," katanya pula. Bahkan ada
kecenderungan perusahaan-perusahaan PMA untuk tidak memperbesar
pinjaman luar negeri. Mereka berusaha untuk memperbesar
penyertaan modal dalam negeri dengan menciutkan modal asing.
Cara ini lebih aman. Mereka tak perlu mengembalikan modal karena
dijual pada masyarakat. Akibat lain diharapkan Indonesianisasi
di perusahaan-perusahaan asing akan lebih cepat.
Penyertaan modal dalam negeri dalam perusahaan asing tidak
gampang sebab sarananya perlu dipersiapkan antara lain perobahan
pajak deviden." Pajak deviden atas saham di dalam negeri
dipungut 20% sedang di luar negeri cuma 10%," kata seorang
pejabat Bapepam. Untuk menarik minat investor asing pajak
deviden di atas pembelian 100 saham minimal seharusnya sama.
Akan lebih merangsang lagi jika pajak deviden itu lebih kecil
daripada luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini