PABRIK pupuk Kujang di Dawuan, Cikampek, Jawa Barat,
diresmikan Presiden Soeharto 12 Desember lalu. Tarian banyet
Karawang dan upacara adat setempat ikut memeriahkan pembukaan
pabrik itu. "Ini merupakan pabrik pupuk pertama di Jawa Barat
yang berlokasi di tengah sawah," kata ir Salmon Mustapa,
Direktur Utama PT Pupuk Kujang. Dulu desa Dawuan merupakan
perkampungan penduduk, belukar bambu, tanah kehutanan dan
pekuburan. Kini, di situ berdiri sebuah pabrik besar
berkapasitas 570 ribu ton urea setahun. Biaya pembangunannya US$
256 juta, berupa pinjaman dari pemerintah Iran sebesar US$ 200
juta serta imbangan rupiah pemerintah sebanyak US$ 56 juta.
Sebetulnya 36 hari sebelum kepala negara meresmikannya, pabrik
ini telah mulai dengan produksi perdananya. Pipa-pipa untuk
suplai bahan baku berupa gas alam, air dan udara sudah lama
selesai. Melalui pipa itu gas alam dialirkan dari Jatibarang dan
Cilamaya, 27 km dari Dawuan. Sedang air disalurkan dari Curug.
Kedua bahan baku ini ditambah dengan udara diproses di pabrik
ammonia untuk menghasilkan zat lemas (N2), zat air (H2) dan
gas asam arang (C02). Ketiganya direaksikan untuk menghasilkan
ammonia berkapasitas 1000 ton sehari yang selanjutnya diproses
di pabrik dengan kapasitas 1725 ton urea per hari. Sekitar 600
kg ammonia menghasilkan 1 ton urea.
Kujang memang tidak bekerja sendiri untuk urusan urea ini.
Sebelum Kujang, PT Pusri di Palembang dengan Pusri I sampai IV
telah menghasilkan 1,6 juta ton urea setahun. "Tapi produksi
rata-rata cuma 1,4 juta ton urea per tahun," kata H. Hasan
Kasim, Dir-Ut PT Pusri, yang bakal menangani pemasaran pupuk
Kujang selama 6 bulan. Di samping itu di Gresik terdapat pula
pabrik urea dengan kapasitas 45 ribu ton setahun. Total seluruh
kapasitas produksi pupuk di Indonesia sekarang berjumlah sekitar
2,2 juta ton setahun. Sedang kebutuhan dalam negeri sekarang
diperkirakan 1,2 juta ton urea per tahun. Hingga terdapat
kelebihan produksi yang bisa diekspor.
ASEAN
Tapi berbicara tentang ekspor, H. Hasan Kasim tampak
berhati-hati. "Permintaan pupuk di pasaran dunia sekarang ini
memang melonjak," katanya. Tapi sebagai perusahaan milik
pemerintah, "pemasaran ke luar negeri diatur dan ditetapkan oleh
pemerintah." Harganya memang baik VS$ 150 per ton FOB Apalagi
setelah Kebijaksanaan 15 Nopember, ekspor pupuk urea ini akan
menghasilkan lebih banyak rupiah. Tahun lalu, Pusri mengekspor
sebanyak 400 ribu ton yang menghasilkan devisa US$ 33,8 juta.
Realisasi ekspor tahun ini baru mencapai 150 ribu ton.
Diharapkan ekspor sampai akhir tahun anggaran sekarang tak
kurang dari tahun lalu.
Prioritas ekspor pupuk menurut H. Hasan Kasim ditujukan ke
negara ASEAN. Namun Pusri selama ini juga telah mengekspor ke
Sri Langka, India, Pakistan, Australia, Selandia Baru dan Zambia
(Afrika). Setelah PT Pupuk Kaltim di daerah Bontang yang
berkapasitas 500.000 ton selesai, Indonesia mungkin bisa pula
mengekspor ammonia. Sebab kapasitas produksi pabrik ammonia itu
1,5 kali lebih besar dari yang dimiliki Kujang.
Menteri Ekuin, Wijoyo Nitisastro kepada TEMPO baru-baru ini
mengatakan "ekspor pupuk termasuk yang dibatasi di samping semen
dan minyak kelapa sawit." Alasannya: kita harus mengamankan dulu
kebutuhan dalam negeri. "Itu logis," kata H. Hasan Kasim. Sebab
lahirnya pabrik pupuk adalah karena adanya petani. Dan sumber
hidup pabrik Pusri maupun Kujang adalah dari petani dalam
negeri. Untuk meningkatkan pelayanan, Pusri mempunyai 3 kapal
bulk (curahan), masing-masing berbobot 7500 DWT. Dengan sistim
curah ini bongkar-muat dapat dilakukan dalam tempo 24 jam,
sementara di berbagai pelabuhan seperti Belawan, Surabaya dan
Cilacap terdapat pabrik kantong. Sedang di daerah kabupaten,
Pusri mempunyai gudang sebagai sarana pemasaran.
Selain itu Pusri juga mempunyai armada gerbong kereta api
sebanyak 175 buah yang dioperasikan PJKA. Gerbong yang punya
daya muat sebanyak 30.000 ton ini dipesan dari Korea Selatan.
"Itulah sebabnya urusan pemasaran Kujang sementara ini dipegang
Pusri," kata Hasan Kasim.
Baginya, soal memproduksi pupuk tidaklah begitu sulit.' Dengan
harga penjualan pada petani Rp 70 per kg, Pusri untung. Tapi
yang dianggap sulit dan makan energi serta biaya adalah urusan
pemasaran. "Pabrik ini milik pemerintah. Harga penjualan
ditentukan pemerintah. Produksi pemerintah juga yang beli. Kami
hanya menjalankan missi," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini