Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pertamina minta pendapat Kejaksaan Agung soal biaya RDMP Balikpapan yang bengkak.
Konstruksi di RDMP Balikpapan mencapai 91,6 persen.
Pemerintah berpesan agar proyek tak molor lagi.
LEBIH dari setengah jam Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif berkeliling di kawasan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan di Kalimantan Timur pada Ahad siang, 11 Agustus 2024. Sudah setahun tak mengecek langsung ke kilang Pertamina ini, dia girang melihat konstruksi fasilitas baru sudah berdiri. Pertamina menyatakan progresnya sudah 91,6 persen dari target.
Namun, di balik kemajuan itu, proyek revitalisasi kilang Pertamina ini masih menyimpan masalah. "Ada hal yang harus diselesaikan antara pemilik proyek dan kontraktor," ujarnya.
Enggan menjelaskan secara spesifik, Arifin mengatakan tantangannya berkaitan dengan biaya proyek yang bertambah. Wabah pandemi Covid-19 hingga perang Rusia dan Ukraina menjadi pemicu kenaikan ongkos proyek yang seharusnya rampung pada 2021 ini. Dalam kesepakatan final investasinya, proyek ini bernilai US$ 7,5 miliar.
Pembengkakan biaya ini mulai terdeteksi sejak 2022. Sumber Tempo yang terlibat dalam proyek RDMP Balikpapan menyatakan ada kenaikan ongkos US$ 1,2 miliar per 2022. Menurut dia, konsorsium kontraktor yang, salah satunya, terdiri atas Hyundai Engineering Co Ltd mengklaim tambahan biaya akibat aktivitas konstruksi terhambat pembatasan kegiatan selama masa pandemi berlangsung. Kontraktor juga harus menanggung kenaikan ongkos sewa peralatan dan pengiriman barang dari luar negeri.
Sumber Tempo yang juga mengetahui perkembangan RDMP Balikpapan menyatakan kontraktor mengajukan amendemen kontrak kepada Pertamina pada Oktober 2022 menyusul pembengkakan biaya tersebut. Namun perusahaan pelat merah ini tak sepakat setelah menunjuk dua konsultan untuk mengkaji ulang penghitungan biaya dari kontraktor. "Angkanya dianggap terlalu tinggi," tuturnya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada Hyundai Engineering dengan mengirimkan surat elektronik melalui situs web resminya. Tapi, hingga berita ini ditulis, tidak ada tanggapan dari perusahaan asal Korea Selatan tersebut.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman, mengkonfirmasi adanya pembengkakan biaya pembangunan RDMP Balikpapan meski enggan menyebutkan angkanya. Menurut dia, Pertamina dan kontraktor masih berdiskusi mengenai masalah ini. Pertamina juga berdiskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk mencari jalan keluar. "Kami minta legal opinion juga ke Jamdatun (Jaksa Agung Muda dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung) soal bagaimana penyelesaian terbaik supaya proyek ini sesuai dengan harapan," katanya.
Proyek strategis nasional (PSN) Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur. pertamina.com
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertamina menargetkan proyek revitalisasi kilang ini bisa rampung pada September 2025. Taufik yakin target tersebut bisa tercapai lantaran kontraktor masih menyelesaikan pekerjaan mereka meski masalah pembengkakan biaya belum ditemukan solusinya. "Masih ada 16 ribu orang yang bekerja di sini setiap hari," katanya.
Taufik juga optimistis bisa mengejar target tersebut meski pada 25 Mei 2024 terjadi kecelakaan. Crude Distillation Unit VI di kilang dilalap api sehingga kegiatan operasional harus berhenti hingga 29 Juli lalu. Kini Pertamina tengah menunggu waktu untuk mengoperasikan penuh fasilitas tersebut menjadi 200 ribu barel per hari dari kemampuan sekarang yang hanya 160 ribu barel per hari.
Arifin berpesan agar tak membiarkan masalah antara Pertamina dan kontraktor tersebut berlarut-larut serta mengganggu perjalanan proyek yang sudah dikerjakan sejak 2018 ini. Apalagi target penyelesaian proyek ini sempat molor, dari 2021 ke 2023. Kini pemerintah berharap pada September 2025 kilang betul-betul beroperasi.
Menurut Arifin, revitalisasi kilang ini vital untuk mengurangi impor bahan bakar minyak nasional. Indonesia mengimpor 26,8 juta kiloliter BBM pada tahun lalu. Setelah proyek rampung, kapasitas pengolahan BBM milik Pertamina di Balikpapan ini akan naik dari 260 ribu barel per hari menjadi 300 ribu barel per hari.
Di sisi lain, RDMP Balikpapan bakal menjadi pionir pengolahan bahan bakar minyak dengan standar Euro 5 alias rendah sulfur. Saat ini kilang tersebut baru sanggup menghasilkan bahan bakar standar Euro 2.
Revitalisasi kilang juga bertujuan meningkatkan nilai tambah produk olahan Pertamina. Perusahaan membangun fasilitas Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) yang bisa mengolah sisa produk bahan bakar minyak, salah satunya, menjadi polipropilena, yakni bahan baku plastik. Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional Hermansyah Y. Nasroen menyebutkan produk kimia itu akan diserap oleh PT Polytama Propindo, perusahaan petrokimia yang berdiri di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. "Pabrik ini sedang meningkatkan kapasitas dua kali lipat dan akan selesai pada 2026," ujarnya.
Itu sebabnya ketepatan waktu pembangunan proyek ini sangat penting bagi Indonesia. "Kami minta Pertamina bisa mengambil langkah agar bisa menyelesaikan ini tepat waktu dan tepat kualitas," ucap Arifin. Kalau sampai mundur lagi, kata dia, Pertamina dan pemerintah bisa kehilangan peluang yang seharusnya sudah bisa mereka nikmati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo