Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berdamai Harga Di Bali

Sidang OPEC ke-59 di Bali mencapai kata sepakat untuk menaikkan harga minyak. Bila Arab Saudi tidak mengerem produksi minyaknya akan terjadi suatu nimiglut (penawaran yang berlebihan). (eb)

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SHEIK Ahmad Zaki Yamani tidak banyak bicara kepada wartawan selama sidang OPEC di Kuta, Bali. Berheda dengan sidang-sidang sebelumnya, dalam sidang reguler yang ke-59 ini, senior OPEC yang dikenal sadar publisitas itu lebih suka diam. Ia tidak memberikan konperensi pers, suatu hal yang biasanya merupakan gong dari setiap sidang OPEC. "Yamani tak ingin dituduh sebagai mempengaruhi sidang, terutama di tengah ketegangan Iran-lrak sekarang," kata seorang anggota delegasi Indonesia. Sejak belakangan ini Menteri Minyak Arab Saudi itu nampaknya mulai menyerahkan urusan penentuan harga ekspor minyak OPEC kepada "saudara-saudaranya yang lebih muda," kata seorang anggota delegasi dari Venezuela. Maksudnya: Khalifa Al-Sabah dari Kuwait, Mana Saeed Al-Otaiba dari Uni Emirat Arab dan Abdul Aziz bin Khalifa Al-Thani dari Qatar. Toh Yamani sempat membuka sedikit kartunya ketika beberapa wartawan berhasil mencegatnya Senin malam, di tengah penjagaan yang cukup rapi di Pertamina Cottages. Mengenakan hem lengan pendek warna abu-abu kembang, Yamani bersama istrinya yang cantik itu llampak keluar lebih dulu dari acara kesenian Bali, yang diselenggarakan di Mawar Room, ruang sidaang utama. "Kami sudah menalklan harga," kata Sheik Yamani. Ia belum bersedia mengungkapkan lebih jauh berapa persisnya kenaikan itu. Tapi, katanya, "seperti biasanya akan dibuat longgar." Esoknya, pukul 10 pagi, ke-13 anggota OPEC iru mencapai kata sepakat yang di luar dugaan sebagian pengamat di Barat: Harga patokan minyak OPEC yang didasarkan pada jenis Saudi Arabian Light Crude, dinaikkan dari US$ 30 menjadi US$ 32, dan berlaku surut mulai 1 November 1980. Pada awal September lalu, harga patokan itu dinaikkan dari US$ 28 (semenjak keputusan sidang reguler di Caracas setahun lalu) menjadi US$ 30 per barrel. Sidang yang, sekalipun tegang (lihat box), berjalan sesuai dengan rencana (dua hari) itu juga memutuskan bahwa untuk para anggota di luar Arab Saudi dibolehkan menetapkan harga patokan di atas US$ 32 per barrel, sampai batas US$ 36 per barrel. Di samping itu, bagi negara-negara di Afrika Utara yang menghasilkan minyak mentah kualitas tinggi -- Nigeria, Aljazair dan Libia-berlaku apa yang dikenal sebagai differentials Terjemahannya: pungutan ekstra, dari US$ 36 sampai batas maksimum US$ 41 per barrel. Tadinya, dalam sidang reguler yang ke-58 di Aljir, enam bulan lalu, batas tertinggi differentials itu adalah US$ 37 per barrel. Ternyata dalam soal harga, OPEC bisa kompak, Sheik Zaki Yamani, sesaat sebelum meninggalkan Bali untuk menuju Australia, Selasa sore itu memberi komentar: 'Apa yang kami capai ini saya kira adalah yang paling baik." Pada dasarnya keputusan kenaikan harga di Bali itu sama dengan apa yang dicapai di Aljir: seolah-olah ada dua macam "harga patokan", disertai differetials tadi. Suatu keputusan, dalam katakata Presiden OPEC, Dr. Subroto, "sekaligus merangkul semua pihak." Tapi siapa yang bersedia membeli semahal 41 dollar? "Setiap orang nampaknya amat berhati-hati, sekalipun harga naik," kata Subroto. Berkaus biru, bersepatu Adidas, Menteri Pertambangan dan Energi yang banyak senyum itu, sesaat sebelum pulang ke Jakarta Rabu pagi lalu, menerangkan, ingin mempelajari dulu. "Itu tergantung dari beberapa perkiraan," katanya. Salah satu adalah: berapa kira-kira produksi minyak Irak dan Iran selama 1981. Menurut seorang delegasi Irak, negeri yang sedang perang itu kini menghasilkan antara 1,2 sampai 1,3 juta barrel. Sebelum perang, Irak yang berpenduduk 13 juta itu menghasilkan sekitar 3,5 juta barrel sehari. Dan Iran? Seorang anggota Komisi Ekonomi OPEC (ECB) mengatakan, sulit menduga produksi di negeri yang masih berevolusi itu. "Ya antara 500.000 sampai 600.000 barrel sehari," katanya mengutip perkiraan yang optimistis. Kalau kedua pihak masih belum capek berperang, harga minyak yang tinggi itu mungkin saJa ada yang membelinya--di luar pasaran spot yang mulai menurun. Lebih dari itu, beberapa negara, mulai dari Afrika sampai Indonesia, nampaknya ingin melihat lebih dulu berapa harga yang akan diputuskan oleh negaranegara minyak Arab. James Tanner dari koran The Wall Street Journal memperkirakan kenaikan rata-rata akan jatuh di seputar US$ 3 per barrel. Kalau itu benar, maka negara-negara Arab, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab dan Qatar mungkin akan memasang harga rata-rata baru setinggi US$ 35 per barrel. Namun semua itu terpulang kepada Arab Saudi jua. Penghasil minyak OPEC terbesar itu tadinya naembatasi produksi dengan 8,5 juta barrel sehari. Lalu akibat revolusi di Iran, produksi terpaksa dikatrol menjadi 9,5 juta barrel sehari. Sekarang, dengan pecahnya perang Iran-Irak, untuk mengisi kekurangan konsumen di Barat, Arab Saudi menambah lagi produksi sehari mereka dengan 1 juta barrel. Beberapa pengamat berpendapat, sulit untuk menjual USS 41 per barrel. Selain negara-negara Barat sudah memenuhi persediaan mereka, antara lain dari pasaran spot (tunai), sekarang masih mereka-reka apakah Arab Saudi mau menurunkan produksi mereka menjadi 9,5 juta barrel sehari. "Itu masih dirahasiakan oleh Yamani" kata seorang peserta OPEC di Bali. Menteri Zaki Yamani, pasti akan memegang janggutnya yang mulai memutih, bila ditanya soal produksi. Sidang di Bali tidak bicara soal produksi. Soal itu sejak dulu diserahkan kepada masingmasing negara. Maka kalau Yamani tidak mcngerenl produksi minyak negerinva, beberapa pengamat di Bali, melihat sulitnya bisa menjual setinggi US$ 41 per barrel. Presiden OPEC Dr. Subroto sendiri menilai akan terjadi kenaikan harga tertinggi 7%. Sedang perhitungan kenaikan harga yang 10% seperti diputuskan di Kuta, Bali, didasarkan pada perhitungan harga tertinggi US$ 41 per barrel. Menteri Minyak Venezuela Dr. Humberto Calderon Berti yang dekat dengan wartawan selama sidang, beranggapan para produsen di Afrika Utara tak akan memasang harga setinggi itu. "Secara pribadi saya menaksir mereka tidak akan melewati harga US$ 40 per barrel," katanya. Reaksi di dunia Barat macam-macarn. Juru bicara Deplu AS, John Trattner, berpendapat itu "tidak adil dan mengecewakan". Seorang bankir di Frankfurt, yang mengkaitkan kenaikan harga minyak di Bali dengan posisi mata uang dollar yang mulai lumayan, khawatir pengeluaran para pengusaha di negerinya semakin besar saja. Lalu seorang bankir AS di Paris, berpendapat akan ada akibat jelek, selama perang Iran-lrak belum selesai. "Naiknya harga minyak akan diikuti dengan spekulasi main borong oleh para pengusaha, yang dengan sendirinya makn mendorong inflasi," kata bankir itu. Tapi lembaga terkenal seperti Badan Energi Internasional (IEA) yang bermarkas di Paris berpendapat "kenaikan harga minyak di Bali masih dalam batas batas yang wajar." Sementara itu IEA juga memperkirakan akan sulit untuk mencari pembeli yang serius. "Persediaan minyak masih besar di dunia, dan para pembeli sudah mengurangi jatahnya di pasaran," kata sumber IEA. Itu pula sebabnya Presiden OPEC yang baru menilai tak ada alasan buat negeri-negeri Barat untuk menjadi panik. "Betul perlu ada persediaan yang normal, dalam batas-batas yang tetap komersial. Tapi kalau sudah terlalu besar, saya tidak melihat manfaatnya," kata Subroto. "Persediaan yang besar-besaran itu akan menaikkan biaya penyimpanan . " Dia lalu meramalkan harga baru minyak yang terjadi di Bali itu akan berlaku untuk suatu waktu yang cukup lama. Kalau pun dalam sidang reguler OPEC bulan Juni 1981 akan terjadi kenaikan secara resmi lagi, Prof. Subroto memperkirakan tambahan itu akan kecil saja. Presiden OPEC itu, seperti halnya Sheik Yamani sewaktu sidang di Caracas akhir tahun 1979, mungkin mulai melihat datangnya suatu mini-glut -- penawaran yang berlebih di pasaran. Lebih-lebih bila Arab Saudi tak bersedia mengerem kran produksi minyak mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus