DUNIA usaha boleh saja dilanda kelesuan, entah karena resesi atau gara-gara devaluasi baru-baru ini. Tapi, bagi pengusaha yang bergerak di bidang perdagangan uang, berlaku lain. Bisnisnya tetap berjalan lancar, omset pun meningkat dari tahun ke tahun. Ambil saja contoh Money Changer Sinar Iriawan. Perusahaan yang berdomisili di bilangan Menteng. ini sudah cukup tua usianya. Berdiri pada 1968 hanya dengan 14 pegawai. Transaksi yang terjadi setiap hari terhitung kecil. Namun, kini menampung sekitar 40 pegawai, dengan omset per hari rata-rata US$ 200-300 ribu. Bahkan, sayapnya terus berkembang dengan membuka cabang di daerah Kebayoran. Modal sukses itu, menurut Rudy Iriawan, pemilik sekaligus Direktur Utama Sinar Iriawan, adalah perbaikan manajemen yang terus-menerus dilakukan setiap tahun. Dan ia tidak segan-segan menggunakan tenaga akuntan untuk mengakun perusahaannya. Rudy, 49, mulai merintis perdagangan uang sejak tahun 1955 bersama ibunya. Ketika itu, pemerintah belum melegalisasikan kehadiran bisnis ini, sehingga mengganjal ruang gerak perusahaan. Barulah, setelah Orde Baru, kebutuhan akan valuta asing dirasa perlu dilembagakan oleh pemerintah. Sejak saat itu bermunculan tempat-tempat penukaran uang di beberapa tempat, seperti Gunung Agung di Kwitang, dan duty free Tampaksiring di Hotel Indonesia. "Ketika itu belum banyak saingan, sehingga keuntungan yang diperoleh cukup tinggi," kata Rudy Iriawan. Apalagi, di masa itu Indonesia memasuki era bebas devisa dibarengi derasnya arus penanaman modal asing. "Kebutuhan jual beli uang asing pesat sekali," katanya lebih lanjut. Belakangan banyak yang mencoba-coba terjun ke bisnis uang itu. Dari sekitar 37 perusahaan pada tahun 80-an, sekarang menggelembung menjadi 87 buah. "Praktis persaingan makin tajam," kata Rudi lagi. Keuntungan yang diraih melorot, walaupun omset tetap naik sekitar 2 1/2 persen per tahun. Kini Sinar Iriawan mempunyai omset sekitar US$ 110 juta dari memperdagangkan 21 mata uang asing. Modal pendidikan dan pengalaman ikut menentukan sukses tidaknya perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan uang. Setidaknya-tidaknya, hal itu dibuktikan oleh Ananta Kawita, General Manager Arjuna Bhineka Artha. Perusahaan ini didirikan sejak dua tahun lalu, tapi sudah termasuk yang diperhitungkan. "Pertumbuhan perusahaan meningkat 20% tiap tahun," katanya. Sampai akhir tahun lalu tercatat beromset US$ 120 juta dengan jumlah transaksi sehari-hari sekitar US$ 150 ribu. Kawita, 45, memulai usaha itu sejak pensiun dari BDN pada 1984. Pengalamannya selama 25 tahun bertugas di bank dan banyak berhubungan dengan mata uang asing, agaknya, menjadi modal utama baginya untuk mengembangkan Arjuna Bhineka Artha sejajar dengan sejumlah penukaran uang yang sudah hadir lebih dulu. Bisnis uang, menurut Kawita, punya risiko tinggi yang membutuhkan penanganan secara profesional. "Yang ikut-ikutan pasti gulung tikar," katanya. Apalagi sekarang, sejak kebijaksanaan pemerintah tanggal 12 September lalu, yaitu kurs mata uang asing dikaitkan dengan SDR, praktis para pengusaha dituntut untuk lebih tanggap terhadap situasi internasional. "Dulu nilai tukar dolar ke rupiah hanya selang satu sampai dua point, tapi sekarang menjadi 5 hingga 10," tutur Kawita lagi. Dan itu berarti, siapa yang tidak terus-menerus memantau data, siap-siap saja merugi. "Paling tidak usaha ini menjadi alat seleksi bagi money changer. Yang benar-benar serius yang akan maju," katanya lagi. Sejak pariwisata digalakkan, dampaknya bagi pengusaha perdagangan uang terasa sekali. Karena itu, bagi Nyonya Trisilowati, 59, Manajer Tri Srikandi, tetap optimistis bisnis yang dikelolanya punya prospek cerah. Perusahaan yang berdiri pada 1977 itu, dengan transaksi sekitar US$ 50 ribu per hari, hingga kini tetap berjalan lancar. Ia sendiri merintis sejak tahun 1965 dengan usaha mula-mula hanya US$ 100. Setelah berkembang, ia mampu menggaji 10 orang pegawainya. Ketika pemerintah mengumumkan devaluasi beberapa pekan lalu, tak satu pun yang mengira sebelumnya. "Sama sekali tidak ada tanda-tanda. Transaksi berjalan seperti biasa," kata Rudy Iriawan dari Sinar Iriawan. "Ini di luar dugaan," ujarnya lagi. Bahkan Ayumas Agung sehari sebelumnya sempat menerima USS 10 ribu dari seorang pelanggan. "Tentu ini menguntungkan perusahaan kami," kata Setyadi, Manajer Ayumas Agung. Yusroni H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini