KALI ini BNI 1946 boleh bernapas lega setelah 600 karyawannya, yang April lalu terkena reorganisasi, kini sudah bisa duduk kembali di belakang meja kerjanya masing-masng. Tidak di Gedung BNI 46 yang megah, tentunya. Tapi di beberapa kantor cabang dan perusahaan yang sengaja didirikan untuk menampung mereka. Seperti yang terjadi awal September lalu, 33 karyawan terakhir korban reorganisasi itu telah memulai kerja barunya sebagai pegawai PT Swadarma Indotama, sebuah perusahaan patungan antara BNI dan Grup Suzuki. Ini berarti sesuai dengan janji yang diucapkan Direktur Utama BNI Somala Wiria. Ketika itu Somala mengatakan, karyawan yang terkena reorganisasi secara berangsur-angsur akan ditempatkan di pusat-pusat pelayanan pembayaran rekening listrik dan telepon, di kantor-kantor dan kas cabang yang baru, dan beberapa perusahaan penyedia pembiayaan barang konsumen secara kredit yang akan didirikan. Nah, PT Swadarma Indotama (PT SI) inilah salah satunya yang dijanjikan Somala ketika itu. Memang, pada akhirnya BNI tidak saja memperoleh keuntungan karena bisa menempatkan kembali para karyawannya, tapi Juga dana pensiun yang selama ini menganggur bisa dipasarkan. Di PT SI, misalnya, BNI memiliki 50% saham dari Rp 10 milyar yang ditanamkan. Bukan hanya dengan Suzuki. Lima bulan sebelumnya BNI berpatungan dengan Grup Astra membuat perusahaan sejenis dengan nama PT Swadharma Bakti Sedaya (PT SBS). Di perusahaan ini, BNI juga menanamkan Rp 5 milyar dari seluruh investasi yang bernilai Rp 10 milyar. Perusahaan yang bergerak sebagai penyedia pembiayaan kredit mobil ini memang sudah lama diincar BNI, "Karena prospeknya cukup cerah," kata Somala. Pendapat yang sama juga dikemukakan Direktur Utama Grup Suzuki Soebronto Laras. Menurut Soebronto, dari 27 ribu unit mobil Suzuli yang dijualnya tahun lalu, 60% terjual dengan kredit. Belum lagi sepeda motor: 90% dikreditkan. "Memang sudah beberapa tahun terakhir ini para distributor sulit untuk menjual kontan," ujar Soebronto. Nah, dengan adanya PT SI, Suzuki memang mengharapkan penjualannya bisa meningkat. Sebab, 73 dealer yang menyalurkan produknya, kini bisa dengan mudah memperoleh fasilitas kredit. "Jadi, dealer tidak perlu repot-repot lagi mengurus jaminan kredit pada bank-bank swasta," kata Soebronto. Menurut Soebronto, agen tunggal yang biasanya hanya mampu memberikan kredit pada dealer dalam jangka satu bulan, kini bisa sampai 12 bulan lebih. Tidak hanya itu. Selain pelayanan yang lebih cepat, PT SI juga menjanjikan suku bunga yang bersaing. Berlomba dagang dengan sistem kredit, saat ini memang sedang menggebu. Sikap opimistis juga muncul dari pengusaha patungan Astra-BNI, PT SBS. Seperti dikemukakan wakil direktur utamanya, Michael D. Ruslim, "Potensi pasaran kredit masih sangat besar." Bahkan Ruslim menduga, penjualan kredit menduduki posisi 80% dari pasar total. Apalagi mobil-mobil keluaran Astra yang diageninya menguasai 46% pasar yang ada. Sehingga, kendati harga mobil naik karena devaluasi, Ruslim yakin untuk tahun ini SBS bisa mencapai omset Rp 15 milyar. Agak lain dengan PT SI, memang. Dengan 90 karyawannya (70 di antaranya eks karyawan BNI), SBS tidak hanya menjangkau para dealer Astra, tapi juga menjual langsung pada konsumen. Dari seluruh omset penjualan Astra, diperkirakan Michael, tahun depan SBS akan bisa menyerap 15% dengan nilai Rp 80 milyar. Selain kepercayaan konsumen pada sebuah merk, tinggi-rendahnya suku bunga juga tampaknya dijadikan ukuran berhasil tidaknya perusahaan penyedia pembiayaan kredit mobil ini. SBS, misalnya, yang dua lalu merasakan adanya penurunan penjualan. Karena orang lebih suka membeli dolar, dengan segera menurunkan suku bunga kreditnya dari 14% sampai 18%, menjadi 10%-14%. Dan hasilnya, penjualan kembali menanjak. "SBS memang sengaja didirikan untuk memperkuat penjualan Astra," ujar Michael. Dealer sendiri, tampaknya, tidak begitu peduli dengan bunga yang ditetapkan kedua perusabaan patungan itu. Sebab, ternyata, bunga sebesar itu sama dengan yang mereka peroleh selama ini dari bank-bank swasta. Hanya saja, pelayanan yang mereka peroleh agaknya masih belum memuaskan. Seperti yang dikemukakan Ali Sjamsudin, Manajer PT Mega Utama Motor, yang mengageni Suzuki. Menurut Ali, untuk mencairkan kredit dari bank yang dipakainya sekarang diperlukan waktu satu minggu. "Kalau benar PT SI bisa mencairkan kredit dalam satu hari, itu cukup menarik," ujarnya. Tapi ternyata tidak semua bank swasta loyo dalam pelayanan. Overseas Express Bank, misalnya, sanggup melayani penyalur mobil yang menjadi nasabahnya hanya dalam 24 jam. Sehingga Tawang Alun, Direktur PT Prima Motor, tetap lebih suka menggunakan jasa bank swasta. "Melalui bank pemerinah itu liku-likunya banyak, dan jatuhnya tidak lebih murah," ujarnya. Lantas apa yang diperoleh konsumen? Tidak ada, selain lebih cepatnya proses, dan lebih banyaknya tempat yang bisa dipilih untuk berutang. Sebab, baik uang muka yang ditetapkan maupun bunganya tetap tidak berubah. Budi Kusumah, Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini