Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

BI akan Borong SBN untuk Stabilkan Rupiah pada 2025, Berisiko Bebani Pemerintahan Selanjutnya

Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan berencana melakukan pertukaran SBN untuk menstabilkan rupiah pada 2025. Ekonom menilai ada beberapa risiko yang harus diperhatikan.

29 Desember 2024 | 17.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komplek Bank Indonesia, Jakarta, 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan memborong lebih dari Rp 100 triliun surat berharga negara (SBN) yang bakal diterbitkan Kementerian Keuangan dari pasar sekunder pada 2025. Langkah ini merupakan salah satu cara bank sentral dan pemerintahan menstabilkan rupiah setelah mata uang Indonesia anjlok menembus Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat bulan ini.

Sejumah ekonom menilai strategi ini berisiko jika tidak dilakukan dengan benar. Misalnya jika tidakmemerhatikan risiko beban bunga yang meningkat dan memastikan strategi fiskal jangka panjang. Bahkan, strategi ini dinilai berisiko membebani pemerintahan selanjutnya.
 
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan sudah membahas rencana pembelian SBN dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pertemuan dengan menteri tersebut membahas rencana penerbitan SBN 2025 dan rencana operasi moneter BI tahun depan. “Secara bilateral sudah ketemu, secara prinsip kami juga sudah sepakat. Sepakat mengenai rencana penerbitan SBN dan rencana pembelian SBN dari pasar sekunder sebagai bagian dari rencana operasi moneter,” ujar Perry saat pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur BI, Rabu, 18 Desember 2024.
 
Pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI akan dilakukan dari pelaku pasar dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan pemerintah. Strategi pengelolaan utang ini dilakukan dengan menggantikan utang jangka pendek dengan utang baru, biasanya dengan tenor yang lebih panjang.
 
Utang jatuh tempo yang akan dibayarkan pemerintah melalui mekanisme debt switch ini sebesar Rp 100 triliun. Besaran itu merupakan hasil dari skema berbagi utang atau burden sharing dengan BI yang dilakukan untuk membiayai penanganan pandemi Covid-19 lalu. Mekanisme pertukaran SBN secara bilateral antara Kemenkeu dan BI telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada 2021 dan 2022.
 
Perry mengatakan jumlah pembelian SBN oleh BI nantinya berpotensi lebih tinggi daripada utang jatuh tempo pemerintah dari burden sharing. “Bahkan jumlahnya lebih tinggi dari jumlah yang jatuh tempo burden sharing,” kata dia. Adapun, nilai SBN yang bisa dibeli bank sentral dari pasar sekunder adalah sebesar Rp 150 triliun. 
 
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai debt switching merupakan opsi terbaik untuk menghadapi tekanan fiskal jangka pendek. Namun, pemerintah perlu memerhatikan risiko beban bunga yang meningkat dan memastikan strategi jangka panjang untuk mengurangi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).
 
Beberapa nilai plus dari skema ini adalah pemerintah mengurangi tekanan untuk menyediakan dana besar dalam waktu singkat, sehingga ruang fiskal jangka pendek lebih longgar. Kemudian, dengan debt switching, pemerintah dapat menghindari risiko gagal bayar. “Debt switching memberikan sinyal positif kepada investor bahwa pemerintah memiliki strategi pengelolaan utang yang terencana,” kata Josua kepada Tempo, Jumat, 27 Desember 2024.
 
Dalam situasi ekonomi Indonesia yang masih dalam fase pemulihan, kata Josua, debt switching juga memungkinkan pemerintah mengutamakan belanja untuk program produktif atau kebutuhan mendesak lainnya tanpa terganggu oleh kewajiban pembayaran utang jangka pendek.
 
Meski demikian, skema ini memiliki risiko tersendiri. Josua berkata bahwa dengan memperpanjang tenor utang, total beban bunga yang harus dibayar pemerintah di masa depan akan meningkat, terlebih jika suku bunga di pasar meningkat. “Hal ini dapat membebani pemerintahan yang akan datang,” ujarnya.
 
Debt switching juga bergantung pada kondisi pasar obligasi, termasuk tingkat bunga dan minat investor terhadap SBN pemerintah. Jika kondisi pasar memburuk, pemerintah mungkin harus menawarkan bunga yang lebih tinggi untuk menarik pembeli. 
 
Josua menambahkan, debt switching tidak menyelesaikan masalah utang, melainkan hanya menunda jatuh tempo. “Hal ini bisa menciptakan persepsi negatif jika tidak diimbangi dengan strategi fiskal jangka panjang yang jelas,” kata dia.
 
Lukman Leong, analis Doo Financial Futures, berpendapat tidak ada senjata yang pasti ampuh untuk menjaga nilai tukar suatu mata uang. Pengecualian berlaku jika suatu negara memiliki cadangan devisa yang besar, seperti Cina dan Singapura.
 
Di tengah anjloknya rupiah, mata uang negara-negara Asia Pasifik juga melemah. Yuan kini berada di level terlemah dalam 13 bulan terakhir, dan Cina dikabarkan bakal membiarkan devaluasi sebagai strategi menghadapi ancaman tarif AS. Won Korea dan rupee India juga mencapai level rekor terendah masing-masing tahun ini. “Pelemahan rupiah dapat dimaklumi dan diperlukan, namun jangan terlalu besar dan cepat. Mungkin hanya perlu mengikuti pelemahan mata uang regional,” kata Lukman kepada Tempo.
 
Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nabiila Azzahra

Nabiila Azzahra

Reporter Tempo sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus