MASIH ingat skandal ekspor minyak atsiri yang dicampur dengan
air beberapa tahun lalu? Skandal serupa dalam tingkat yang lebih
tinggi terjadi di Medan meliputi jumlah milyaran rupiah.
Bustamin dan Simin Wijaya, dua bersaudara eksportir kopi
terkenal di Medan, telah berhasil menipu sejumlah bankir dan
pengusaha lewat suatu jaringan pemalsuan dokumen-dokumen ekspor
yang diatur secara rapih.
Bustamin, 37 tahun, juga dikenal sebagai Pui Pong, adalah
Direktur Muda PT Orici (Orient Commercial & Industry) di Medan,
eksportir kopi dan karet yang terkenal sejak belasan tahun.
Sedang Simin yang masih 25 tahun, adalah kasir kepala. Didahului
masing-masing istri, kakak beradik Wijaya itu sejak 9 Agustus
malam lalu berhasil mabur ke luar negeri, dan kini menjadi
buronan pihak intel.
Melalui dokumen-dokumen ekspor yang palsu itu, mereka berhasil
mencairkan L/C di beberapa bank, tanpa melakukan ekspor apa pun.
Peristiwa ekspor fiktif itu yang sejak dua pekan lalu menjadi
urusan Kopkamtib -- menurut sebuah sumber di Kejaksaan Tinggi
Sum-Ut, terjadi antara 5 Mei sampai 8 Agustus lalu.
Pihak-pihak resmi yang terlibat pun cukup banyak. Dalam suatu
penjelasan pers 30 Agustus, Kopkamtib/Opstibpus yang diketuai
Laksamana Sudomo itu menyatakan: "Kasus Medan merupakan kasus
tindak pidana kriminal meliputi penggelapan, penipuan dan
pemalsuan yang dilakukan oleh beberapa eksportir karet dan kopi
secara lihai, dalam suatu komplotan yang bekerja sama dengan
oknum-oknum dari perusahaan pelayaran, perusahaan EMKL, Bea
Cukai dan Bank .... "
Ada dua bank pemerintah yang paling dirugikan, Bank Dagang
Negara (BDN) dan Bank Bumi Daya (BBD). Dalam siarannya itu,
Kopkamtib mencatat BBD untuk ekspor kopi kena US$ 5,116,790.00
dan untuk ekspor karet US$3,456,148.79. Dan BDN untuk ekspor
kopi telah ditipu US$4,485,500.00. Seluruhnya berjumlah US$12
juta lebih atau sckitar Rp 7,6 milyar. Tapi bila ditambahkan
dengan penipuan yang dilakukan terhadap Bank Bukit Barisan
Medan, South East Asia Bank, Bank Pacific, Bank Negara Indonesia
1946 yang kabarnya juga kena, sebuah sumber TEMPO di Departemen
Perdagangan memperkirakan jumlah uang yang berhasil ditarik
Wijaya bersaudara itu mencapai sekitar Rp 8,5 milyar lebih.
Kemana kedua buronan itu lari masih teka-teki. Tapi buntut
permainan mereka cukup panjang. Kepala Bagian Ekspor Cukai di
Medan dinyatakan telah dinon-aktifkan, dan kini sedang
diperiksa. Kepala Cabang BBD Medan juga sudah diskors bersama
tiga stafnya. Dan Effendi, pimpinan Cabang BDN Medan pekan lalu
sudah dipanggil.
Jaksa di Medan memeriksa pula Amir Hamzah Pohan, Kepala Bagian
B/L (Bill of Lading) di PT Gesuri Lloyd, Medan, Menurut Amir,
tanda tangan pimpinan cabang agen kapal tersebut, Lawalata,
telah dipalsukan. Bustamin dan Simin bersaudara itu dikabarkan
telah berhasil pula memiliki izin pengangkutan (bill of lading)
dari perusahaan angkutan kapal samudera punya pemerintah: PT
Djakarta Lloyd.
Wewenang Jakarta
Pihak kejaksaan tinggi berhasil menyita 60 dokumen dari EMKL
Sepakat Veem, salah satu anak perusahaan PT Orici, antara lain
berupa surat model E3 (surat bukti ekspor). Tapi yang juga
menarik adalah keterangan dari Djarimin Bintang, Dir-Ut PT
Orici. Lewat sebuah iklan, Djarimin, yang mulai diperiksa oleh
Kejaksaan Tinggi Sum-Ut 26 Agustus, menyatakan telah memecat
Bustamin dan Simin Wijaya dari PT Orici. "Semua tindakan dan
perbuatan mereka yang melanggar hukum adalah tanggungjawab
pribadi mereka masing-masing di luar tanggungjawab PT Orici,"
kata Dir-Ut Djarimin.
Kenapa sampai kebobolan? "Selama ini saya memang kurang
melakukan pengawasan terhadap perdagangan kopi dan lebih banyak
sibuk di Jakarta," katanya. Dia mengaku PT Orici memiliki jatah
ekspor kopi 440 ton per kwartal. Menurut sebuah sumber di Kadin
Sum-Ut jatah basis PT Orici sebenarnya hanya 100 ton per
kwartal. Tapi melalui PT Asia, PT Bumi Ayu Mulia dan CV
Sidikalang, ketiganya berinduk pada Orici, maka jatah mereka
menjadi sekitar 360 ton per kwartal.
Urusan jatah kopi adalah wewenang Jakarta. Sedang untuk
mengekspor kopi tak pula begitu mudah, harus melewati prosedur
yang cukup kompleks. Importir yang memperoleh L/C dari bank di
luar negeri, segera mengirimkannya kepada para penyalur seperti
PT Orici itu. Adalah eksportir di sini yang kemudian meminta
agar L/C itu dicairkan oleh bank-bank koresponden di Indonesia,
seperti BBD dan BDN Cabang Medan tadi.
Maka seorang pengamat di Jakarta masih bertanya-tanya pihak mana
sebenarnya yang paling dirugikan akibat skandal Orici itu? Sebab
tidak sedikit para eksportir lokal yang mengekspor via Orici,
dan para petani kopi Sum-Ut sampai Aceh yang kemudian mengadu ke
polisi gara-gara mendapat cek kosong. Itu terjadi sesaat sebelum
kedua orang itu lari ke luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini