Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Skandal Kopi Orici

Skandal ekspor kopi fiktif di Medan, pelakunya adalah dir-ut muda pt. orici & kepala kasirnya, melalui dokumen-dokumen palsu mereka berhasil mencairkan l/c di beberapa bank di medan. (eb)

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH ingat skandal ekspor minyak atsiri yang dicampur dengan air beberapa tahun lalu? Skandal serupa dalam tingkat yang lebih tinggi terjadi di Medan meliputi jumlah milyaran rupiah. Bustamin dan Simin Wijaya, dua bersaudara eksportir kopi terkenal di Medan, telah berhasil menipu sejumlah bankir dan pengusaha lewat suatu jaringan pemalsuan dokumen-dokumen ekspor yang diatur secara rapih. Bustamin, 37 tahun, juga dikenal sebagai Pui Pong, adalah Direktur Muda PT Orici (Orient Commercial & Industry) di Medan, eksportir kopi dan karet yang terkenal sejak belasan tahun. Sedang Simin yang masih 25 tahun, adalah kasir kepala. Didahului masing-masing istri, kakak beradik Wijaya itu sejak 9 Agustus malam lalu berhasil mabur ke luar negeri, dan kini menjadi buronan pihak intel. Melalui dokumen-dokumen ekspor yang palsu itu, mereka berhasil mencairkan L/C di beberapa bank, tanpa melakukan ekspor apa pun. Peristiwa ekspor fiktif itu yang sejak dua pekan lalu menjadi urusan Kopkamtib -- menurut sebuah sumber di Kejaksaan Tinggi Sum-Ut, terjadi antara 5 Mei sampai 8 Agustus lalu. Pihak-pihak resmi yang terlibat pun cukup banyak. Dalam suatu penjelasan pers 30 Agustus, Kopkamtib/Opstibpus yang diketuai Laksamana Sudomo itu menyatakan: "Kasus Medan merupakan kasus tindak pidana kriminal meliputi penggelapan, penipuan dan pemalsuan yang dilakukan oleh beberapa eksportir karet dan kopi secara lihai, dalam suatu komplotan yang bekerja sama dengan oknum-oknum dari perusahaan pelayaran, perusahaan EMKL, Bea Cukai dan Bank .... " Ada dua bank pemerintah yang paling dirugikan, Bank Dagang Negara (BDN) dan Bank Bumi Daya (BBD). Dalam siarannya itu, Kopkamtib mencatat BBD untuk ekspor kopi kena US$ 5,116,790.00 dan untuk ekspor karet US$3,456,148.79. Dan BDN untuk ekspor kopi telah ditipu US$4,485,500.00. Seluruhnya berjumlah US$12 juta lebih atau sckitar Rp 7,6 milyar. Tapi bila ditambahkan dengan penipuan yang dilakukan terhadap Bank Bukit Barisan Medan, South East Asia Bank, Bank Pacific, Bank Negara Indonesia 1946 yang kabarnya juga kena, sebuah sumber TEMPO di Departemen Perdagangan memperkirakan jumlah uang yang berhasil ditarik Wijaya bersaudara itu mencapai sekitar Rp 8,5 milyar lebih. Kemana kedua buronan itu lari masih teka-teki. Tapi buntut permainan mereka cukup panjang. Kepala Bagian Ekspor Cukai di Medan dinyatakan telah dinon-aktifkan, dan kini sedang diperiksa. Kepala Cabang BBD Medan juga sudah diskors bersama tiga stafnya. Dan Effendi, pimpinan Cabang BDN Medan pekan lalu sudah dipanggil. Jaksa di Medan memeriksa pula Amir Hamzah Pohan, Kepala Bagian B/L (Bill of Lading) di PT Gesuri Lloyd, Medan, Menurut Amir, tanda tangan pimpinan cabang agen kapal tersebut, Lawalata, telah dipalsukan. Bustamin dan Simin bersaudara itu dikabarkan telah berhasil pula memiliki izin pengangkutan (bill of lading) dari perusahaan angkutan kapal samudera punya pemerintah: PT Djakarta Lloyd. Wewenang Jakarta Pihak kejaksaan tinggi berhasil menyita 60 dokumen dari EMKL Sepakat Veem, salah satu anak perusahaan PT Orici, antara lain berupa surat model E3 (surat bukti ekspor). Tapi yang juga menarik adalah keterangan dari Djarimin Bintang, Dir-Ut PT Orici. Lewat sebuah iklan, Djarimin, yang mulai diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Sum-Ut 26 Agustus, menyatakan telah memecat Bustamin dan Simin Wijaya dari PT Orici. "Semua tindakan dan perbuatan mereka yang melanggar hukum adalah tanggungjawab pribadi mereka masing-masing di luar tanggungjawab PT Orici," kata Dir-Ut Djarimin. Kenapa sampai kebobolan? "Selama ini saya memang kurang melakukan pengawasan terhadap perdagangan kopi dan lebih banyak sibuk di Jakarta," katanya. Dia mengaku PT Orici memiliki jatah ekspor kopi 440 ton per kwartal. Menurut sebuah sumber di Kadin Sum-Ut jatah basis PT Orici sebenarnya hanya 100 ton per kwartal. Tapi melalui PT Asia, PT Bumi Ayu Mulia dan CV Sidikalang, ketiganya berinduk pada Orici, maka jatah mereka menjadi sekitar 360 ton per kwartal. Urusan jatah kopi adalah wewenang Jakarta. Sedang untuk mengekspor kopi tak pula begitu mudah, harus melewati prosedur yang cukup kompleks. Importir yang memperoleh L/C dari bank di luar negeri, segera mengirimkannya kepada para penyalur seperti PT Orici itu. Adalah eksportir di sini yang kemudian meminta agar L/C itu dicairkan oleh bank-bank koresponden di Indonesia, seperti BBD dan BDN Cabang Medan tadi. Maka seorang pengamat di Jakarta masih bertanya-tanya pihak mana sebenarnya yang paling dirugikan akibat skandal Orici itu? Sebab tidak sedikit para eksportir lokal yang mengekspor via Orici, dan para petani kopi Sum-Ut sampai Aceh yang kemudian mengadu ke polisi gara-gara mendapat cek kosong. Itu terjadi sesaat sebelum kedua orang itu lari ke luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus