Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Biarkan jeruk itu berguguran

Sebanyak 12 ribu petani jeruk di kal-bar terancam bangkrut. sumber penderitaan mereka adalah tata niaga jeruk yang masih dipertahankan terus.

13 November 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASIB pendidikan tiga anak Dulhadi sama dengan nasib 900 batang pohon jeruk yang dimilikinya. Mereka telantar. Anak yang tertua, setelah lulus SMP, terpaksa menjadi kuli penebang pohon di sebuah HPH. Dua anak lainnya, yang masih duduk di bangku SD, juga ''dirumahkan''. Habis, ''Saya tak memiliki uang untuk menyekolahkan anak maupun memelihara kebun,'' kata Dulhadi pasrah. Kebun jeruknya yang terletak di Desa Tebas Sungai, Kabupaten Sambas, dibiarkan terbengkalai. Kebun itu tak lagi diberi pupuk, hingga kualitasnya rendah dan panennya kurang banyak. Dari 900 pohon awalnya berjumlah 1.400 pohon petani ini hanya memetik 1,92 ton, atau 7% dari hasil panen ketika kebun masih terawat. Dulhadi dirundung putus asa. Ia tak sanggup lagi menyediakan Rp 3 juta setahun untuk merawat kebun jeruk. Untuk mencicil utangnya kepada bank pun (Rp 10 juta), ia tak mampu lagi. Dulhadi berniat menjual kebun jeruknya. Tapi siapa yang mau beli? Rekannya, Efendi Usman, petani jeruk di Mansere, Sambas, bahkan dilanda frustrasi berat. Bagi mereka, kesulitan hidup itu erat kaitannya dengan harga jeruk yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Pelaksana Tata Niaga Jeruk (BKPTJ), yang dimotori oleh Bima Citra Mandiri serta para pedagang. Harga itu cuma Rp 600 untuk jeruk jenis A, Rp 400 untuk jenis B, Rp 200 untuk jeruk C, dan Rp 100 bagi jenis D. Menurut Efendi, patokan harga itu sangat merugikan petani. Untuk merawat 300 pohon jeruk miliknya, ia harus mengeluarkan Rp 1 juta. Padahal, hasil panennya (1 ton) hanya laku dijual Rp 400 ribu. Sialnya, yang Rp 400 ribu itu pun masih ditahan oleh pihak TPK (tempat pelayanan koperasi) sampai 20 hari kemudian. ''Janji pembayaran 24 jam setelah penyerahan itu hanyalah gombal belaka,'' kata Mustakim, yang juga petani dari Mansere. Lagi pula, tak semua jeruk bisa disangga BKPTJ. Efendi, misalnya, hanya kebagian menjual 240 kilogram, sementara hasil panennya tak kurang dari 1,2 ton. Mengapa? Alasan TPK yang memperoleh dana dari BKPTJ melalui KUD tak memiliki dana cukup. Akibatnya, mereka biarkan buah jeruk matang di pohon untuk kemudian jatuh berguguran menjadi sampah busuk. Wajarlah jika para petani belakangan didukung oleh Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Kalimantan Barat dan kalangan DPR RI menghendaki agar tata niaga jeruk dibebaskan. Soalnya, tanpa tata niaga, ''Biarpun harganya jatuh, seluruh hasil panen selalu terjual,'' kata Dulhadi. Memang ada pula upaya mengurangi bunga-bunga jeruk yang tumbuh. Sehingga, diharapkan, tak ada lagi panen raya yang menghasilkan sampai 132 ribu ton jeruk. Namun, tak banyak petani yang antusias menyambut ''teknik aborsi'' ini. Selama BKPTJ masih bercokol, ''Kendati jeruk langka, harganya tetap tak akan bergeser dari yang sudah dipatok,'' kata Mustakim. Suara senada dikemukakan Asmu'i Djalil, dari KUD Usaha Baru. Katanya, panen atau tidak, yang diuntungkan tetap BKPTJ. Lain halnya jika tata niaga dibebaskan. Selain seluruh hasil panen bisa terjual, jika sedang langka, jeruk kualitas terbaik bisa dihargai Rp 1.200 sekilo (harga yang dipatok BKPTJ untuk jenis ini hanya Rp 800). Akankah BKPTJ dipertahankan? Jawabnya ada pada Gubernur Kal-Bar karena dialah yang mengatur tata niaga jeruk. Adapun pihak Bima Citra Mandiri tampak enggan berkomentar. ''Kalau itu ditanggapi, malah kami yang repot. Dan jangan lupa, kami hanyalah pelaksana,'' kata Junanda P. Syarfuan, salah seorang pemimpin BKPTJ. Budi Kusumah dan Djunaini K.S. (Pontianak)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus