Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior sekaligus mantan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji atau BPKH Anggito Abimanyu menanggapi kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2024, yaitu Rp 93,4 juta dibandingkan BPIH 2023 sebesar Rp 90,3 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"BPIH 2024 sebesar Rp 93,4 juta cukup wajar dengan kenaikan 3,3 persen dari BPIH 2023. Beban jemaah Rp 56 juta cukup wajar," kata Anggito Abimanyu dalam keterangannya kepada Tempo pada Rabu, 28 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggito Abimanyu menyebut, jumlah itu wajar karena tiga alasan. Pertama, setoran awal yang harus dibayarkan jamaah sekitar Rp 25 juta. Kedua, jamaah memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan biaya itu karena memiliki waktu 5 bulan sebelum keberangkatan haji. Tiga, setoran awal juga masih dikurangi dengan akumulasi virtual account.
Meski demikian, Anggito Abimanyu mengakui bahwa nilai manfaat bagi BPKH cukup berat. "Namun beban nilai manfaat memang cukup berat bagi bpkh yaitu 40 persen karena jumlah itu di atas target nilai manfaat BPKH. Kedua, dengan kuota 240 ribu jamaah, nilai manfaat BPKH harus mengambil nilai manfaat akumulasi," kata Anggito Abimanyu.
Ia juga menilai return BPKH sebesar 6 persen neto sebenarnya sangat rendah dan masih bisa dioptimalkan. "Ke depan harus diupayakan obyek-obyek nilai manfaat, termasuk cicilan pelunasan, untuk menambah dana kelolaan," ucap Anggito Abimanyu.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR RI menyepakati biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1445 H/ 2024 M. Angka BPIH 2024 ditetapkan sebesar Rp 93,4 juta.
"Kami telah menyepakati besaran rata-rata BPIH Tahun 1445 H/2024 M per jemaah untuk jamaah haji reguler sebesar Rp 93.410.286," terang Abdul Wachid, Ketua Panja BPIH yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, dalam rapat panja di Senayan, Senin, 27 November 2023.
Awalnya, Kemenag mengusulkan angka Rp 105 juta sebagai BPIH 2024, namun usulan ini mengalami penurunan menjadi Rp 94,3 juta. Pada tahap selanjutnya, Komisi VIII DPR RI menolak usulan tersebut dan mengusulkan angka yang lebih rendah, yakni Rp 93,5 juta. Setelah berbagai diskusi dan kajian mendalam, akhirnya tercapailah kesepakatan pada angka Rp 93,4 juta.