Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan mencatat biaya pengangkutan (freight) petikemas, atau biaya kargo, secara global telah naik tajam di masa pandemi Covid-19. Kenaikan biaya tersebut berpengaruh pada upaya perbaikan kinerja industri pelayaran dan perekonomian nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dampaknya, hampir di semua negara harga sea freight dengan kontainer naik signifikan, waktu pelayaran lebih lama, terjadi penumpukan kontainer di pelabuhan, dan bongkar muat di pelabuhan pun lebih lama," ujar kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo dalam keterangan tertulis, Sabtu, 2 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Perhubungan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk membantu kesulitan yang dialami industri pelayaran. Pertama, kata Agus, Kemenhub akan mengawasi percepatan proses bongkar muat sehingga petikemas dapat segera didistribusikan dan kapal bisa berlayar kembali.
"Kedua, kami juga akan mempercepat petikemas segera keluar dari pelabuhan sehingga kontainer segera dapat kembali ke depo dengan cepat," ujar Agus.
Agar langkah tersebut lebih efektif, Kementerian Perhubungan berharap kementerian dan lembaga negara terkait, melakukan percepatan yang sama. "Kami imbau kementerian terkait bisa mendukung upaya yang dilakukan Kementerian Perhubungan, yaitu mempercepat proses pengeluaran long stay container di pelabuhan."
Adapun operator pelayaran jalur utama (main line operator - MLO) diharapkan, tetap dapat memberi ruang muat dari Indonesia, untuk tujuan ekspor. MLO diharapkan dapat menyediakan petikemas 40 High Cube.
Berikutnya, Kemenhub meminta perusahaan pelayaran dalam negeri, khususnya yang tergabung dalam INSA, mengambil peluang utk memanfaatkan ruang muat pelayaran luar negeri yang berkurang. "Kami juga mengimbau perusahaan eksportir melakukan subtitusi dengan memakai peti kemas 20 feet," ucap Agus.
Seperti diketahui, sejumlah negara telah menjalankan kebijakan penutupan (lockdown) lantaran pandemi, sejak awal tahun ini. Hal ini mengakibatkan terjadinya pembatasan pergerakan orang, barang, hingga pergerakan kapal.
Tak sedikit perusahaan pelayaran yang mengurangi kegiatan kapalnya, untuk menekan biaya operasional dan menstabilkan ongkos pengangkutan.
Industri pelayaran global, menurut Agus, mulai menggeliat mulai Juli lalu, ketika Cina mulai menaikkan frekuensi ekspor. Hanya saja, aktivitas di Cina ini tak serta-merta memulihkan industri pelayaran global.
Pasalnya, Agus berujar pengiriman kontainer masih terbatas lantaran sejumlah negara masih menjalankan kebijakan penutupan (lockdown). Sumberdaya manusia untuk menjalankan aktivitas bongkar muat pun masih terbatas, sehingga keterlambatan dalam pengiriman dan pengumpulan kontainer pun terjadi.