Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisa Timbul Krisis Mini

Amerika mengalami defisit pada neraca perdagangannya dan penurunan nilai dolar terhadap bbrp mata uang, alyen, mark jerman, franc swiss, rupiah. jepang mengalami surplus dan pelonjakan nilai yen.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMACAM krisis moneter mini bisa timbul dengan merosotnya dollar AS terhadap beberapa mata uang lainnya akhir-akhir ini. Terhadap Yen, nilai dollar sudah merosot dengan 17% sejak Januari lalu. Defisit neraca perdagangan AS dan surplus yang dialami Jepang merupakan faktor utama di belakang kemerosotan nilai dollar. Impor minyak yang belum hisa ditekan, inflasi yang merusak daya saing ekspor merupakan sebab utatna AS mengalami defisit pada neraca perdagangannya. Tahun 1977 ini, defisit AS akan mencapai $ 30 milyar. Di lain pihak, tahun ini surplus Jepang akan mencapai $ 17 milyar, hampir dua kali surplus yang diterimanya pada 1976. Jelas dengan banjirnya dollar di pasaran, nilai dollar terus merosot. Cuma biasanya mekanisnle pasar tak dibiarkan bekerja sendirian. Jepang juga tak senang Yen mengalami apresiasi yang ketinggian terhadap dollar, karena ini berarti harga yang lebih mahal untuk barang Jepang bagi pembeli luar negeri. Karena itu pemerinah Jepang turun tangan, membeli dollar langsung dari pasaran, suyaya kemerosotan dollar bisa dicegah dan harganya tetap pada tingkat 240 Yen. Cadangan dollar Jepang yang naik dengan $ 1,17 milyar Okober kemarin seluruhnya merupakan pembelian dollar oleh pemerintah Jepang yang didepositokan di bank-bank nasional. Biang Keladi Sekalipun nilai dollar juga turun terhadap Mark .lerIllan dan Franc Swiss, maka seperti biasanya Jepanglah yang dituding sebagai biang keladi krisis perdagangan. Teriakan terdengar di manamana untuk melakukaul tindakan antiobral terhadap Jepang. Jepang didesak terus oleh partner dagangnya untuk rnenahan ekspornya dan menghapuskan harmbatan - baik berupa tarip dan nontarip terhadap pemasukan barang dari negara lain. Serbuan barang Jepang baja, tv berwarna, mobil - di pasaran AS sudah begitu gencarnya, hingga nampaknya satu tindakan balasan langsung (yang kini nampaknya merupakan pantangan bagi pemerintah AS dan Congress) hanya merupakan waktu saja. Bahaya proteksionisme sepihak ini akan mengundang balasan dari rlegara lain hingga perdagangan dunia tak bisa bebas dan fair. Sebenarnya kalau semuanya mau jujur, turunnya nilai dollar terhadap Yen adalah satu hal yang menguntungkan bagi industri AS, karena dengan demikian harga barangnya di luar negeri menjadi lebih murah yang bisa menambah penjualam Tapi karena dalam masalah yang sensitip ini politik susah ditahan, maka kalangan lobbi yang mewakili kepentingan bisnis AS menggunakan kesempatan ini mendesakkan kemauannya, mendesak barang Jepang. Jepang dituduh sebagai yang merusak daya saing industri AS, dan biasanya ini digunakan sebagai dalih untuk menutupi kelemahan di tubuhnya sendiri. Dengan dollar surplus yang menumpuk di hidungnya, Jepang biasanya tak bisa berbuat apa-apa terhadap tuduhan itu. Maka apa yang bisa dilakukan Jepang? Untuk mengurangi tuduhan-tuduhan ini, Jepang harus melakukan pembelian (diperlukan atau tidak) lebih banyak dari luar negeri untuk "memanfaatkan" dollar yang diperolehnyu di kalangan ekonom OECD, Jepang harus berperan sebagai "lokomotip", menarik ekonomi negara lain dari stagnasi. Rencana untuk membelanjakan dollar lebih memang ada, hanya oleh Fukuda belum disampaikan secara resmi kepada Diet (parlemen Jepang). Rencana itu antara lain adalah $ 680 juta untuk stockpiling minyak, $ 30 juta untuk bahan pangan dan $ 1 milyar untuk stockpiling uranium. Ada juga rencana untuk menggunakan dollar itu sebagai tambahan pinjaman lunak kepada negara-negara berkembang. Yang disayangkan negara ASEAN adalah tak adanya rencana Jepang untuk penambahan pembelian (untuk stockpilng misalnya) bahanbahan mentah seperti karet dan kayu. Rejeki Rupiah dikaitkan dengan dollar. Maka devaluasi dollar berarti devaluasi rJpiah. Ini bisa membikin harga barang Indonesia lebih murah. Memang ada kemungkinan untuk menaikkan ekspor Indonesia, seperti dinyatakan Gubernur Bl Rachmat Saleh di depan komisi AP BN baru-baru ini. Dus permintaan terhadap ekspor karet dan kayu misalnya bisa naik, sekalipun kenaikan itu dibatasi oleh elastisitas harga masing-masing komoditi. Memang devaluasi rupiah terhadap Yen akan mempengaruhi 43% ekspor Indonesia. Dan kalau Fukuda memperluas rencana tambahan stockpilingnya yang meliputi komoditi yang dihasilkan Indonesia, Indonesia jelas bisa menambah rejeki. Yang juga mesti diperhatikan dengan devaluasi ini adalah bahwa impor Indonesia dari Jepang dan Jerman Barat yang mencapai 35% dari seluruh impor itu -- juga akan kena akibatnya. Bahan kimia yang diperlukan sebagai bahan mentah industri di sini, mesin-mesin bahanbahan logam dan listrik akan jadi lebih mahal dan bisa mengerem kegiatan industri. Sejauh mana Indonesia akan untung dengan adanya fluktuasi nilai Yen dan Mark? Itu tergantung sejauh mana tambahan penerimaan ekspor masih melebihi tambahan pengeluaran untuk impor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus