SEMACAM krisis moneter mini bisa timbul dengan merosotnya dollar
AS terhadap beberapa mata uang lainnya akhir-akhir ini. Terhadap
Yen, nilai dollar sudah merosot dengan 17% sejak Januari lalu.
Defisit neraca perdagangan AS dan surplus yang dialami Jepang
merupakan faktor utama di belakang kemerosotan nilai dollar.
Impor minyak yang belum hisa ditekan, inflasi yang merusak daya
saing ekspor merupakan sebab utatna AS mengalami defisit pada
neraca perdagangannya. Tahun 1977 ini, defisit AS akan mencapai
$ 30 milyar.
Di lain pihak, tahun ini surplus Jepang akan mencapai $ 17
milyar, hampir dua kali surplus yang diterimanya pada 1976.
Jelas dengan banjirnya dollar di pasaran, nilai dollar terus
merosot. Cuma biasanya mekanisnle pasar tak dibiarkan bekerja
sendirian. Jepang juga tak senang Yen mengalami apresiasi yang
ketinggian terhadap dollar, karena ini berarti harga yang lebih
mahal untuk barang Jepang bagi pembeli luar negeri. Karena itu
pemerinah Jepang turun tangan, membeli dollar langsung dari
pasaran, suyaya kemerosotan dollar bisa dicegah dan harganya
tetap pada tingkat 240 Yen. Cadangan dollar Jepang yang naik
dengan $ 1,17 milyar Okober kemarin seluruhnya merupakan
pembelian dollar oleh pemerintah Jepang yang didepositokan di
bank-bank nasional.
Biang Keladi
Sekalipun nilai dollar juga turun terhadap Mark .lerIllan dan
Franc Swiss, maka seperti biasanya Jepanglah yang dituding
sebagai biang keladi krisis perdagangan. Teriakan terdengar di
manamana untuk melakukaul tindakan antiobral terhadap Jepang.
Jepang didesak terus oleh partner dagangnya untuk rnenahan
ekspornya dan menghapuskan harmbatan - baik berupa tarip dan
nontarip terhadap pemasukan barang dari negara lain. Serbuan
barang Jepang baja, tv berwarna, mobil - di pasaran AS sudah
begitu gencarnya, hingga nampaknya satu tindakan balasan
langsung (yang kini nampaknya merupakan pantangan bagi
pemerintah AS dan Congress) hanya merupakan waktu saja.
Bahaya proteksionisme sepihak ini akan mengundang balasan dari
rlegara lain hingga perdagangan dunia tak bisa bebas dan fair.
Sebenarnya kalau semuanya mau jujur, turunnya nilai dollar
terhadap Yen adalah satu hal yang menguntungkan bagi industri
AS, karena dengan demikian harga barangnya di luar negeri
menjadi lebih murah yang bisa menambah penjualam Tapi karena
dalam masalah yang sensitip ini politik susah ditahan, maka
kalangan lobbi yang mewakili kepentingan bisnis AS menggunakan
kesempatan ini mendesakkan kemauannya, mendesak barang Jepang.
Jepang dituduh sebagai yang merusak daya saing industri AS, dan
biasanya ini digunakan sebagai dalih untuk menutupi kelemahan di
tubuhnya sendiri. Dengan dollar surplus yang menumpuk di
hidungnya, Jepang biasanya tak bisa berbuat apa-apa terhadap
tuduhan itu. Maka apa yang bisa dilakukan Jepang? Untuk
mengurangi tuduhan-tuduhan ini, Jepang harus melakukan pembelian
(diperlukan atau tidak) lebih banyak dari luar negeri untuk
"memanfaatkan" dollar yang diperolehnyu di kalangan ekonom
OECD, Jepang harus berperan sebagai "lokomotip", menarik ekonomi
negara lain dari stagnasi.
Rencana untuk membelanjakan dollar lebih memang ada, hanya oleh
Fukuda belum disampaikan secara resmi kepada Diet (parlemen
Jepang). Rencana itu antara lain adalah $ 680 juta untuk
stockpiling minyak, $ 30 juta untuk bahan pangan dan $ 1 milyar
untuk stockpiling uranium. Ada juga rencana untuk menggunakan
dollar itu sebagai tambahan pinjaman lunak kepada negara-negara
berkembang. Yang disayangkan negara ASEAN adalah tak adanya
rencana Jepang untuk penambahan pembelian (untuk stockpilng
misalnya) bahanbahan mentah seperti karet dan kayu.
Rejeki
Rupiah dikaitkan dengan dollar. Maka devaluasi dollar berarti
devaluasi rJpiah. Ini bisa membikin harga barang Indonesia
lebih murah. Memang ada kemungkinan untuk menaikkan ekspor
Indonesia, seperti dinyatakan Gubernur Bl Rachmat Saleh di depan
komisi AP BN baru-baru ini. Dus permintaan terhadap ekspor karet
dan kayu misalnya bisa naik, sekalipun kenaikan itu dibatasi
oleh elastisitas harga masing-masing komoditi. Memang devaluasi
rupiah terhadap Yen akan mempengaruhi 43% ekspor Indonesia. Dan
kalau Fukuda memperluas rencana tambahan stockpilingnya yang
meliputi komoditi yang dihasilkan Indonesia, Indonesia jelas
bisa menambah rejeki.
Yang juga mesti diperhatikan dengan devaluasi ini adalah bahwa
impor Indonesia dari Jepang dan Jerman Barat yang mencapai 35%
dari seluruh impor itu -- juga akan kena akibatnya. Bahan kimia
yang diperlukan sebagai bahan mentah industri di sini,
mesin-mesin bahanbahan logam dan listrik akan jadi lebih mahal
dan bisa mengerem kegiatan industri. Sejauh mana Indonesia akan
untung dengan adanya fluktuasi nilai Yen dan Mark? Itu
tergantung sejauh mana tambahan penerimaan ekspor masih melebihi
tambahan pengeluaran untuk impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini