Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa Jaksa Ini ?

Harris ali moertopo, tertuduh dalam kasus penembakan di jalan batu, jakarta, dibebaskan dari tuduhan setelah jaksa menerima putusan hakim yang dianggap oleh keluarga korban sebagai sikap menganggap enteng perkara.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA nyonya Ali Murtopo menangis gembira menyambut puteranya Harris yang dibebaskan oleh pengadilan seorang nyonya lain menitikkan air mata. Ia adalah nyonya Hamsil Rusli, ibu kandung almarhum Rudy Chaidir yang meninggal dalam peristiwa berdarah di Jalan Batu, Jakarta, 29 Juli lalu. "Saya kaget sekali," tutur nyonya Rusli begitu mendengar tersangka penembak anaknya dibebaskan dari segala tuntutan hukum oleh hakim David Olii SH. Puas tak puas, "tapi apa yang dapat kami lakukan jika jaksa telah menerima putusan hakim begitu?" keluh isteri Kolonel H. Rusli ini. Keluarga korban, dalam proses peradilan pidana, memang tak lebih dari pihak luar yang tak memperoleh kesempatan bicara. Harris bin Ali Murtopo, 18 tahun, memang terbukti berbuat seperti tuduhan jaksa: menggunakan senjata api milik orang lain tanpa hak, menembakkannya, sehingga Rudy Chaidir, 21, tewas. Naunun hakim menilai, seperti pembelaan advokat Albert Hasibuan SH: segala perbuatan Harris, mulai dari mengambil pistol sampai dengan menembakkannya, merupakan rangkaian kegiatan membela diri dari serangan Rudy dkk, oleh karena itu menurut hukum, perbuatan semacam itu (seperti pada umumnya membela keselamatan diri, harta benda dan kehormatan -- KUHP fasal 49,) tak dapat dihukum. Betapa tidak. Siang itu, 29 Juli, di dekat sekolahnya SMA IV Jalan Batu Harris diserang oieh Rudy cs. Soalnya sepele. Sopir Encum dihantam oleh sekelompok pemuda bermobil tanda 234 SC (Siliwangi Club -- kelompok anak muda Jalan Siliwangi). Encum dipersalahkan telah mendorong mobil mereka. Harris yang hendak melerai diserang. Ia bilang dikeroyok sekitar 5 - 8 orang. Kesaksian lain ada yang menyatakan: perkelahian siang itu satu lawan satu. Pokoknya pipi, belakang kepala dan kuping Harris cidera. Malah, oleh pemeriksaan dokter, Harris dinyatakan sampai gegar otak. Entah oleh serangan macam apa. Sebab suasana Jalan Bau waktu itu memang kusut: mulai dari pecahan botol sampai drum aspal ikut bicara. Kemudian Harris, begitu katahakim, memang mengambil sepucuk pistol 22 LR dari mobilnya. Senjata api itu, katanya, milik sopir ncum.Tembakan peringatan, dengan laras ke atas, sudah dicoba Harris untuk melerai pertempuran. Tapi sia-sia. Malah sepasang tangan menelikungnya dari belakang. Juga sebuah botol mengancamnya juga. Rasanya tak ada juan lain, begitu kata hakim, untuk membela diri melalui celah di bawah ketiak Harris menembak ke belakang. Dan Rudy kena. Ia tewas sebelum sampai di rumah sakit. Fikir-Fikir Dulu Apalagi kalau bukan bela diri? Itulah sebabnya jaksa Sri I lusodo SH menuntut bebas atas tuduhannya sendiri: Harris memang menghilangkan nyawa orang lain, tapi itu dilakukannya dalam keadaan yang sangat mendesak untuk menyelamatkan diri. Hanya untuk perbuatan mengambil dan menggunakan senjata api yang bukan haknya, jaksa menuntut hukuman setahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Pun, tuntutan yang enteng itu, oleh hakim, masih dianggap tak tepat. Harris, menurut penilaian hakim, harus bebas! (TEMPO, 3 Desember). Segera setelah pengadilan bubar, 26 Nopember lalu, jaksa langsung meneken pernyataan menerima putusan hakim. Itu dilakukannya di hadapan hakim dan panitera di sebuah ruangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hanya kepada wartawan, yang sengaja menunggu sikap jaksa, Sri Husodo tidak terus terang. Dia menyatakan belum menerima atau menolak putusan. Dan cuma bilang: "Fikir-fikir dulu, deh!" Belakangan umum baru tahu. Lewat penjelasan panitera diketahui: jaksa sudah meneken pernyataan menerima putusan hakim. Tapi kemudian jaksa ini telah minta kesempatan agar diperkenankan merubah putusan yang pernah diambilnya. Sri Husodo hendak naik banding. Tak begitu jelas, apakah sikapnya yang baru itu berhubungan dengan protesumum: putusan hakim begitu tak adil? Panitera menolak permintaan jaksa tersebut. Memang tak ada peraturan yang membolehkan jaksa main ralat apa yang pernah diputuskannya. Dengan ditekennya kertas vonis, yang berarti menerima putusan hakim, maka keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Sebab Harris yang dinyatakaul bebas juga tak menyatakan menolak atau naik banding. Dan "suatu keputusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, tak dapat dicabut kembali," komentar Padmo Wahyono SH, Dekan Fak. Hukum UI, membenarkan sikap panitera." Tak Serius Jaksa tampaknya masih berusaha merubah sikapnya - dari menerima jadi menolak putusan hakim. Kejaksaan Tinggi, setelah permintaannya ditolak oleh pengadilan, sudah minta keadilan ke Mahkamah Agung. Hasilnya, belum diketahui. Hanya sikap jaksa yang demikian itu, setidaknya menurut keluarga korban, adalah serangkaian sikap menganggap enteng perkara yang digarapnya. "Jaksa tak kelihatan serius dari permulaan," ujar nyonya Rusli yang sering hadir dalam sidang Harris. Maksudnya jika diperhatikan, dalam memeriksa perkara yang menyangkut hilangnya nyawa Rudy, "jaksa malah senyum dan tertawa-tawa," kata ibu Rudy. Kesan keluarga korban itu, agaknya memang beralasam Itu akhirnya tergambar juga dalam tuntutan jaksa yang dianggap enteng dan kontan menerima putusan yang membebaskan terdakwa. Seorang ahli hukum juga ada yang menilai demikian. Faktanya: "Coba, apakah pistol yang dipakai menembak korban telah diusut sebagaimana mestinya? Kenapa jadi musnah begitu saja tanpa hadir sebagai alat bukti?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus