Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Bisnis komputasi awan diyakini bakal semakin moncer. Digitalisasi dan pengelolaan data di dunia usaha sudah semakin tak terelakkan. "Karena itu, semua memakai cloud. Bahkan kegunaannya juga sampai ke kegiatan personal," kata Ana Sopia, Country Manager Netapp Indonesia-perusahaan digital pengelola data asal Amerika Serikat-kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan bahwa hasil riset dari International Data Corporation memperkirakan, pada 2020, 30 persen dari perusahaan di Indonesia akan mengimplementasikan penggunaan komputasi awan. Ana memperkirakan ada potensi pasar hingga US$ 375 miliar dari transformasi digital, termasuk di bidang komputasi awan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ana menuturkan, meski di Tanah Air ada aturan penggunaan cloud, khususnya mandatori fasilitas data center harus berada di Indonesia, gairah penggunaan komputasi awan tak akan surut. Toh, kata dia, para provider komputasi awan besar juga terus berupaya memenuhi aturan tersebut. "Di luar negeri, pengguna kami bisa memilih semua operator yang ada, tapi di sini kami hanya khususkan kepada Alibaba Cloud yang memiliki data center di Indonesia," ujar Ana.
Saat ini sudah banyak nama besar penyedia komputasi awan yang ada di Indonesia. Selain anak usaha raksasa e-commerce asal Cina, Alibaba Cloud, ada Microsoft Cloud, IBM, Google, dan Amazon. Saat ini hanya Alibaba Cloud yang mematuhi aturan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang mewajibkan perusahaan di Indonesia memiliki pusat data dan pusat penanggulangan bencana di wilayah Indonesia.
Agar Data Tidak Bocor
Country Manager Alibaba Cloud Indonesia, Leon Chen, mengatakan perusahaannya sudah menggarap pasar komputasi awan sejak 2016. Dia amat serius dan menghormati aturan di Indonesia dengan membangun dua pusat data. "Permintaan di Indonesia sangat besar. Apalagi ada tren mobile payment yang sangat pesat belakangan ini," ujarnya.
Menurut Leon, adanya fasilitas di dalam negeri tersebut bisa diandalkan untuk meyakinkan penggunaannya. Alibaba Cloud menargetkan 2.000 pengguna, termasuk mendukung kemajuan perusahaan rintisan teknologi (start-up). "Layanan kami akan dilebarkan ke layanan lain, seperti solusi big data," kata dia.
Adapun Amazon juga sudah berkomitmen menyusul Alibaba untuk mendirikan fasilitas pusat data di Tanah Air. April lalu, raksasa e-commerce asal Amerika Serikat tersebut resmi mengumumkan pembangunan fasilitas ini yang ditargetkan rampung pada 2021 mendatang. Adapun dana yang digelontorkan kurang-lebih US$ 1 miliar.
Belakangan, entitas teknologi IBM juga mengisyaratkan turut membangun pusat data. Country Manager Cloud & Solutions IBM Indonesia, Lianna Susanto, mengatakan perseroannya terus menggodok kemungkinan pembangunan fasilitas yang diwajibkan pemerintah tersebut. Meski begitu, dia tak menampik perlu ada hitungan matang akibat besarnya ongkos investasi dan perencanaan penanggulangan risiko bisnis lainnya. "Jika memungkinkan, kami bisa buat data center di Indonesia," ujarnya, Senin dua pekan lalu.
Sejak akhir tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana melakukan relaksasi aturan kewajiban adanya pusat data di Indonesia. Mahalnya investasi yang diyakini memberatkan penyedia komputasi awan bisa menahan laju kebutuhan pasar akan produk cloud yang bagus. "Kami sambut baik niat para provider yang mau membangun data center di dalam negeri," kata pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu.ANDI IBNU
Provider Cloud di Indonesia
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo