Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis menagih piutang

Mekanisme anjak piutang (factoring) adalah pemilik piutang meminta kredit pada bank dengan menjamin- kan faktur piutang dagangnya. uang tunai yang diba yar bank maksimal 90 % dari nilai faktur.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis baru dalam jual beli piutang akhirnya muncul juga. Mengapa produk Pakdes 1988 itu lambat berkembang? MENAGIH piutang, terkadang, lebih memalukan daripada membuat utang. Bahkan acapkali juga, terpaksa menggunakan kekerasan. Sudah begitu, tagihan yang diterima, ternyata, susut lebih dari separuh. Sementara itu, hubungan antara penagih dan pelanggan telanjur rusak. Belakangan ini mulai berkembang jasa baru yang bisa membantu para pemilik piutang. Jasa yang disebut anjak piutang ( factoring) ini sebenarnya sudah diizinkan Pemerintah sejak dikeluarkannya Keppres Desember 1988. Berarti, sejak dua tahun lalu, bank-bank dan lembaga keuangan bisa melakukannya. Namun, perkembangan jasa ini tidaklah segencar jasa bank yang lain-lain. Sampai pekan lalu, jumlah bank yang terjun ke bisnis ini bisa dihitung dengan jari. Mereka adalah Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Dagang Negara, Bank Niaga, dan Bank Dharmala. Pelopornya adalah BII, yang sudah menawarkan jasa anjak piutang sejak tahun 1989. Presdir BII, Indra Wijaya, mengakui bahwa pertumbuhan jasa factoring ini terasa lambat. BII berusaha mengampanyekannya lewat seminar-seminar agar bisnis itu bisa populer. Kalau dikaji, mekanisme anjak piutang itu sederhana. Pemilik piutang meminta kredit pada bank dengan menjaminkan faktur piutang dagangnya. Kredit yang akan diberikan tentu saja tidak sebesar total nilai faktur itu. Tepatnya, uang tunai yang dibayar bank maksimal 90% dari nilai faktur. Besarnya kredit bank antara lain bergantung pada besarnya nilai faktur dan berapa lama jatuh temponya, paling lama enam bulan. Faktur tadi kemudian akan ditagih pada perusahaan yang berutang. Untuk jasa itu, bank meminta biaya administrasi dan bunga. "Besarnya biaya ini sama seperti biaya yang berlaku di perbankan, yakni sekitar 0,5%-1,5%," tutur Indra. Sedangkan untuk bunga, dewasa ini di BII sekitar 2,33% per bulan. Anjak piutang, kata Indra, sangat bermanfaat bagi perusahaan yang berniat melepaskan piutang dagangnya. Sejak factoring dioperasikan setahun berselang, setidaknya sudah 100 perusahaan yang memanfaatkan anjak piutang BII. Sedangkan nilai keseluruhan faktur yang dibeli BII ada sekitar Rp 35 milyar. "Jadi, peluang pasar sebenarnya cukup besar. Tahun 1991 kami mengharapkan bisa mencapai Rp 100 milyar," kata Indra optimistis. Hanya, dia tak mengungkapkan apakah perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan jasa factoring itu ada di lingkungan Sinar Mas Group ataupun di luarnya. Bisnis anjak, ternyata, juga bisa menguntungkan bagi perusahaan yang bukan konglomerat. Hal ini dibuktikan oleh PT Salindo Perdana Finance (SPF). Anak perusahaan Bank Dagang Negara ini telah menggaet faktur-faktur piutang bernilai Rp 30 milyar dari sejumlah perusahaan. Padahal, sasaran SPF adalah pengusaha kecil dan menengah. "Terutama eksportir," kata Presdir Herry Sutiasa. Lebih penting lagi, bagi eksportir, perusahaan factoring akan membantu mencarikan pembeli yang bonafide di luar negeri. Hal ini dimungkinkan karena SPF telah menjalin kerja sama dengan Factors Chains International. Ini adalah jaringan 91 perusahaan pembiayaan dari 35 negara yang berpusat di Belanda. Bagaimanapun, untuk berusaha di bidang anjak piutang, perlu modal milyaran rupiah. Sementara ini, para pengusaha kecil dan menengah, tampaknya, belum akan bisa dilayani perusahaan fac- toring. Aliran modal mereka masih akan bergantung pada toko-toko atau agen-agen, menunggu sampai barangnya laku. Yang juga mengharapkan jasa factoring ini barangkali Badan Urusan Piutang Negara (BUPN). Piutangnya, seperti diungkapkan Kepala BUPN Adolf Warouw, pada awal 1991 berjumlah Rp 1,2 trilyun. Siapa mau beli? Max Wangkar, Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus