Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iklan itu terdengar dari sebuah radio di Jakarta. "Larutan penyegar Cap Badak dari Sinde, komposisinya tidak berubah, khasiatnya terbukti. Komposisi yang dulu dan sekarang tetap sama, lho, enggak ada yang berubah." Pariwara itu diputar hampir saban tiga menit. Penayangan iklan di televisi tak kalah seru.
Sinde Budi Sentosa memang sedang giat mempromosikan merek baru, Cap Badak, setelah menjalani sengketa merek dan hak cipta yang memakan waktu hampir 13 tahun.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia Charles Saerang menilai wajar upaya kedua perusahaan mempertahankan hak. Ceruk bisnis minuman penyegar memang segar. "Berpotensi terus tumbuh," kata Charles kepada Tempo, dua pekan lalu.
Pemain di segmen bisnis ini bisa dihitung dengan sebelah jari tangan. Untuk minuman dalam bentuk serbuk, cuma ada Adem Sari dan Segar Sari. Sedangkan dalam versi siap saji, ada Lasegar dan Cap Badak—milik Sinde—serta Cap Kaki Tiga.
Charles berharap segera ada solusi yang baik atas perselisihan itu. "Sayang bila pasar yang sudah terbentuk puluhan tahun dan potensi yang masih besar menjadi berantakan."
Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan tiga pihak, Direktur Utama Kinocare Harry Sanusi, Direktur Wen Ken Drug Fu Siang Jeen, dan Jony Yuwono, putra pemilik Sinde Budi Sentosa, yang didampingi Herman Notolegowo.
Fu Siang Jeen, Direktur Wen Ken Drug
Apa bukti bahwa Wen Ken Drug pemilik merek serta hak cipta Cap Kaki Tiga dan gambar badak?
Kami punya gambar sejak sebelum 1978. Ini disimpan di Museum Archive Singapura, gambar label botol yang kami jual sejak 1937 sampai sekarang. Silakan cek iklan di koran tahun 1960. Sedangkan Sinde memproduksi dan menjual sejak 1978.
Mengapa Anda memutus kerja sama dengan Sinde secara sepihak?
Ada beberapa alasan. Salah satunya karena mereka tidak lagi mencantumkan logo Cap Kaki Tiga pada label produk larutan penyegar. Saya pikir dia berniat secara perlahan, mengambil produk kami. Kami berharap Sinde mendaftarkan Cap Kaki Tiga di Indonesia. Tapi, yang terjadi, ia mendaftarkan badak atas nama pribadi. Niat tidak baik karena dia ingin membuat merek sendiri. Alasan lain: royalti. Kadang-kadang tidak membayar, terkadang kurang. Sinde juga memproduksi dan memasarkan produk pesaing, yakni Lasegar.
Seberapa besar pangsa pasar bisnis ini?
Kami tidak mempunyai data pasar atau penjualan yang akurat dari Budi. Ini tidak adil. Jadi saya hanya bisa memberikan estimasi, sekitar Sin$ 80 juta.
Jony Yuwono, Pemilik PT Sinde Budi Sentosa, dan Herman Notolegowo, Deputi Direktur Pemasaran
Anda diduga berniat mengambil alih produk Wen Ken Drug?
Saya tidak mengalami langsung. Tapi, kalau mempelajari sejarah, awalnya 1970-an Cap Kaki Tiga tidak bisa didaftarkan karena sudah ada merek Kaki Roda Tiga—juga memproduksi obat—yang mirip. Ayah saya, Budi Yuwono, membeli merek tersebut, hingga akhirnya Cap Kaki Tiga bisa didaftarkan. Dalam surat kuasa yang diberikan pada 1970, Wen Ken Drug tidak pernah menyebutkan Larutan Cap Kaki Tiga. Di situ hanya disebutkan beberapa obat yang diproduksi, seperti obat antidemam dan obat kurap. Tidak disebutkan spesifik produk jamu. Artinya, kalau mereka sudah memiliki produk larutan penyegar, tentu akan disebutkan di surat tersebut. Nah, produk jamu-jamuan, mereka belum punya. Makanya tidak disebutkan di surat. Jadi yang diberikan kepada Budi Sinde adalah merek Cap Kaki Tiga. Yang diberikan ini kuasa, bukan lisensi. Bedanya, lisensi jelas, ada aturan, produknya apa, royalti bagaimana, dan lainnya.
Bagaimana kelanjutan sengketa merek ini?
Putusan Mahkamah Agung menyatakan merek yang disengketakan adalah milik kami. Kalau sekarang berlanjut, menurut kami ini masalah bisnis. Seharusnya kami yang merasa dirugikan. Cuma, kami tidak ingin bertindak di luar koridor hukum. Makanya kami percayakan kepada hukum. Ada fakta-fakta hukum yang menjadi pijakan. Nah, supaya tidak menjadi bola liar, kami melangkah melalui jalur hukum.
Anda dinilai mengambil alih produk larutan penyegar?
Sama seperti minuman mengandung cola. Bahan cola-nya sama. Produknya, ada Coca-Cola, ada Pepsi. Tidak jadi masalah.
Anda masih berkerabat dengan pemilik Wen Ken Drug. Apa tidak ada upaya menyelesaikan masalah ini di tingkat keluarga?
Pasti ada. Masalah ini berlangsung begitu lama.
Harry Sanusi, Direktur Utama PT Kinocare Era Kosmetindo
Anda bekas distributor Sinde, tentu mengetahui persis pasar produk ini….
Saya menjadi distributor Cap Kaki Tiga sejak 1992, distributor Sinde. Wilayah yang saya pegang luas, dari Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, hingga Sulawesi Utara. Dari produk ini enggak laku sampai laris manis. Saya memegang 70 persen pasar. Tapi, pada Maret 1997, hak saya sebagai distributor dicabut. Katanya saya menjual produk pesaing, padahal enggak.
Cap Kaki Tiga sedang ada masalah hukum. Mengapa Anda mau menerima lisensi?
Pada 2010, Mr Fu menghubungi saya, menceritakan konfliknya dengan Sinde, dan sedang dalam proses pencabutan lisensi. Saya menyarankan mereka sebaiknya tetap bermitra. Tapi Mr Fu bilang sepertinya sudah tak bisa. April 2011, setelah kasasi, Wen Ken Drug resmi menunjuk kami sebagai pemegang lisensi yang baru. Juni 2011, kami mendaftarkan hak paten. Tapi, baru dua pekan berproduksi, gudang kami disegel. Ada laporan ke polisi, kami memproduksi dengan menggunakan merek tanpa hak.
Apa yang Anda lakukan?
Kami ini orang bisnis, enggak mau ribut-ribut. Sudahlah, hindari konflik berkepanjangan. Kami pakai "larutan" saja, enggak usah pakai "penyegar". Saya yakin merek Cap Kaki Tiga masih kuat. Akhirnya kami mengganti nama produk menjadi Larutan Cap Kaki Tiga. Ini pergantian keempat.
Kronologi Sengketa Kaki Tiga
1937
Wen Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan Singapura pemilik merek Kaki Tiga, mulai memperdagangkan produk dengan nama Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga.
8 Februari 1978
Direktur Wen Ken Drug Fu Weng Leng melalui surat memberi kewenangan kepada Budi Yuwono, Direktur Utama PT Sinde Budi Sentosa (Sinde), untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia.
2000Sinde mendaftarkan merek Cap Badak untuk produk larutan penyegar. Logo Kaki Tiga dihilangkan.
Wen Ken Drug membuat rancangan perjanjian lisensi Cap Kaki Tiga. Negosiasi buntu. Budi Yuwono menolak meneken draf perjanjian.
4 Februari 2008
Wen Ken Drug menilai Sinde tidak memenuhi komitmen pembayaran royalti tepat waktu, tidak melaporkan detail produksi, dan membuat produk sejenis dengan merek Lasegar. Karena itu, Wen Ken Drug mencabut kewenangan Sinde atas penggunaan merek Cap Kaki Tiga per 7 Februari 2008. Sinde diberi waktu enam bulan hingga 7 September 2008 untuk menyetop produksi dan distribusi produk dengan merek Cap Kaki Tiga.
2010
Wen Ken Drug mengajukan empat gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atas kasus merek dagang Cap Kaki Tiga dan hak cipta gambar badak serta tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab. Atas keempat gugatan tersebut, Pengadilan Niaga memenangkan Sinde.
4 Agustus 2010
Sinde mengajukan permohonan kasasi atas putusan pembatalan merek dan gugatan hak cipta. Sebab, Wen Ken Drug dinyatakan terbukti sebagai pencipta dan pemegang hak cipta lukisan badak. Pengumuman/iklan lukisan badak oleh Wen Ken Drug telah dipublikasikan sejak 1937.
21 Desember 2010
Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Sinde atas sengketa merek dan hak cipta gambar badak. Maka kepemilikan merek dan hak cipta logo badak dalam produk Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug batal demi hukum.
24 Mei 2011
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan membatalkan persetujuan pendaftaran obat tradisional Sinde dengan nama produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Menginstruksikan pimpinan dan/atau penanggung jawab industri obat tradisional Sinde untuk menghentikan produksi, menarik semua obat tradisional tersebut dari peredaran dalam waktu paling lama tiga bulan sejak diputuskan, dan melaporkannya ke BPOM.
Juli 2011
Sinde memenangkan tujuh gugatan sengketa merek dan hak cipta lukisan badak. Sinde dinyatakan sebagai pemilik tunggal atas merek badak di Indonesia. Perusahaan mengganti merek dagang larutan penyegar menjadi Cap Badak.
3 Januari 2012
Kinocare menghapus gambar badak di label produk.
20 Februari 2012
Mahkamah Agung memenangkan Sinde atas empat gugatan yang diajukan Wen Ken Drug.
Januari 2013
Russel Vince, pria Inggris yang tinggal di Cina, menggugat Wen Ken Drug ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Penggunaan logo Cap Kaki Tiga dianggap meniru simbol Isle of Man, koloni Inggris di Laut Irlandia. Ia meminta pembatalan merek; penghentian produksi, distribusi, dan promosi; serta penarikan produk-produk yang mengandung unsur dalam 49 sertifikat merek atas nama Cap Kaki Tiga dari peredaran.
Retno Sulistyowati, Dina Andriani (PDAT)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo