Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

29 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi 2008 Tumbuh Tujuh Persen

Kendati perekonomian dunia sedang bergejolak akibat menjulangnya harga minyak, pemerintah tetap optimistis perekonomian pada 2008 akan tumbuh 7 persen. Menteri Koordinator Perekonomian Boediono juga yakin, target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 6,3 persen bakal terpenuhi.

Boediono memperkirakan pertumbuhan ekonomi 6,5 hingga 7 persen, sedangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah memasang target ekonomi 6,8 persen. Menurut dia, bila target itu tercapai, berarti menyamai prestasi pemerintah Orde Baru. Selama 30 tahun (1966-1996) rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 7 persen per tahun. ”Pencapaian itu merupakan prestasi yang sangat jarang dimiliki oleh negara lain di dunia,” katanya.

Prediksi Boediono ini jauh melampaui perkiraan Dana Moneter Internasional. Mereka justru memperkirakan perekonomian dunia akan melambat dan Indonesia paling banter hanya tumbuh 6,1 persen. Namun, kata Boediono, Indonesia diuntungkan komoditas ekspor seperti batu bara, karet, minyak kelapa sawit, yang tetap dibutuhkan meskipun terjadi resesi dunia. Ekonom Indef, Aviliani, meragukan keyakinan Boediono. ”Terlalu optimistis, yang wajar 6,5 persen,” katanya.

BNI Lepas BNI Securities

Bank BNI akan melepas 40 persen sahamnya di BNI Securities. Investor dari Korea Selatan, Jepang, dan Arab Saudi siap membeli saham tersebut. Wakil Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo mengatakan, tujuan pelepasan saham ini untuk memperkuat BNI Securities. ”Waktunya akan kami tetapkan setelah melihat kinerjanya pada akhir 2007,” kata Gatot, Senin pekan lalu.

BNI juga akan melepas saham BNI Multifinance. Menurut Gatot, kinerjanya memang kurang berkilau, bahkan seperti keranjang sampah bagi para debitor buruk di BNI. ”Akan kami bersihkan dulu, baru mencari mitra strategis,” katanya. Analis Yurie Securindo, Hendra Bujang, menilai keputusan BNI tepat. Dengan melepas sebagian saham BNI Securities, risiko yang dihadapi BNI akan dibagi dengan pemilik lain.

Indofood Jadi Akuisisi Lonsum

Pemegang saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk. menyetujui rencana akuisisi PT London Sumatera Plantations Tbk., oleh dua anak usahanya, Indofood Agri Resources Ltd dan PT Salim Ivomas Pratama. Menurut Wakil Presiden Direktur Indofood Franciscus Welirang, transaksi itu membutuhkan dana Rp 8,4 triliun.

Selain dari kantong Indofood sendiri, sindikasi tujuh bank, antara lain BCA, Standard Chartered Bank, HSBC dan Sumitomo Mitsui Bank Corporation, siap mengucurkan pinjaman. ”Masing-masing akan memberikan pinjaman US$ 20-25 juta,” kata Thomas Tjhie, Direktur Keuangan Indofood, seusai rapat umum pemegang saham, Selasa pekan lalu.

Setelah akuisisi, Indo Agri akan menjadi pemegang 64,4 persen saham Lonsum. Selain itu, mereka juga berniat menambah lahan kelapa sawit dari 224 ribu hektare menjadi 387,5 ribu hektare. Produksinya diperkirakan akan mencapai 640 ribu ton. Analis Finan Corfindo Nusa, Edwin Sinaga, menilai akuisisi itu menguntungkan Indofood karena perkebunan Lonsum telah berproduksi.

Pengusaha Garmen Cina Masuk Indonesia

Pengusaha garmen Cina akan merelokasi 30-an pabrik ke Indonesia. Perpindahan basis produksi itu untuk menyiasati kemungkinan perpanjangan kuota ekspor tekstil produk Cina di Amerika dan Uni Eropa. ”Dengan memindahkan pabrik garmen di sini, mereka bisa masuk pasar ke dua wilayah itu,” kata Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Menurut Ade, peralihan ini juga menunjukkan iklim di Indonesia mendukung pengembangan bisnis garmen. Pengusaha Cina itu akan menginvestasikan Rp 1-2 miliar untuk tiap pabrik. Ke-30 pabrik itu diperkirakan menyerap sekitar 70 ribu tenaga kerja. ”Tentunya akan sangat baik. Itu bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan penerimaan pajak, dan ekspor kita juga naik,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Produsen Tabung dan Kompor Kewalahan

KEPUTUSAN pemerintah mempercepat konversi minyak tanah ke elpiji membuat produsen tabung dan kompor kalang kabut. Program yang rencana awalnya rampung pada 2012 itu dimajukan dua tahun karena pemerintah ingin meminimalkan dampak lonjakan harga minyak dunia.

Deputi Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Hanung Budya mengatakan, Pertamina telah menandatangani kontrak pengadaan tabung gas dan kompor dengan produsen lokal 10,2 juta unit tahun ini. Ternyata pabrikan yang ditunjuk hanya mampu menyediakan 5,6 juta unit, sehingga Pertamina berencana mengimpor kekurangannya. ”Surat permintaan izin akan disampaikan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla,” kata Hanung di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Namun Direktur Jenderal Industri Logam Departemen Perindustrian Ansari Bukhari tidak setuju. Pasalnya, proses pembuatan tabung tergolong gampang dan impor juga tidak memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Produsen tabung gas juga mengaku mampu memasok kekurangan 4,6 juta unit bila diperpanjang hingga Februari 2008. ”Kami akan take off Desember. Ada banyak produsen baru yang mulai investasi,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri Tabung Gas, Tjiptadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus