Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Korupsi Global Mengkhawatirkan

Tingkat korupsi di dunia kian mengkhawatirkan. Jaksa Agung Amerika Serikat, John Ashcroft, mengklaim bahwa korupsi telah menggerogoti perekonomian dunia lebih dari US$ 2 triliun setiap tahun. Angka itu setara dengan anggaran belanja Amerika Serikat selama setahun.

"Korupsi mengancam kemampuan dunia usaha dan pemerintah untuk bekerja sama mengakhiri kemiskinan dan meningkatkan derajat hidup manusia," tuturnya saat pidato pada World Economic Forum di Davos, Swiss, Kamis 22 Januari.

Perkiraan Bank Dunia, biaya yang ditimbulkan korupsi mencapai tujuh persen dari pertumbuhan ekonomi dunia. Tak aneh jika Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan, mengimbau kalangan usahawan dunia agar mendorong peningkatan transparansi dan mencegah korupsi dalam perdagangan internasional.

Forum ekonomi yang digugat kalangan aktivis anti-liberalisasi perdagangan ini dihadiri kurang-lebih 2.100 peserta dari 94 negara.

Jawa Siaga Listrik

Tetaplah siaga, walau tak perlu sampai ketakutan listrik di rumah Anda tak mengalir. Begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN (Persero), Ali Herman Ibrahim, saat menjelaskan kondisi pasokan listrik di sistem Jawa-Bali yang hingga April tahun ini dalam posisi siaga.

Kesiagaan itu diperlukan mengingat cadangan operasi listrik di dua wilayah itu berada pada posisi minimal, yakni 600 megawatt. Padahal cadangan operasi yang aman harus di atas angka itu, supaya jika terjadi gangguan atau pemeliharaan pada suatu pembangkit tidak terjadi pemadaman listrik secara bergilir. "Cadangan akan kritis kalau lebih rendah dari itu," tuturnya.

Krisis memang bukan tidak mungkin terjadi, mengingat adanya gangguan transportasi pasokan batu bara ke PLTU Suralaya di Cilegon, Banten. Stok batu bara yang tersedia di saat ini hanya 250 ribu ton, dan hanya cukup untuk satu minggu. Padahal stok yang aman minimal 800 ribu ton.

Pungli Kian Merajalela

Pantas saja dunia usaha di Indonesia tak kunjung maju. Tengok saja hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah teranyar mengenai masalah yang dihadapi dunia usaha di era otonomi daerah.

Pengusaha ternyata harus menanggung biaya pungutan ilegal yang mencapai 2-10 persen biaya produksi. Setidaknya, ia harus mengeluarkan tambahan biaya tak resmi sebesar 60,62 persen dari biaya resmi agar bisnisnya lancar.

Umumnya, "penodongan" itu terjadi di sektor usaha berbasis lahan luas, seperti kehutanan, perkebunan, dan pertanian pangan. Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan, Agung Pambudhi, sektor-sektor itu dianggap "kurang menghasilkan" bagi daerah.

Repotnya lagi, selain harus "menyetor" pada aparat pemerintah daerah, mereka masih merogoh kocek untuk membayar aparat keamanan, kelompok masyarakat, dan preman di sekitar lokasi usaha. Toh, pelayanan atau fasilitas dari pemerintah daerah pun tak membaik, walau sudah dibayar mahal.

Lippo Ditawar Rendah

Masa depan proses penjualan 52,05 persen saham pemerintah di PT Bank Lippo Tbk. makin muram. Kendati dijaja ulang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk kedua kalinya, Konsorsium Swissasia Global—satu-satunya penawar yang lolos seleksi tahap awal—hanya mengajukan harga Rp 403 per saham. Nilai itu masih jauh di bawah harga dasar sebesar Rp 591,5 per saham.

Walau berhasil menyisihkan pesaingnya, yakni Eurocapital Asia Limited dan Summit Investment Limited, awalnya Swissasia hanya mengajukan harga Rp 385 per saham. Itu pun paling tinggi dibanding penawaran lain, yang hanya Rp 375 dan Rp 365 per saham. Namun, dalam pengajuan terakhir, mereka menaikkan harganya menjadi Rp 403 per saham sehingga lolos seleksi tahap awal.

Karena itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional meminta konsorsium yang dipimpin Swissfirst Bank AG dan Raiffeisen Zentral Bank dari Austria itu melakukan penawaran ulang (rebid). Jika masih di bawah harga dasar, divestasi batal, dan Bank Lippo akan diserahkan ke pemerintah melalui Menteri Keuangan.

ASEAN-Eropa Menjalin Kerja Sama

Association of South East Asian Nations (ASEAN) dan Uni Eropa sepakat memacu perdagangan dan arus investasi di antara kedua kawasan. Kesepakatan yang dituangkan dalam Trans-Regional EU-Asean Trade Initiative ini dicapai seusai pertemuan konsultatif IV menteri-menteri ekonomi ASEAN dengan Komisi Perdagangan Uni Eropa di Yogyakarta, Selasa 20 Januari lalu.

Rencananya, kesepakatan ini akan dibahas lebih mendalam untuk menentukan langkah-langkah penyelarasan peraturan, standardisasi, dan sanitasi kedua kawasan itu.

Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini Soewandi, selama ini arus investasi dan transaksi perdagangan kedua kawasan masih sering tersendat. Penyebabnya, masih belum ada keserasian peraturan dan standardisasi, khususnya menyangkut produk makanan, minuman, dan perikanan. Misalnya, produk udang Thailand yang baru-baru ini terpaksa dikembalikan karena tak memenuhi standar Eropa.

Harga Beras Dijaga

Ketergantungan 210 juta perut masyarakat Indonesia pada beras sebagai pangan utama tampaknya memang harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika tidak, setiap kali terjadi sesuatu, seperti kenaikan harga atas komoditas ini, akibatnya bisa amat luas.

Itu pula yang membuat pemerintah harus berhati-hati saat mengumumkan kebijakan yang akan mempengaruhi harga beras, misalnya penghentian keran impor mulai 20 Januari sampai Juni mendatang. Kebijakan itu disadari akan segera memicu kenaikan harga di beberapa daerah yang sebelumnya mengandalkan beras impor.

Karena itu, pada saat bersamaan pemerintah akan melakukan operasi pasar dengan menjual beras seharga Rp 1.000 per kilogram untuk orang miskin. Sedangkan kenaikan harga diberi toleransi maksimal hanya sampai 25 persen dari harga Rp 2.300 per kilo atau menjadi Rp 2.875 per kilo. "Jadi, jangan terlalu khawatir," kata Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Jafar Hafsyah.

Eterindo Terimbas Petrowidada

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah nasib PT Eterindo Wahanatama Tbk., yang diterjang bencana susul-menyusul sepekan terakhir.

Setelah pabrik anak perusahaannya, PT Petrowidada, di Gresik meledak dan menyebabkan beberapa orang tewas Selasa pekan lalu, sehari kemudian otoritas Bursa Efek Jakarta menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham emiten ini di lantai bursa. Manajemen BEJ kini sedang meminta penjelasan kepada Eterindo mengenai dampak kebakaran dan pengaruhnya terhadap nilai penyertaan serta kinerja operasi dan keuangan perseroan.
Eterindo tercatat memiliki saham sebesar 23,17 persen di pabrik penghasil bahan baku plastik itu. Perusahaan lain yang memiliki saham pada pabrik itu antara lain PT Petrokimia Gresik (4,82 persen), PT Witulan (2,93 persen), PT Justus Corporation (2,93 persen), dan Daewoo Corporation (13,60 persen). n

Temasek Mengincar BNI

Jika bisik-bisik ini benar, makin tak tersangkal bahwa Singapura akan tambah berkibar di sektor-sektor usaha strategis di Indonesia, terutama bank-bank yang sebelumnya dikuasai negara. Melalui Temasek, Singapura sudah menguasai PT Indosat Tbk., PT Bank Internasional Indonesia Tbk., dan PT Bank Danamon Tbk. Kini, seorang sumber di kantor BUMN mengabarkan Temasek mengincar saham BNI yang rencananya akan segera dilego dalam waktu dekat.

Sistem penjualan pun kemungkinan mengalami perubahan karena BNI kebobolan L/C fiktif senilai Rp 1,7 triliun. Tadinya, divestasi akan dilakukan melalui penawaran umum kedua (secondary offering) dengan jumlah 30 persen saham.

Tetapi, karena pembobolan itu bisa membuat harga saham jeblok, pemerintah memikirkan penjualan BNI melalui mekanisme yang lebih menguntungkan, yakni dengan menawarkan kepada investor strategis yang berani memberi harga tinggi. "Itu salah satu opsi yang disiapkan Kementerian BUMN," kata Direktur Utama BNI, Sigit Pramono. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus