KETIKA Presiden Bank Dunia naik mimbar di Sidang UNCTAD V di
Manila 9 Mei pagi lalu, wajahnya tampak tidak berseri. Suaranya
yang lunak itu terdengar keras ketika dalam pidatonya yang
panjang itu, dia mengeritik negara-negara kaya. "Kenaikan yang
nampak dalam proteksionisme di negara-negara industri sejak 1976
mencerminkan usaha dari kelompok-kelompok kepentingan khusus
yang terorganisir . . . "
Siangnya, dengan menumpang pesawat PAL, ia terbang ke Jakarta
dalam kelas ekonomi -- bukan kelas I. "Ke mana pun ia terbang,
selalu naik kelas ekonomi," kata Jean Baneth, kepala misi Bank
Dunia di Jakarta. Kedatangan Presiden Bank Dunia ke Indonesia
kali ini, setelah tertunda satu bulan, agaknya bukan kebetulan.
Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, di tahun 1968 dan 1974,
kali ini kunjungannya sedikit diliputi misteri.
Bank Indonesia sebagai tuan rumah selama Presiden McNamara di
sini tak mengedarkan agenda yang jelas. Sarnpai Senin sore
kemarin, sehari sebelum dia bertolak melanjutkan perjalanannya,
BI belum bisa memberi tahu jadwal konperensi pers. Ada yang
menduga itu ulah orang Bank Dunia yang di sini dan BI. Tapi
McNamara memang tak banyak bicara selama melakukan inspeksi
singkatnya ke beberapa daerah pertanian di Jawa Barat dan Timur
akhir pekan lalu.
KB Adalah 14?
Menumpang helikopter Puma punya Pelita Air Service, Presiden
Bank Dunia yang biasa dipanggil Bob itu berpakaian amat rileks:
kaos oblong merah merek Crocodile, celana abu-abu bergaris-garis
biru dan sepatu kanvas. Tanpa upacara resmi dan sedikit pidato,
McNamara yang didampingi Menteri Pertanian Sudarsono, meninjau
proyek irigasi tertier bantuan BD di desa Kabaropan, kabupaten
Cirebon. Di sebuah gubuk yang nampaknya baru dibangun, laki-laki
jangkung yang berkacamata putih kecil itu, duduk di antara para
petani penggarap. Dan lewat ir Wardoyo, Dirjen PertanLIn Tanaman
Pangan, ia banyak mengajukan pertanyaan.
Berapa rata-rata tanah yang dimiliki petani di sini? "Tak lebih
dari 0,7 Ha," kata beberapa orang yang ikut. Lalu dia menoleh ke
seorang penggarap, menanyakan berapa anaknya. Agak malu-malu,
laki-laki itu menjawab: "Ada 14 orang, Pak." Dan Bob Namara,
yang baru saja memuji program KB di Indonesia, jadi tersenyum
sambil geleng-geleng.
Setelah 75 menit di Cirebon, ia melanjutkan perjalanannya ke
kabupaten Kuningan, meninjau usaha kerajinan tangan dari bambu.
Kemudian terbang dengan heli Puma itu ke Surabaya. Di lapangan
terbang TNI-AU di Tanjun. Perak, hanya ada Gubernur Soenandar
dan dua pejabat lain. Sore, 12 Mei itu juga, selepas meninjau
program KB di Bojonegoro, McNamara melihat dua kampung di
Surabaya: kampung Perak Timur yang sudah dipermak dan Wonokusumo
yang masih asli.
Berbeda dengan di Cirebon, selama di Surabaya McNamara tak
banyak bicara. Tapi dengan sigapnya, tokoh yang biasa keliling
inspeksi di Dunia Ketiga itu, berjalan kaki menelusuri gang-gang
sempit. Di kampung Wonokusumo yang becek, dia lebih banyak
mendengarkan penjelasan daripada bertanya. Sempat juga dia
menyelusup ke jepitan rumah-rumah reot untuk melihat sumur
penduduk. Melewati anak kecil yang sedang telanjang mandi,
Presiden Bank Dunia itu juga seperti tidak kaget ketika menunduk
di bawah jemuran kepalanya menyundul sebuah BH hitam.
Gubernur Soenandar Priyosudarmo pasti banyak bicara dengan
McNamara. Beberapa jam sebelum McNamara tiba di Jakarta,
Gubernur Jawa Timur setelah setengah hari masuk keluar kampung
dan gang, mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan Akan meninjau
kembali proyek perbaikan kampung dengan kredit Bank Dunia.
Menurut gubernur, kredit itu akan memberatkan AP BD di masa
mendatang. "Dan lagi tak mendidik masyarakat untuk
bergotong-royong," katanya.
Lalu Soenandar menunjuk perbaikan kampung di Malang yang
berjalan lancar meskipun tanpa kredit Bank Dunia. "Dari 30
kampung yang ada tinggal 3 kampung yang masih belum baik," ujar
Kol. R. Soegijono, walikota Malang. Dari 6 kampung yang ditinjau
gubernur, semuanya memang tampak mulus. Gang-gang kecil yang
biasanya becek, sekarang sudah beraspal atau disemen.
Sinyalemen Gubernur Soenandar itu memang patut diperhatikan oleh
semua orang yang ingin prihatin terhadap hutang yang makin besar
itu. Patut dicatat jumlah pinjaman Bank Dunia kepada Indonesia
sampai tahun anggaran sekarang ini akan mencapai $2,5 milyar,
yang menjadikan Indonesia negara terbesar keempat penerima
hutang Bank Dunia. Sejumlah $900 juta atau sepertiganya tertuju
pada proyek pertanian dan pembangunan desa.
Salah satu proyek yang ambisius dari lank Dunia adalah proyek
transmigrasi. Terbesar dalam sejarah bantuan Indonesia, dan
merupakan prioritas dalam Pelita III, proek itu diperkirakan
akan menelan $ 1.6 milyar. Dan pemerintah Indoncsia hanya
menyanggupi menyediakan dana $600 juta. Bank Dunia dalam pesan
resminya kepada pemerintah tahun lalu menyatakan sanggup
menyediakan yang $1 milyar. Kalau sampai terjadi, itulah
merupakan proyek bantuan yang paling besar yang pernah diberikan
Bank Dunia di manapun.
Tak heran kalau timbul pro dan kontra dalam tubuh lembaga
internasional yang berpusat di Washington DC itu. Yang tak
setuju beranggapan, selain terlalu ambisius, proyek itu tidak
realistis: Pemindahan 500.000 KK atau 2,5 juta manusia ke luar
Jawa. Mereka mengemukakan selama Pelita II tadinya direncanakan
pemindahan 250 ribu KK, lalu dirubah menjadi 100 ribu, tapi
kemudian diperkecil menjadi 55.000 KK. Tapi yang pro beranggapan
bila Bank Dunia tak memenuhi janjinya, itu akan berakibat kurang
baiknya hubungan dengan Indonesia.
Kedua kubu dalam Bank Dunia itu sudah mengemukakan argumennya
masing-masing kepada McNamara. Sebegitu jauh belum diketahui
pendirian Presiden Bank Dunia itu. Tapi, seperti kata Menteri
Muda Transmigrasi Martono kepada TEMPO menjelang kedatangan
McNamara, "telah dicapai kesepakatan antara keduanya."
McNamara Senin kemarin memang terbang ke Palembang, meninjau
proyek transmigrasi di Baturaja dan Pematang Panggang. Presiden
Soeharto yang mengawasi sendiri rencana besar itu dan Presiden
Bank Dunia memang akan menetapkan keputusan akhir. Bisa
dimengerti sewaktu kedua pemimpin itu bertemu, tak ada hal yang
lebih penting, selain membicarakan bagaimana memindahkan
setengah juta orang Jawa setiap tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini