Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bob Di Sawah-sawah

Presiden Bank Dunia Mcnamara mengadakan inspeksi ke Ja-bar & Ja-tim. Gub. Sunandar akan meninjau kembali proyek dengan kredit Bank Dunia. Rencana proyek transmigrasi akan menambah beban hutang. (eb)

19 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA Presiden Bank Dunia naik mimbar di Sidang UNCTAD V di Manila 9 Mei pagi lalu, wajahnya tampak tidak berseri. Suaranya yang lunak itu terdengar keras ketika dalam pidatonya yang panjang itu, dia mengeritik negara-negara kaya. "Kenaikan yang nampak dalam proteksionisme di negara-negara industri sejak 1976 mencerminkan usaha dari kelompok-kelompok kepentingan khusus yang terorganisir . . . " Siangnya, dengan menumpang pesawat PAL, ia terbang ke Jakarta dalam kelas ekonomi -- bukan kelas I. "Ke mana pun ia terbang, selalu naik kelas ekonomi," kata Jean Baneth, kepala misi Bank Dunia di Jakarta. Kedatangan Presiden Bank Dunia ke Indonesia kali ini, setelah tertunda satu bulan, agaknya bukan kebetulan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, di tahun 1968 dan 1974, kali ini kunjungannya sedikit diliputi misteri. Bank Indonesia sebagai tuan rumah selama Presiden McNamara di sini tak mengedarkan agenda yang jelas. Sarnpai Senin sore kemarin, sehari sebelum dia bertolak melanjutkan perjalanannya, BI belum bisa memberi tahu jadwal konperensi pers. Ada yang menduga itu ulah orang Bank Dunia yang di sini dan BI. Tapi McNamara memang tak banyak bicara selama melakukan inspeksi singkatnya ke beberapa daerah pertanian di Jawa Barat dan Timur akhir pekan lalu. KB Adalah 14? Menumpang helikopter Puma punya Pelita Air Service, Presiden Bank Dunia yang biasa dipanggil Bob itu berpakaian amat rileks: kaos oblong merah merek Crocodile, celana abu-abu bergaris-garis biru dan sepatu kanvas. Tanpa upacara resmi dan sedikit pidato, McNamara yang didampingi Menteri Pertanian Sudarsono, meninjau proyek irigasi tertier bantuan BD di desa Kabaropan, kabupaten Cirebon. Di sebuah gubuk yang nampaknya baru dibangun, laki-laki jangkung yang berkacamata putih kecil itu, duduk di antara para petani penggarap. Dan lewat ir Wardoyo, Dirjen PertanLIn Tanaman Pangan, ia banyak mengajukan pertanyaan. Berapa rata-rata tanah yang dimiliki petani di sini? "Tak lebih dari 0,7 Ha," kata beberapa orang yang ikut. Lalu dia menoleh ke seorang penggarap, menanyakan berapa anaknya. Agak malu-malu, laki-laki itu menjawab: "Ada 14 orang, Pak." Dan Bob Namara, yang baru saja memuji program KB di Indonesia, jadi tersenyum sambil geleng-geleng. Setelah 75 menit di Cirebon, ia melanjutkan perjalanannya ke kabupaten Kuningan, meninjau usaha kerajinan tangan dari bambu. Kemudian terbang dengan heli Puma itu ke Surabaya. Di lapangan terbang TNI-AU di Tanjun. Perak, hanya ada Gubernur Soenandar dan dua pejabat lain. Sore, 12 Mei itu juga, selepas meninjau program KB di Bojonegoro, McNamara melihat dua kampung di Surabaya: kampung Perak Timur yang sudah dipermak dan Wonokusumo yang masih asli. Berbeda dengan di Cirebon, selama di Surabaya McNamara tak banyak bicara. Tapi dengan sigapnya, tokoh yang biasa keliling inspeksi di Dunia Ketiga itu, berjalan kaki menelusuri gang-gang sempit. Di kampung Wonokusumo yang becek, dia lebih banyak mendengarkan penjelasan daripada bertanya. Sempat juga dia menyelusup ke jepitan rumah-rumah reot untuk melihat sumur penduduk. Melewati anak kecil yang sedang telanjang mandi, Presiden Bank Dunia itu juga seperti tidak kaget ketika menunduk di bawah jemuran kepalanya menyundul sebuah BH hitam. Gubernur Soenandar Priyosudarmo pasti banyak bicara dengan McNamara. Beberapa jam sebelum McNamara tiba di Jakarta, Gubernur Jawa Timur setelah setengah hari masuk keluar kampung dan gang, mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan Akan meninjau kembali proyek perbaikan kampung dengan kredit Bank Dunia. Menurut gubernur, kredit itu akan memberatkan AP BD di masa mendatang. "Dan lagi tak mendidik masyarakat untuk bergotong-royong," katanya. Lalu Soenandar menunjuk perbaikan kampung di Malang yang berjalan lancar meskipun tanpa kredit Bank Dunia. "Dari 30 kampung yang ada tinggal 3 kampung yang masih belum baik," ujar Kol. R. Soegijono, walikota Malang. Dari 6 kampung yang ditinjau gubernur, semuanya memang tampak mulus. Gang-gang kecil yang biasanya becek, sekarang sudah beraspal atau disemen. Sinyalemen Gubernur Soenandar itu memang patut diperhatikan oleh semua orang yang ingin prihatin terhadap hutang yang makin besar itu. Patut dicatat jumlah pinjaman Bank Dunia kepada Indonesia sampai tahun anggaran sekarang ini akan mencapai $2,5 milyar, yang menjadikan Indonesia negara terbesar keempat penerima hutang Bank Dunia. Sejumlah $900 juta atau sepertiganya tertuju pada proyek pertanian dan pembangunan desa. Salah satu proyek yang ambisius dari lank Dunia adalah proyek transmigrasi. Terbesar dalam sejarah bantuan Indonesia, dan merupakan prioritas dalam Pelita III, proek itu diperkirakan akan menelan $ 1.6 milyar. Dan pemerintah Indoncsia hanya menyanggupi menyediakan dana $600 juta. Bank Dunia dalam pesan resminya kepada pemerintah tahun lalu menyatakan sanggup menyediakan yang $1 milyar. Kalau sampai terjadi, itulah merupakan proyek bantuan yang paling besar yang pernah diberikan Bank Dunia di manapun. Tak heran kalau timbul pro dan kontra dalam tubuh lembaga internasional yang berpusat di Washington DC itu. Yang tak setuju beranggapan, selain terlalu ambisius, proyek itu tidak realistis: Pemindahan 500.000 KK atau 2,5 juta manusia ke luar Jawa. Mereka mengemukakan selama Pelita II tadinya direncanakan pemindahan 250 ribu KK, lalu dirubah menjadi 100 ribu, tapi kemudian diperkecil menjadi 55.000 KK. Tapi yang pro beranggapan bila Bank Dunia tak memenuhi janjinya, itu akan berakibat kurang baiknya hubungan dengan Indonesia. Kedua kubu dalam Bank Dunia itu sudah mengemukakan argumennya masing-masing kepada McNamara. Sebegitu jauh belum diketahui pendirian Presiden Bank Dunia itu. Tapi, seperti kata Menteri Muda Transmigrasi Martono kepada TEMPO menjelang kedatangan McNamara, "telah dicapai kesepakatan antara keduanya." McNamara Senin kemarin memang terbang ke Palembang, meninjau proyek transmigrasi di Baturaja dan Pematang Panggang. Presiden Soeharto yang mengawasi sendiri rencana besar itu dan Presiden Bank Dunia memang akan menetapkan keputusan akhir. Bisa dimengerti sewaktu kedua pemimpin itu bertemu, tak ada hal yang lebih penting, selain membicarakan bagaimana memindahkan setengah juta orang Jawa setiap tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus