PEKAN lalu, selama dua hari bertumt-turut, PT Sistim Komunikasi
Nusantara (SKN) melakukan demonstrasi penggunaan stasiun bumi
kecil (SBK) dalam rangka sistim komunikasi satelit domestik di
Kualalumpur, Malaysia. Demonstrasi semacam ini untuk pertama
kalinya dilakukan perusahaan ini di luar negeri.
Hasilnya? "Sukses, paling tidak secara tehnis," ujar Aburizal
Bakrie, 32 tahun, Direktur Utama PT SKN. Secara tehnis
demonstrasi itu memang berhasil. Hubungan telepon langsung
dengan menggunakan stasiun bumi itu antara Wapres Adam Malik di
Jakarta dengan Wakil PM Malaysia Datuk Mahathir di Kualalumpur
Senin pagi lalu berlangsung jelas. "Seolah bercakap di
sebelah dinding saja," komentar Mahathir pada TEMPO. Hingga
Aburizal berani menyimpulkan: "Ada pertanda kemungkinan Malaysia
membeli stasiun bumi ini lebih besar."
Didirikan Pebruari lalu, PT SKN merupakan usaha orang-orang
muda. Perusahaan ini terutama memasarkan hasil produksi PT Radio
Frequency Communication (RFC) yang berlokasi di Bandung. "Kami
bermaksud memusatkan RFC hanya pada produksi saja. Untuk
memperluas pemasaran, bekerja sama dengan beberapa kawan
dibentuklah PT SKN," ujar Hardianto Kamarga, 32 tahun, Dir-Ut PT
RFC yang dalam PT SKN duduk sebagai Komisaris Utama. Lulusan ITB
jurusan Elektro pada 1971 ini menjabat Presiden Direktur RFC
sejak Nopember lalu. Perusahaannya terutama bekerja atas pesanan
dan menghasilkan peralatan elektronis dan sistim telekomunikasi.
"Kami memproduksi bukan berdasar lisensi, tapi kami membeli
tehnologi ini dari perusahaan asing," kata Hardianto. Hingga
didapat kebebasan lebih besar termasuk membuat disain baru. Saat
ini sebagian produksi masih berupa asembling, tapi persentase
imbangan yang dibuat sendiri makin membesar dari tahun ke tahun.
Dengan jumlah karyawan 160 orang, RFC yang didirikan dengan
fasilitas PMDN pada 1969 ini merupakan satu-satunya perusahaan
dalam negeri dalam bidang produksi sistim telekomunikasi.
Sebagian besar produksinya dipergunakan oleh instansi
pemerintah seperti Departemen Keuangan, PLN Jawa Barat, Pemda
DKI dan Jawa Barat dan juga Ditjen Telkom. Dengan jumlah
penjualan sekitar Rp 500 juta per tahun, usaha pribumi ini cukup
maju. PT ini misalnya telah membangun 9 SBK untuk Hankam di
berbagai tempat di Indonesia.
Bilyar
Usaha memasarkan SBK ke Malaysia merupakan usaha memasarkan
hasil tehnologi tinggi ke luar negeri kedua setelah PT Nurtanio
berhasil menjual pesawat terbang dan helikopternya ke beberapa
negara asing. Mengapa Malaysia? Ini timbul setelah PM
Hussein Onn dalam pertemuannya dengan Presiden Soeharto di
Yogyakarta Maret lalu menyatakan niat Malaysia untuk menyewa
satelit Palapa. Gagasan ini makin berkembang setelah delegasi
HIPMI di bawah Abdul Latief Maret lalu berkunjung ke sana.
Dengan cepat rencana segera disusun. Bekerja sama den'gan usaha
bumiputera Sanshiba Electronics Berhad milik Tunku Iskandar,
dalam waktu kurang dari 2 minggu demonstrasi dipersiapkan.
"Kami tak mungkin berhasil tanpa pengertian dan bantuan
pemerintah," cerita Aburizal dan Hardianto. Untuk mengangkut
stasiun bumi dan perlengkapannya termasuk antena parabol 5 meter
disewa pesawat Hercules dari AURI. Ditjen Bea Cukai membantu
dengan bersedia memeriksa barang yang akan diangkut ke luar
negeri di tempat pemberangkatannya di Bandung. Ditjen Telekom
membantu beberapa tenaga ahli termasuk kehadiran Dirjen Telkom
Mayjen Suriadi di Kualalumpur.
Malaysia sendiri seperti juga Indonesia untuk komunikasi
internasionalnya menyewa satelit Intelsat dari ITT di samping
menggunakan sistim kabel laut. "Kalau akan menggunakan Palapa,
itu sebagai pelengkap dari sistim yang sudah ada, terutama
untuk tempat-tempat terpencil yang belum ada infra-strukturnya,"
kata Mahathir. Saat ini Malaysia sedang mempelajari kemungkinan
penggunaan stasiun bumi kecil ini dalam rangka rencananya
menyewa Palapa. Pada taraf pertama diperkirakan Malaysia akan
membangun sekitar 10 stasiun bumi ini. Harga stasiun bumi
produksi RFC ini antara Rp 100-Rp 125 juta. Pejabat-pejabat
Malaysia tampaknya cukup terkesan pada demonstrasi ini. "Sya
tak mengira Indonesia mempunyai kebolehan dan kecakapan seperti
ini," kata seorang pengunjung demonstrasi.
Biaya demonstrasi di Kualalumpur dan juga di Bangkok yang akan
dilakukan akhir bulan ini adalah sekitar Rp 50 juta. Apakah
biaya promosi ini akan bisa kembali? "Kalau dimisalkan main
bilyar, bola sasaran kami yang pertama adalah dalam negeri, yang
berikutnya baru luar negeri," kata Aburizal. Maksudnya pasaran
utama yang lebih besar ada di Indonesia. Lalu apa guna segala
promosi di luar negeri ini? "Supaya dalam negeri yakin bahwa
produksi kami bermutu tinggi tidak kalah dengan produksi asing.
Kalau melihat negara lain mau membeli produksi kita, mereka
akan bisa lebih yakin," tutur Aburizal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini