Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bogem Mentah Martono

Trayek Tanjung Pinang-Singapura sering disalah gunakan. Feri dipakai untuk berdagang dan membawa barang selundupan. Martono Sukastowo, kepala inspeksi BC yang baru, bertindak tegas terhadap mereka.

16 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TRAYEK Tanjungpinang - Singapura hingga belum lama berselang sangat menguntungkan. Kapal penumpang, di sebut feri, telah muncul tiap 3 bulan sekali, hingga sudah ada belasan buah jumlahnya dalam dua tahun terakhir. Feri itu berangkat hari ini, bermalam di Singapura, kembali lusa ke Tanjungpinang. Lama perjalanan sekitar 5 jam umumnya, tergantung kondisi kapalnya. Ada feri berasal dari kapal barang yang dipermak, mampu membawa 50 penumpang, tapi badan tersiksa dibikinnya. Feri yang dari semula dibikin sebagai kapal penumpang memang tidak banyak, antara lain: Kartika 17, Aneka, Adil Baru, Laju Lima, dan Yala Ekspres I. Ada pula kapal patroli Bea Cukai atau bekas kapal perang yang disulap menjadi feri. Banyak feri yang muncul bukan karena ramai penumpang. Belum pernah melampaui angka 2000 orang per bulan yang menempuh trayek itu. Tiap feri sekali jalan paling banter mengangkut 20 penumpang. Jika per kepala bayar Rp 4500, sekali jalan tiap feri tidak bisa menarik Rp 100.000, padahal biaya operasinya mencapai Rp 200.000. Bagaimana bisa beruntung? Bisnis feri ini, menurut Imam Sudrajad, "punya rahasia dagang sendiri". Sudrajad, ketua DPC Insa (asosiasi pelayaran nasional) untuk Riau, mengageni 2 feri terbilang baik. Bea Cukai Tanjungpinang kini sedang menembus rahasia itu. Akibatnya, jika BC tetap galak, jumlah feri mungkin akan berangsur susut, tinggal 3 atau 4 saja, dan pengusaha tulen seperti Sudrajad saja yang tampaknya bisa bertahan. Biasanya, awak kapal dibolehkan membawa 5 atau 6 koli barang. Semua lolos, hingga bupati Firman Eddy pernah mengeluh: "Terlalu banyak yang cari makan dari pelabuhan (Tanjungpinang) ini". Kelonggaran itu membuat awak kapal berdagang, membawa berbagai barang dari Singapura. Kancing baju, payung, tekstil, onderdil mobil, barang elektronik. makanan kaleng dan apa saja yang bisa laku di kota besar semua itu masuk ke Tanjungpinang tanpa pajak impor. Maka feri pun tetap berangkat walaupun dengan 5 penumpang saja, tapi dengan jumlah awak kapal yang berlebihan. Pernah disinyalir rata-rata 60 ton barang masuk per minggu via awak kapal. Banyak barang itu akhirnya mengalir ke Jakarta antara lain via para penumpang Km Tampomas. Tapi sekarang tidak bisa lagi demikian. Kini di Tanjungpinang, ada Martono Sukastwo ebagai Kepala Inspeksi BC yang baru.Sejak dilantik (19 Pebruari 1977), Martono dikenal "bertangan besi". Tentang betapa galaknya orang ini, TEMPO menerima laporan koresponden Rida K. Liamsi. Dari Tanjungpinang Liarnsi menulis: Kucing Langkah-langkah penertibannya cukup gencar. Adakalanya malah Martono turun langsung mengawasi feri yang masuk. Pernah feri "Tanjungpinang", bekas kapal perang yang dianggap punya bekking kuat, kena batunya dengan Martono. Seorang awak feri itu, karena kucing-kucingan menaiki pelabuhan, merasakan bogem mentah Martono. Tentu saja heboh. "Awak itu sudah keterlaluan", katanya kemudian. Bukan hanya awak feri, melainkan juga pegawai BC sendiri ditertibkannya. Martono, demikian komentar orang di luar pagar pabean, "tak mau kalau BC Tanjungpinang dipergunjingkan terus". Setiap Sabtu, jadwal Tampomas mudik ke lakarta, puluhan becak masih penuh dengan barang menuju pelabuhan. Karena tak lolos di meja pabean semua becak itu selalu memboyong kembali muatannya. Inang-inang, para penumpang merangkap pedagang berjemur mulai jam 9 pagi sampai pukul 4 sore. Mereka kini selalu kecewa. Tak heran belakangan ini jumlah penumpang Tampomas menyusut banyak. "Istirahat dulu", begitu reaksi mereka. Sejumlah feri yang selama ini mengandalkan kerja gelap-gelapan, kini mulai bersiap untuk dilabuhkan atau mengalihkan trayek ke tempat lain. Dan awak feri, yang masih berani berpraktek seperti dulu, kini sering menghadapi risiko barang mereka masuk ke gudang BC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus