TRAYEK Tanjungpinang - Singapura hingga belum lama berselang
sangat menguntungkan. Kapal penumpang, di sebut feri, telah
muncul tiap 3 bulan sekali, hingga sudah ada belasan buah
jumlahnya dalam dua tahun terakhir. Feri itu berangkat hari ini,
bermalam di Singapura, kembali lusa ke Tanjungpinang. Lama
perjalanan sekitar 5 jam umumnya, tergantung kondisi kapalnya.
Ada feri berasal dari kapal barang yang dipermak, mampu membawa
50 penumpang, tapi badan tersiksa dibikinnya. Feri yang dari
semula dibikin sebagai kapal penumpang memang tidak banyak,
antara lain: Kartika 17, Aneka, Adil Baru, Laju Lima, dan Yala
Ekspres I. Ada pula kapal patroli Bea Cukai atau bekas kapal
perang yang disulap menjadi feri.
Banyak feri yang muncul bukan karena ramai penumpang. Belum
pernah melampaui angka 2000 orang per bulan yang menempuh trayek
itu. Tiap feri sekali jalan paling banter mengangkut 20
penumpang. Jika per kepala bayar Rp 4500, sekali jalan tiap feri
tidak bisa menarik Rp 100.000, padahal biaya operasinya mencapai
Rp 200.000. Bagaimana bisa beruntung?
Bisnis feri ini, menurut Imam Sudrajad, "punya rahasia dagang
sendiri". Sudrajad, ketua DPC Insa (asosiasi pelayaran nasional)
untuk Riau, mengageni 2 feri terbilang baik. Bea Cukai
Tanjungpinang kini sedang menembus rahasia itu. Akibatnya, jika
BC tetap galak, jumlah feri mungkin akan berangsur susut,
tinggal 3 atau 4 saja, dan pengusaha tulen seperti Sudrajad saja
yang tampaknya bisa bertahan.
Biasanya, awak kapal dibolehkan membawa 5 atau 6 koli barang.
Semua lolos, hingga bupati Firman Eddy pernah mengeluh: "Terlalu
banyak yang cari makan dari pelabuhan (Tanjungpinang) ini".
Kelonggaran itu membuat awak kapal berdagang, membawa berbagai
barang dari Singapura. Kancing baju, payung, tekstil, onderdil
mobil, barang elektronik. makanan kaleng dan apa saja yang bisa
laku di kota besar semua itu masuk ke Tanjungpinang tanpa pajak
impor. Maka feri pun tetap berangkat walaupun dengan 5 penumpang
saja, tapi dengan jumlah awak kapal yang berlebihan. Pernah
disinyalir rata-rata 60 ton barang masuk per minggu via awak
kapal. Banyak barang itu akhirnya mengalir ke Jakarta antara
lain via para penumpang Km Tampomas. Tapi sekarang tidak bisa
lagi demikian.
Kini di Tanjungpinang, ada Martono Sukastwo ebagai Kepala
Inspeksi BC yang baru.Sejak dilantik (19 Pebruari 1977),
Martono dikenal "bertangan besi". Tentang betapa galaknya orang
ini, TEMPO menerima laporan koresponden Rida K. Liamsi. Dari
Tanjungpinang Liarnsi menulis:
Kucing
Langkah-langkah penertibannya cukup gencar. Adakalanya malah
Martono turun langsung mengawasi feri yang masuk. Pernah feri
"Tanjungpinang", bekas kapal perang yang dianggap punya
bekking kuat, kena batunya dengan Martono. Seorang awak feri
itu, karena kucing-kucingan menaiki pelabuhan, merasakan bogem
mentah Martono. Tentu saja heboh. "Awak itu sudah keterlaluan",
katanya kemudian.
Bukan hanya awak feri, melainkan juga pegawai BC sendiri
ditertibkannya. Martono, demikian komentar orang di luar pagar
pabean, "tak mau kalau BC Tanjungpinang dipergunjingkan terus".
Setiap Sabtu, jadwal Tampomas mudik ke lakarta, puluhan becak
masih penuh dengan barang menuju pelabuhan. Karena tak lolos di
meja pabean semua becak itu selalu memboyong kembali muatannya.
Inang-inang, para penumpang merangkap pedagang berjemur mulai
jam 9 pagi sampai pukul 4 sore. Mereka kini selalu kecewa. Tak
heran belakangan ini jumlah penumpang Tampomas menyusut banyak.
"Istirahat dulu", begitu reaksi mereka.
Sejumlah feri yang selama ini mengandalkan kerja gelap-gelapan,
kini mulai bersiap untuk dilabuhkan atau mengalihkan trayek ke
tempat lain. Dan awak feri, yang masih berani berpraktek seperti
dulu, kini sering menghadapi risiko barang mereka masuk ke
gudang BC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini