Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bola Panas Sekretaris Menteri

Perombakan di Kementerian Negara BUMN menimbulkan gejolak. Sejumlah deputi mengundurkan diri.

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesan pendek itu mampir di telepon seluler semua deputi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Harap mempersiapkan bahan dan hadir dalam rapat kerja dengan menteri. Pengirimnya Richard Claproth, pelaksana harian sementara Sekretaris Menteri Negara BUMN. Pesan lewat SMS itu hanya satu dari sekian banyak "perintah" yang membuat mangkel para deputi. "Dia itu siapa, diangkat saja belum, sudah main perintah-perintah. Pake sms pula," kata seorang deputi yang tidak mau disebut namanya.

Pak Deputi juga mempersoalkan surat Richard Claproth tertanggal 7 Desember 2004 tentang data anggaran/satuan tiga Kementerian BUMN ke DPR. "Surat itu cacat hukum," katanya. Sebagai pejabat sementara, kata Deputi tadi, Claproth tak berhak mengeluarkan surat ke lembaga lain. Jhony Allen Marbun, Anggota Komisi BUMN DPR, juga mengatakan surat itu tak sah karena Claproth bukan sekretaris menteri, tapi hanya pelaksana harian.

Asisten Menteri Koordinator Perekonomian zaman Presiden Abdurrahman Wahid ini sekarang memang menjadi sorotan seantero kantor Kementerian BUMN di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Bukan cuma perkara sepele seperti SMS atau urusan administratif seperti surat-menyurat. Tapi Claproth diperbincangkan karena berbagai soal yang jauh lebih gawat: perombakan besar-besaran kantor Kementerian BUMN.

Sumber Tempo mengungkapkan bahwa Claproth-lah sang master di balik rencana besar itu. Salah satunya menyangkut rencana pembentukan badan pengelola BUMN, semacam perusahaan induk tempat semua firma negara bermuara ke holding. Perusahaan negara dengan aset Rp 1.200 triliun itu akan dibagi dalam 12 kelompok, masing-masing akan dipimpin seorang direktur eksekutif. "Sepertinya ingin meniru Temasek milik pemerintah Singapura," kata sumber itu.

Menteri Negara BUMN nantinya juga akan menjadi kepala badan pengelola. Itu berarti, dia akan mempunyai dua taring kuat, sebagai regulator dan operator. Sebagai menteri, Sugiharto akan dibantu empat deputi yang tugasnya condong hanya sekadar mengurusi administrasi. Sementara itu, pengelolaan BUMN akan diserahkan ke para direktur eksekutif.

Konsep itu kabarnya sudah diajukan ke Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN). Dokumen monitoring pelaksanaan agenda 100 hari Kementerian BUMN yang didapat majalah ini menunjukkan pembicaraan antara dua kementerian itu sudah dilakukan. Namun sejauh ini belum ada kesepakatan. Kementerian PAN menolak karena sistem itu akan membuat kantor Menteri BUMN gemuk, sehingga memberatkan anggaran.

Konsep yang dibuat konsultan di zaman Tanri Abeng sebagai Menteri Negara BUMN itu kini seperti bola panas yang menimbulkan gejolak. Bagaimanapun, jika diterapkan, konsep baru itu akan berbeda 180 derajat dari yang sekarang berlaku. Saat ini, para deputi merupakan perpanjangan tangan Menteri Negara BUMN. Mereka terlibat dalam banyak hal, mulai dari soal kinerja BUMN sampai pergantian manajemen BUMN.

Tak mengherankan jika banyak pejabat Kementerian Negara BUMN yang lama mundur. Setelah Bacelius Ruru mundur dari jabatannya sebagai Sekretaris Menteri BUMN, sejumlah deputi ikut mundur. Sampai pekan lalu, tercatat tiga deputi menyatakan mundur atau pensiun. Mereka adalah Deputi Bidang Perbankan, Jasa Keuangan, Konstruksi, dan Jasa Lainnya Suad Husnan; Deputi Bidang Logistik dan Pariwisata Ferdinand Nainggolan; dan Deputi Bidang Usaha Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan, Muwardi Simatupang.

Hanya dua deputi yang bertahan, yakni Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi Lainnya, Roes Aryawijaya; dan Deputi bidang Restrukturisasi/Privatisasi Mahmudin Yasin. Sebenarnyalah, mereka juga sudah menyatakan ingin keluar. Namun Sugiharto mempertahankan mereka karena masih membutuhkan tenaga keduanya dalam penyelesaian kasus Cemex dan Semen Gresik.

Richard Claproth tentu saja tak mau dituding sebagai penyebab mundurnya para deputi. Mundurnya para deputi, kata Claproth, karena permintaan mereka sendiri. Mereka keluar karena tak mau menjadi batu sandungan bagi menteri baru. Claproth, yang pernah menjadi dosen tamu di Universitas Brandies, Amerika, juga menyatakan bahwa dia ditunjuk Menteri Sugiharto untuk menduduki jabatannya yang sekarang.

Dia mengatakan bahwa Menteri Negara BUMN sudah mengajukan namanya ke Presiden dengan tembusan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Tapi keputusan belum turun. Menurut Claproth, keputusan tersebut tersendat karena tim penilai jabatan di Kementerian PAN belum terbentuk. "Bukan ditolak, lha wong tim penilainya belum dibentuk, kok."

Kendati belum diangkat secara resmi, Richard Claproth menolak tudingan bahwa dia melampaui wewenangnya. Dengan surat keputusan pengangkatan diteken menteri, bukan presiden, Claproth menyadari bahwa ada limitasi yang tak bisa dilanggar. Dia, misalnya, tahu persis tidak boleh menandatangani surat yang mengakibatkan keluarnya uang seperti mengangkat komisaris dan direksi. "Kalau sifatnya informasi, ya boleh saja toh," katanya. Surat kepada DPR itu isinya menginformasikan kebutuhan anggaran kementerian negara pada 2005.

Claproth yang banyak "ditembak" juga membantah telah mengajukan konsep holding ke Menteri PAN. "Baru wacana," katanya. Walau demikian, katanya, draf itu layak dipertimbangkan karena diyakini bisa memajukan perusahaan negara. Konsep itu mengacu pada bentuk sebelumnya seperti pada Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Dia menjelaskan bahwa pembentukan badan pelaksana bisa menghindari konflik kepentingan antara menteri sebagai pembuat kebijakan dan pelaksananya. Jika badan pelaksana berkembang, kementeriannya bisa dihapus. Itu yang terjadi dengan BKPM. Ketika Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah berjalan, pos Menteri Investasi dihapus. Kementerian BUMN sangat strategis sehingga harus dijaga dari berbagai benturan kepentingan. Selama ini konflik kepentingan sarat terjadi antara menteri dan deputinya.

Claproth mengambil contoh perusahaan induk pelat merah di Singapura, Temasek. Mereka mempunyai satu badan yang bertugas membuat kebijakan. Pelaksananya adalah lembaga lain yang terpisah dari pembuat kebijakan. Dia yakin, jika ini diterapkan di Indonesia, Kementerian BUMN tidak diperlukan lagi. BUMN juga tidak akan menjadi sapi perah dan menjadi titipan partai politik.

Meski banyak yang menentang konsep holding itu, Claproth yakin ini bukan mimpi. Sistem ini dapat dijalankan di Malaysia dan Singapura. Ini juga bukan taktik bagi-bagi jabatan karena proses rekrutmennya akan transparan. Dia juga menolak ini tidak efisien. Produktif atau efisiennya sebuah sistem bukan karena ukuran lembaga. Terkadang, katanya, produktivitas dan efisiensi memerlukan pelebaran organisasi.

Paradigma tentang perusahaan milik negara, katanya, harus diubah total. Pengangkatan komisaris dan direksi harusnya tidak sekadar asal comot. Mereka akan diuji kelayakannya dan diikat kontrak kinerja. "Ganjarannya jelas," katanya. Sebagai kompensasi, haram hukumnya menteri melakukan intervensi.

Leanika Tanjung, Erwin Dariyanto, Febrina Siahaan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus