Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Buang Jauh Mimpi itu

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jargon world class company yang diusung Widya Purnama makin hari terbukti kian tak bertaji. Janji Direktur Utama PT Pertamina yang dilantik Agustus lalu itu ibarat pepesan kosong. Bagaimana tidak. Pertamina yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia energi harus menyerah kalah melawan perusahaan yang baru gede, StarEnergy. Pertamina gagal mendapatkan 100 persen saham Magma Nusantara Limited, pemilik pembangkit listrik Wayang Windu.

Padahal pembangkit listrik tenaga panas bumi ini sangat menguntungkan. Saat ini, pembangkit berkapasitas 220 megawatt (MW) itu sudah mengoperasikan unit I (110 MW) sejak Juni 2000 dan sedang menyelesaikan unit II. Unit kedua ini diperkirakan bisa beroperasi secara komersial pada 2006. Pemilik Wayang Windu pun masih punya ruang untuk menaikkan kapasitas pembangkitnya karena potensi panas bumi yang ada di kawasan Pengalengan, Bandung Selatan, ini mampu menghidupi pembangkit listrik sampai 460 MW.

Dari unit I saja, Pertamina sebetulnya bisa mengantongi pendapatan sekitar US$ 2,2 juta per tahun—harga jual menurut kesepakatan dengan PLN US$ 4,367 sen. Belum lagi jika unit II sudah beroperasi. Terang saja banyak pihak yang berang. Roes Ariwijaya, Komisaris Pertamina, mengatakan bahwa dewan komisaris dalam rapat rutin bulanan Kamis pekan lalu meminta direksi memberikan penjelasan tertulis perihal kekalahan tersebut. "Rencana itu kan sudah disetujui dalam rapat umum pemegang saham pada awal tahun ini," kata Roes.

Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Saleh A. Malik, lebih tegas lagi. Menurut dia, kekalahan ini merupakan kesalahan direksi karena pada akhir Desember tahun lalu Pertamina sebetulnya sudah setuju membeli Wayang Windu dengan harga US$ 197 juta. Namun, gara-gara pengambilan keputusannya ditunda-tunda terus, Wayang Windu akhirnya lepas dari tangan. Meskipun demikian, kata Wakil Direktur Utama Pertamina, Mustiko Saleh, konsultan Pertamina menghitung nilai Wayang Windu yang wajar sekitar US$ 170 juta. "Ini bukan soal kalah sama anak bawang. Kita memang mampunya ya segitu," katanya.

Anehnya, Widya sendiri belum mau mengaku kalah. Dengan nada tinggi, Widya mengatakan bahwa perusahaannya belum menerima keputusan Deutsche Bank yang menyatakan Star sebagai pemenangnya. "Siapa yang kalah? Star bilang menang, terserah saja. Yang jelas kami belum menerima suratnya," kata bekas Direktur Utama Indosat ini. Direktur Hulu Pertamina Hari Kustoro pun senyanyian dengan bosnya. "Pertamina sudah mengirim surat ke Deutsche untuk meminta klarifikasi soal kemenangan StarEnergy," katanya.

Namun surat Pertamina tampaknya akan sia-sia belaka. Selain keuntungan ekonomi yang bakal menguap, Pertamina pun kehilangan peluang mendapat dana pembangunan gratis dari program Clean Development Mechanism (CDM) senilai US$ 25 juta. Dana itu antara lain disediakan oleh lembaga donor asal Belanda, Cerupt. Program ini dirilis negara-negara maju untuk mengurangi emisi dunia dengan cara ikut membiayai proyek-proyek energi yang ramah lingkungan di negara berkembang.

Selain itu, untuk mendapatkan fasilitas tersebut, pemerintah tempat proyek itu berlokasi harus sudah meratifikasi Protokol Kyoto. Dan kebetulan, Oktober lalu, pemerintah sudah meratifikasi Protokol Kyoto dengan UU No. 17/2004. Sayangnya, berbagai keuntungan itu justru dinikmati perusahaan swasta, bukan Pertamina, yang jelas-jelas sudah mendapat amanat pemerintah untuk mengakuisisi Wayang Windu. Karena itu, sebaiknya Pertamina membuang jauh-jauh mimpinya menjadi perusahaan kelas dunia. Di negeri sendiri saja keok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus