Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bos Besar dan Calon Bintang

The Apprentice Indonesia, reality show mencari pebisnis tangguh. Tidak orisinal, tapi cukup menggiurkan dengan iming-iming gaji Rp 600 juta setahun.

7 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Franky Nyoto beberapa kali menjerit kesakitan. Pria 24 tahun ini rela dicabuti bulu kakinya alias diwaxing. Mimik manajer pemasaran perusahaan otomotif asal Surabaya itu lucu. Sesekali menarik napas panjang, matanya merem-melek menahan sakit. Franky harus ”berpose” di depan kamera, meskipun saat bulu kakinya dicabuti.

Itu adalah adegan penyegar dalam acara reality show bertajuk The Apprentice Indonesia, yang disiarkan Indosiar. Panggung realitas ini—lagi-lagi—adalah versi Indonesia dari The Apprentice Amerika Serikat. Ceritanya, Peter F. Gontha, pemilik beberapa perusahaan seperti perhotelan, resor, stasiun televisi, dan bahan kimia, mencari orang yang cocok ditempatkan sebagai petinggi perusahaan bergaji Rp 600 juta setahun.

Peserta disaring ketat, dari 5.500 pelamar menjadi 16 kandidat. Latar belakang pendidikan mereka beragam, ada yang lulusan perguruan tinggi lokal, ada juga yang made in luar negeri. Rata-rata pemagang sudah menjadi manajer suatu perusahaan. Bahkan ada direktur pemasaran yang pernah menetap 10 tahun di Australia, kontraktor dengan perusahaan beraset miliaran, direktur butik baju, koreografer busana, dan editor majalah. Demi menjadi pemenang, mereka rela meninggalkan pekerjaan selama masa karantina. Bedanya, reality show ini tidak menggunakan cara menjaring suara dengan pesan pendek, melainkan melalui penilaian tim juri. Kandidat yang dinilai tidak mampu akan ”dipecat” bos Peter.

Tantangannya, para peserta harus mampu melakukan aktivitas jual-beli, mulai dari barang ecek-ecek hingga yang bernilai besar. Para pemagang, misalnya, ditantang berdagang es buah—adaptasi dari versi aslinya, yaitu berjualan es lemonade. Mereka dibagi dalam dua tim, yaitu PT Srikandi Indonesia untuk para peserta perempuan dan Grande Corporation bagi pria. Nah, strategi, hasil, dan etika mereka berjualan itulah yang dinilai.

Tim Srikandi menjual es buah eksklusif. Penjualnya dilengkapi alat komunikasi dan mobil. Mereka berpencar di beberapa pusat keramaian. Tapi, hingga pukul lima sore, hanya Rp 150 ribu yang dapat dikantongi. Lalu mereka mengubah strategi jual es buah berbungkus amal, yaitu setiap pembeli berarti menyumbang untuk pendidikan. Hasilnya lebih lumayan, dengan modal Rp 1 juta, uang masuk Rp 1.094. 243. Sedangkan tim Grande lebih sial. Mungkin karena tak kelihatan centil dan cantik, es buah mereka nyaris tak laku.

Di negara asalnya, The Apprentice yang diproduksi Mark Burnett—spesialis penggagas reality show tanpa naskah—adalah langganan peraih Emmy Award, penghargaan bergengsi di dunia pertelevisian dunia. Di AS, acara ini sudah masuk musim ketiga dan ditonton 28 juta orang. Tayangan yang menampilkan bos Donald Trump ini juga memikat penonton di Inggris, Yunani, Jerman, Brasil, Finlandia, Norwegia, dan Denmark. Di Indonesia, acara ini masih ditayangkan di Indosiar.

Tak ada jaminan Apprentice Indonesia akan sebergengsi aslinya. Sebab, bukan baru sekali ini televisi Indonesia menayangkan versi Indonesia panggung realitas yang di sana laku tapi hancur lebur di sini. Joe Millionaire Indonesia salah satu contohnya.

Direktur Program Indosiar Visual Mandiri, Triandy Suyatman, tentu saja berharap acara ini sukses. Maka, stasiun TV ini mengajak FremantleMedia Productions Asia untuk bekerja sama. ”Peter dipilih karena kedekatannya juga dengan dunia entertainment,” kata Hadi F. Daeli, Pejabat Hubungan Masyarakat FremantleMedia.

”Sudah saatnya ada tayangan bagus,” demikian alasan Peter, mantan bankir yang pernah menjadi pencuci kapal, sopir taksi, dan pelayan restoran. Dan Peter pun tampak menikmati peran sebagai bos besar. Dia menjanjikan kejutan-kejutan di episode selanjutnya dengan penampilannya yang lebih seram dan galak—seperti gaya Trump.

Peter juga cukup yakin para kandidat The Apprentice Indonesia akan laku di dunia bisnis. ”Banyak rekanan saya berminat. Pak Ciputra sudah minta kandidat untuk bekerja di perusahaannya,” katanya. Nah, akan bekerja di manakah sang pemenangnya? ”Itu belum diputuskan,” kata sang bos.

Evieta Fadjar P.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus