Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bukan kambing hitam?

BPPC mempersalahkan Sucofindo. harga cengkeh yang tinggi dan sistem bayar tunai telah mencelakakan beberapa pabrik rokok.

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kekuasaan menyangga cengkeh secara resmi telah berpindah ke pundak Inkud dan Puskud. Ini sesuai dengan keputusan pemerintah dua bulan lalu. Namun, dengan alih wewenang tidak berarti Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang dipimpin Tommy Soeharto tak lagi mempunyai peran. Badan ini masih tetap memegang monopoli pemasaran si emas cokelat, hingga stoknya yang 150 ribu ton terjual habis. Serentak dengan itu regulasi yang menyangkut pemesanan pita cukai juga masih berlaku. Produsen kretek yang hendak membeli pita cukai dari Ditjen Bea & Cukai terlebih dulu harus memiliki Tanda Bukti Penyerahan Cengkeh (TBPC) yang diterbitkan BPPC. Dokumen ini menjadi bukti bahwa produsen tidak membuat rokok dengan menggunakan "cengkeh gelap". Tak terduga, justru TBPC inilah yang pekan lalu menjadi picu peledak untuk berita negatif sekitar BPPC. Alkisah, pabrik rokok Jambu Bol terpaksa "meliburkan sementara" 4.850 karyawannya karena kesulitan pita cukai. Ini diungkapkan sendiri oleh Baedowi Ma'ruf, direktur produksi Jambu Bol. Akibatnya, Jambu Bol harus memberikan "uang tunggu" (kirakira sepekan lamanya) antara Rp 300 Rp 450 per hari untuk setiap karyawan. Belum lagi kerugian akibat produksi terhenti. Setiap hari, ratarata Jambu Bol memproduksi 5,5 juta batang yang dipasarkan di sebagian Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Menurut Baedowi, musibah ini terjadi akibat kelambatan BPPC. Katanya, produsen kretek biasa menerima delivery order dari BPPC sehari setelah kontrak pembelian diteken. Setelah itu, baru pihaknya akan menerima Surat Keterangan Asal Cengkeh (SKAC) dari Sucofindo. Nah, SKAC inilah yang kelak ditukarkan dengan TBPC dan berfungsi sebagai "pengantar" pembelian pita cukai. Sialnya, delivery order baru diterima 12 Juni, sementara kontrak pembelian sudah diteken 4 Juni. Kenapa? "Kabar yang saya dengar, gudang BPPC ditutup karena sedang melakukan stock opname. Entah sampai kapan," kata Baedowi. Tapi Sekjen BPPC Jantje Worotitjan menegaskan, kesalahan bukan pada BPPC. "Janganlah selalu mengambinghitamkan kami," katanya. Jantje mengakui bahwa pihaknya baru memberikan DO pada 12 Juni tak lain karena Jambu Bol baru melunasi sisa tunggakannya (Rp 916 juta) pada hari itu. Demi memperlancar kerja Jambu Bol, dua hari sebelumnya (10 Juni), BPPC juga telah menyerahkan delivery instruction (DI) kepada Sucofindo sebagai perusahaan surveyor. Entah kenapa, DI dari Sucofindo Pusat baru tiba di Lampung (tempat pengambilan cengkeh) pada 16 Juni 1992. Akibatnya, pengambilan cengkeh yang direncanakan Jambu Bol pada 15 Juni, batal. Jadi, "Kesalahan di pihak Sucofindo, bukan BPPC," ujar Jantje. Mana yang benar? Yang pasti, sejak pita cukai dikaitkan dengan pembelian cengkeh BPPC, banyak produsen kretek mengeluh. "Birokrasi yang semakin panjang telah menyebabkan kami berada di posisi yang sulit," kata Wawang S. Soemiran, direktur pemasaran Pabrik Rokok Retjo Pentung di Jawa Timur. Bukan hanya itu. Harga cengkeh yang dipatok BPPC (antara Rp 13 ribu Rp 15 ribu per kilo), serta sistem pembayarannya yang harus tunai dalam waktu sepekan, terasa sangat memberatkan. Padahal, sebelum ada BPPC produsen kretek bisa memperoleh cengkeh dengan kredit berjangka tiga bulan. Akibat sistem cash and carry ini beberapa pabrik kecil terpaksa gulung tikar. Setidaknya, itulah yang dikatakan Wawang. Di NganjukJawa Timur, misalnya, ada dua pabrik tutup, yakni Gatut Koco dan Ronggeng. Sedangkan di Tulung Agung, pabrik Gol Geter juga telah tidak "bernapas" lagi. Budi Kusumah, Liston Siregar, Bandelan Amarudin, Moebanoe Moera, dan Amsakasasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus