Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bulu mata dari purbalingga

Pt royal kenny co, mengekspor bulu mata palsu ke berbagai negara, terutama AS mendapat kredit dari BDN. (eb)

19 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI ruang panjang menyerupai sebuah gudang tidak terdengar suara deru mesin. Di atas puluhan meja yang berbaris memanjang, ratusan pasang tangan wanita tanpa suara gaduh, dengan cekatan menyusun berkas-berkas rambut. Di sana -- pada sebuah kawasan 6 ha di Jalan Serma Jumiran 47, Purbalingga, Jawa Tengah -- tiap hari dihasilkan ribuan bulu mata palsu. Sekitar 250 ribu pasang bulu mata palsu, dengan nilai US$58 ribu, setiap bulan dari sana diekspor ke berbagai negara -- 95% di antaranya dipasarkan di AS. Harga dan permintaan pasar akan produk itu cukup baik jika, misalnya, dibandingkan dengan karet yang sedang jatuh. PT Royal Kenny Co., penghasil bulu mata itu, pernah mengajukan permintaan kredit ekspor Rp 35 juta dengan bunga 6%. Bank Dagang Negara langsung mengabulkannya. Sejak berusaha tujuh tahun lalu "itulah kredit pertama yang saya terima," ungkap Herry Wiyata, direktur Royal Kenny. Direktur Bank Indonesia Kamardy Arief, tampak terkesan oieh angka realisasi ekspor bulu mata tiap bulan, kendati nilai ekspornya kecil. Jika bulu mata palsu itu di masa depan tetap menunjukkan potensi "maka ekspornya perlu didorong terus," katanya. Dorongan pemerintah memang telah dirasakan. Paket Ekspor Januari 1982 jelas memberikan keringanan bunga pinjaman dan pembebasan sejumlah pajak. Tapi ekspor komoditi nonminyak sedang menemui kesulitan. Dalam keadaan resesi ekonomi dunia, permintaan akan komoditi utama Indonesia seperti karet, dan kayu gelondongan menurun tajam. Sejumlah eksportir bahkan telah meminta agar pihak bank memperpanjang jangka pengembalian kredit. Royal Kenny ternyata tidak begitu terpukul oleh resesi. Direktur Herry Wiyata mengatakan perusahaannya bisa untung 20% dari penjualan Rp 65 juta per bulan. Tak sulit baginya mengembalikan pinjaman. Dia juga tak cemas usahanya disaingi. "Sudah ada dua pengusaha lain yang mencoba bisnis bulu mata ini, tapi mereka tak tahan," ujarnya kepada wartawan TEMPO Marah Sakti. Herry Wiyata, 3 3 tahun, yang pernah kuliah dua tahun di Fakultas Sastra Universitas Atma Jaya, Jakarta, memulai usaha itu tahun 1976 dengan modal Kp 5 juta. Pesanan ekspor pertama datang dari Kenny Trading Co., AS, kelompok perusahaan yang punya jaringan bisnis kosmetik dan supermarket luas. Mungkin pemesan itu sebagai pembuka jalan, Herry kemudian mengambil nama Kenny untuk perusahaannya. Kenny Trading menempatkan Hyun Sang Lee, sebagai pengawas mutu di Purbalingga. Kini secara tetap setiap bulan Royal Kenny mensuplai bulu matanya kepada enam pembeli di AS, di antaranya perusahaan kosmetik ABC (160 ribu pasang), Andrea (45 ribu pasang), dan Kenny (30 ribu pasang). Hanya Andrea yang lebih suka membeli bulu mata kualitas paling baik dengan harga US$ 0,28 - 0,30 per pasang. Sementara yang lain membeli kualitas lebih rendah dengan harga US$0,18 - 0,25 per pasang. Harga patokan, yang ditetapkan Royal Kenny US$ 0,23 per pasang, cukup murah dibandingkan bulu mata dari Korea Selatan yang berharga US$ 0,34. "Sampai saat ini saya bisa memastikan kami tak punya saingan dalam harga," ujar Herry. Sekitar 150 model bulu mata palsu sudah dibuat Royal Kenny. Kini perusahaan itu memakai sekitar 400 buruh tetap, dan 600 buruh tak tetap yang bekerja di beberapa rumah. Untuk gaji mereka perusahaan setiap bulan mengeluarkan Rp 10,5 juta. Dengan masa kerja 8 jam, buruhnya sehari bisa menghasilkan 50 sampai 150 pasang bulu mata. "Ini seratus persen merupakan kerajinan," kata Herry. Setiap bulan 200 kg lebih rambut impor -- 100 kg rambut manusia dan 100 kg rambut sintetis -- dihabiskan Royal Kenny. Hyun Sang Lee, pengawas kualitas, tidak segan-segan menegur jika ia menjumpai sehelai rambut keseleo atau bengkok. "Bulu mata yang sudah rusak, harus dibuang," katanya. Pengemasan, sebagai proses akhir, juga memerlukan perhatian khusus. Perusahaan ini pernah rugi Rp 10 juta gara-gara kemasan plastiknya kurang kuat, dan diletakkan di tempat lembab. Sang pengawas menasihatkan, "jangan sekali-kali menaruh bulu mata di tempat lembab, sebab hal itu bisa mengubah kelentikannya." Ketika bintang film jorok Edwigh Fenech dari Italia datang ke Indonesia, sejumlah pekerja di situ bukan mempercakapkan tubuhnya yang syur. "Bulu matanya bagus," kata seorang pekerja wanita di situ yang memperhatikan gambar Fenech di koran. Sesudah sukses dengan bulu mata Direktur Herry kini memikirkan gulungan rambut untuk wanita, dan boneka. "Semua sudah kami teliti, dan secara bertahap produk itu akan kami buat," katanya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus