DARI ruang panjang menyerupai sebuah gudang tidak terdengar
suara deru mesin. Di atas puluhan meja yang berbaris memanjang,
ratusan pasang tangan wanita tanpa suara gaduh, dengan cekatan
menyusun berkas-berkas rambut. Di sana -- pada sebuah kawasan 6
ha di Jalan Serma Jumiran 47, Purbalingga, Jawa Tengah -- tiap
hari dihasilkan ribuan bulu mata palsu.
Sekitar 250 ribu pasang bulu mata palsu, dengan nilai US$58
ribu, setiap bulan dari sana diekspor ke berbagai negara -- 95%
di antaranya dipasarkan di AS. Harga dan permintaan pasar akan
produk itu cukup baik jika, misalnya, dibandingkan dengan karet
yang sedang jatuh.
PT Royal Kenny Co., penghasil bulu mata itu, pernah mengajukan
permintaan kredit ekspor Rp 35 juta dengan bunga 6%. Bank Dagang
Negara langsung mengabulkannya. Sejak berusaha tujuh tahun lalu
"itulah kredit pertama yang saya terima," ungkap Herry Wiyata,
direktur Royal Kenny.
Direktur Bank Indonesia Kamardy Arief, tampak terkesan oieh
angka realisasi ekspor bulu mata tiap bulan, kendati nilai
ekspornya kecil. Jika bulu mata palsu itu di masa depan tetap
menunjukkan potensi "maka ekspornya perlu didorong terus,"
katanya.
Dorongan pemerintah memang telah dirasakan. Paket Ekspor Januari
1982 jelas memberikan keringanan bunga pinjaman dan pembebasan
sejumlah pajak. Tapi ekspor komoditi nonminyak sedang menemui
kesulitan. Dalam keadaan resesi ekonomi dunia, permintaan akan
komoditi utama Indonesia seperti karet, dan kayu gelondongan
menurun tajam. Sejumlah eksportir bahkan telah meminta agar
pihak bank memperpanjang jangka pengembalian kredit.
Royal Kenny ternyata tidak begitu terpukul oleh resesi. Direktur
Herry Wiyata mengatakan perusahaannya bisa untung 20% dari
penjualan Rp 65 juta per bulan. Tak sulit baginya mengembalikan
pinjaman. Dia juga tak cemas usahanya disaingi. "Sudah ada dua
pengusaha lain yang mencoba bisnis bulu mata ini, tapi mereka
tak tahan," ujarnya kepada wartawan TEMPO Marah Sakti.
Herry Wiyata, 3 3 tahun, yang pernah kuliah dua tahun di
Fakultas Sastra Universitas Atma Jaya, Jakarta, memulai usaha
itu tahun 1976 dengan modal Kp 5 juta. Pesanan ekspor pertama
datang dari Kenny Trading Co., AS, kelompok perusahaan yang
punya jaringan bisnis kosmetik dan supermarket luas. Mungkin
pemesan itu sebagai pembuka jalan, Herry kemudian mengambil nama
Kenny untuk perusahaannya. Kenny Trading menempatkan Hyun Sang
Lee, sebagai pengawas mutu di Purbalingga.
Kini secara tetap setiap bulan Royal Kenny mensuplai bulu
matanya kepada enam pembeli di AS, di antaranya perusahaan
kosmetik ABC (160 ribu pasang), Andrea (45 ribu pasang), dan
Kenny (30 ribu pasang). Hanya Andrea yang lebih suka membeli
bulu mata kualitas paling baik dengan harga US$ 0,28 - 0,30 per
pasang. Sementara yang lain membeli kualitas lebih rendah dengan
harga US$0,18 - 0,25 per pasang. Harga patokan, yang ditetapkan
Royal Kenny US$ 0,23 per pasang, cukup murah dibandingkan bulu
mata dari Korea Selatan yang berharga US$ 0,34. "Sampai saat ini
saya bisa memastikan kami tak punya saingan dalam harga," ujar
Herry.
Sekitar 150 model bulu mata palsu sudah dibuat Royal Kenny. Kini
perusahaan itu memakai sekitar 400 buruh tetap, dan 600 buruh
tak tetap yang bekerja di beberapa rumah. Untuk gaji mereka
perusahaan setiap bulan mengeluarkan Rp 10,5 juta. Dengan masa
kerja 8 jam, buruhnya sehari bisa menghasilkan 50 sampai 150
pasang bulu mata. "Ini seratus persen merupakan kerajinan," kata
Herry.
Setiap bulan 200 kg lebih rambut impor -- 100 kg rambut manusia
dan 100 kg rambut sintetis -- dihabiskan Royal Kenny. Hyun Sang
Lee, pengawas kualitas, tidak segan-segan menegur jika ia
menjumpai sehelai rambut keseleo atau bengkok. "Bulu mata yang
sudah rusak, harus dibuang," katanya.
Pengemasan, sebagai proses akhir, juga memerlukan perhatian
khusus. Perusahaan ini pernah rugi Rp 10 juta gara-gara kemasan
plastiknya kurang kuat, dan diletakkan di tempat lembab. Sang
pengawas menasihatkan, "jangan sekali-kali menaruh bulu mata di
tempat lembab, sebab hal itu bisa mengubah kelentikannya."
Ketika bintang film jorok Edwigh Fenech dari Italia datang ke
Indonesia, sejumlah pekerja di situ bukan mempercakapkan
tubuhnya yang syur. "Bulu matanya bagus," kata seorang pekerja
wanita di situ yang memperhatikan gambar Fenech di koran.
Sesudah sukses dengan bulu mata Direktur Herry kini memikirkan
gulungan rambut untuk wanita, dan boneka. "Semua sudah kami
teliti, dan secara bertahap produk itu akan kami buat," katanya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini