Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Buntut Risalah Graha Irama

Pemerintah dituduh campur tangan menyetop pinjaman Bank Mandiri ke Semen Padang.

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPAT tengah hari, Kamis pekan lalu, ratusan karyawan Semen Padang berbondong-bondong mendatangi kantor Bank Mandiri Cabang Indarung, Padang. Secara demonstratif mereka antre mengisi blangko penarikan tabungan. "Buat apa menabung di bank yang mau menghancurkan kami?" kata Army Munir, Ketua Serikat Pekerja Semen Padang, berang. Army dan sejawatnya rupanya tengah berunjuk protes terhadap keputusan Bank Mandiri menunda pencairan pinjaman Rp 500 miliar ke Semen Padang. Mandiri beralasan penangguhan itu karena ada persyaratan yang belum dipenuhi: persetujuan dari Semen Gresik selaku pemilik 99,9 persen saham Semen Padang. Tindakan Mandiri membuat direksi Semen Padang kelabakan. Soalnya, pinjaman ini direncanakan untuk menutup (refinancing) utang pabrik semen berlogo kepala kerbau ini ke Jamsostek senilai Rp 224 miliar dan pinjaman di Bank ABN Amro senilai US$ 30,54 juta (sekitar Rp 300 miliar), yang masing-masing bakal jatuh tempo 15 Agustus dan 20 Agustus ini. Jika kucuran Mandiri ditahan, Semen Padang, yang terus dibelit kesulitan keuangan, bisa dinyatakan gagal bayar (default). Belum adanya persetujuan Gresik ini bisa menjadi bumerang. Salah-salah, kata analis Danareksa, Joshua Tanja, masalah ini dapat merembet ke Gresik. Meski tak secara langsung berpengaruh pada kasnya, kegagalan Padang memenuhi kewajibannya bisa membuat obligasi Gresik juga dinyatakan selective default. Untunglah untuk sementara kegawatan bisa diredam. Padang telah menyetor Rp 100 miliar kepada Jamsostek dan memperoleh perpanjangan waktu pelunasan untuk sisanya. Sedangkan utang ke ABN Amro, yang mestinya memang baru jatuh tempo Desember nanti, kelihatannya juga bisa dirundingkan ulang. Beres? Rupanya belum. Tanda tanya masih menggantung. Padang berkeras telah mengantongi persetujuan Gresik, seperti tertuang pada risalah rapat pemegang saham Padang, 9 Juli lalu, di Gedung Graha Irama, Jakarta, yang diteken Direktur Utama Semen Gresik Satriyo. Nyatanya, penelusuran TEMPO menengarai Satriyo sejatinya tak pernah menghadiri rapat 9 Juli itu. Yang terjadi, Direktur Keuangan Semen Padang Mukhlis Karanin-lah yang menyodorkan draf risalah ketika Satriyo sedang memimpin rapat grup di kantor Gresik, di Graha Irama. Gresik dan Padang berkantor di gedung yang sama. Kurang periksa, berkas itu langsung diteken Satriyo. Tapi tanda tangan Wakil Direktur Utama Semen Gresik dari Cemex, Francisco Noriega, tak bisa diperoleh. Berkali-kali diminta, Noriega menolak menekennya. Akibatnya, persetujuan tak berlaku karena anggaran dasar Gresik menyebutkan segala tindakan yang mengatasnamakan direksi mesti diteken oleh Satriyo dan Noriega. "Apa benar ada rapat 9 Juli itu?" kata Joshua curiga. Soalnya, rapat umum pemegang saham (RUPS) Padang baru dilakukan tiga minggu sebelumnya, 21 Juni. Dan seperti dikatakan Satriyo, RUPS Padang sama sekali tak memberikan persetujuan restrukturisasi utang dan penjaminan aset. Sedangkan di luar RUPS, mekanisme yang tersedia hanyalah RUPS luar biasa dan itu pun sampai sekarang belum pernah terlaksana. Jadi, dari mana datangnya risalah persetujuan itu? Satriyo tak menyangkal draf disodorkan Mukhlis. Menurut Satriyo, draf itu dia tanda tangani karena secara prinsip memang disetujuinya. Cuma, belakangan ia diingatkan bagian legal bahwa persetujuan itu juga harus dimintakan ke rapat umum pemegang obligasi. Karena pertimbangan inilah Noriega lalu tak mau membubuhkan tanda tangan. Tapi Mukhlis menyatakan Satriyo memang hadir di rapat itu. "Bukan saya yang menyerahkannya. Draf itu diberikan staf saya yang lalu mengoreksinya bersama Pak Satriyo," kata Mukhlis. Soal kredit Mandiri ini membuat Padang berang. Mereka menuduh kredit itu macet gara-gara campur tangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka membawa bukti. Pada transkrip yang dibuat pihak Padang ketika bertemu dengan direksi Mandiri pada 8 Agustus lalu, terungkap bahwa pemimpin bank pelat merah ini diminta seorang pejabat kantor BUMN untuk "membahasnya dulu sebelum pinjaman dicairkan." Padang memang membuat pusing Jakarta. Setelah "dikudeta" melalui Maklumat Masyarakat Sum-Bar, November lalu, Semen Padang terus mbalelo. Telah dua kali misalnya pemerintah, selaku pemilik yang sah, minta Padang menggelar RUPS luar biasa untuk mengganti jajaran komisaris dan direksi. Dan dua kali pula ditolak. Toh, tudingan itu dibantah Menteri BUMN Laksamana Sukardi. "Itu tidak benar. Jika semua persyaratan dipenuhi, tidak ada masalah," katanya. Di Padang, wibawa Jakarta masih dalam ujian berat. Karaniya D., Levi Silalahi, Yura Syahrul

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus