Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Buruh Perempuan Dipaksa Staycation untuk Perpanjang Kontrak, GSBI: Sering Terjadi tapi ...

Gabungan Serikat Buruh Indonesia menyebut kasus pemaksaan staycation terhadap buruh perempuan sering terjadi namun susah dibuktikan.

6 Mei 2023 | 14.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ratusan Massa dari berbagai daerah yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar aksi memperingati Hari Migran Internasional. Senin, 19 Desember 2022. Aksi ini juga diikuti oleh tujuh organisasi lain yang menyuarakan isu yang sama yakni Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Human Rights Working Group (HRWG), Solidaritas Perempuan (SP), Destructive Fishing Watch (DFW), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), dan Serikat Pekerja Greenpeace Indonesia (SPGI). TEMPO/Magang/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) ikut bersuara soal ramainya pemberitaan adanya “syarat” staycation dengan bos bagi buruh perempuan yang perpanjangan kontrak kerja di salah satu perusahaan di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Ketua Umum GSBI Rudi HB Daman mengatakan, pihaknya mengutuk dan mengecam keras pimpinan perusahaan yang menyalahgunakan kekuasaan dan memaksa buruh perempuan untuk staycation dan melayani nafsunya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini adalah tindakan biadab. Melanggar aspek norma sosial, moral, serta hukum. Pelakunya harus dijerat dengan pasal pidana," kata Rudi melalui keterangan persnya pada Sabtu, 6 Mei 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus dugaan adanya “syarat” staycation bagi buruh perempuan tersebut sempat beredar dan viral di media sosial. Rudi mengatakan, kasus tersebut saat ini masih dalam pantauan GSBI, dan berdasarkan temuan hal itu bukan hal baru, peristiwa demikian sudah terjadi bertahun-tahun lalu di perusahaan, kawasan industri dan wilayah lainnya. 

"Hanya saja hal ini sulit untuk dibuktikan. Sama halnya dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual lainnya yang sering terjadi di pabrik dan tempat kerja," kata Rudi. 

Menurut Rudi, relasi kuasa menjadi jembatan terjadinya kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap pekerja perempuan di tempat kerja. Dengan ketimpangan posisi antara buruh kontrak dengan atasan, membuat buruh tidak memiliki banyak pilihan di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan.  

"Dalam pandangan GSBI, terungkapnya kasus ini semakin memperjelas bagaimana buruknya kinerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI, terutama dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan," kata Rudi. 

Untuk itu, kata Rudi, harusnya pihak Kementerian Ketenagakerjaan tidak hanya sekedar mengeluarkan pernyataan mengecam dan prihatin. Tapi harus melakukan tindakan nyata, seperti mencabut kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang selama ini membuat posisi buruh lemah dan rawan dieksploitasi.

"Status buruh kontrak dan outsourcing selain menghilangkan hak reproduksi buruh perempuan dan buruh pada umumnya, juga membuat posisi buruh hanya dipandang sebagai benda mati yang tidak memiliki kuasa atas dirinya," katanya. 

Selanjutnya: Tanggapan Kemenaker dan Puan Maharani ...

Sebelumnya, isu ini viral dan dibahas di Twitter. Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menyatakan mengecam keras syarat staycation untuk perpanjangan kontrak atau hal lain semacam itu. 

"Kemnaker akan bekerja sama dengan Disnaker daerah dan pihak lain terkait untuk menelusuri kebenaran informasi tersebut termasuk mengambil tindakan terhadap perusahaan maupun oknum yang melakukan perbuatan tersebut," ujarnya.

Ketua DPR RI Puan Maharani juga turut angkat bicara soal dugaan persyaratan staycation dengan atas untuk perpanjangan kontrak kerja bagi tenaga kerja perempuan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Puan menilai tindakan tersebut sebagai tindakan kekerasan seksual.

"Saya sangat mengecam tindakan tersebut. Bukan hanya melakukan pelecehan seksual, tindakan tersebut juga melanggar hak asasi manusia dan merupakan bentuk eksploitasi," kata Puan melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 6 Mei 2023.

Puan pun meminta penegak hukum bekerja sama dengan perwakilan ketenagakerjaan untuk mengusut kasus tersebut. Jika memang terbukti, dia meminta pelaku diberi hukuman seberat-beratnya. 

"Tidak ada kata ampun untuk tindakan kekerasan seksual. Semua pekerja berhak mendapat jaminan dan penghidupan layak tanpa ada embel-embel syarat, apalagi syarat amoral seperti tidur dengan bos," ujar dia. 

Lebih lanjut, Puan menyebut stereotipe gender dan budaya patriarki masih menjadi momok di lingkungan kerja. Adapun praktik kekerasan seksual di lingkungan kerja, menurut dia, terjadi karena faktor relasi kuasa.

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | AMELIA RAHIMA SARI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus