Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati blak-blakan soal anggaran Indonesia untuk antisipasi dampak perubahan iklim. Berdasarkan laporan update biennial kedua 2018, Indonesia butuh uang US$ 247,2 miliar hingga 2030 atau setara Rp 3.461 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Artinya setiap tahun paling tidak resources-nya Rp 266,2 triliun," kata Sri Mulyani dalam diskusi Climate Change Challenge Universitas Indonesia pada Jumat, 11 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara, alokasi anggaran saat ini baru 4,1 persen dari APBN. Jumlahnya sekitar Rp 86,7 triliun. "Ini pasti tidak akan memadai," kata dia.
Kebutuhan anggaran inib bertujuan untuk melaksanakan Nationally Determined Contributions (NDC) dalam Paris Agreement 2016. Kesepakatan ini telah diratifikasi Indonesia lewat UU Nomor 16 Tahun 2016.
NDC pun lahir agar setiap negara berkontribusi untuk menurunkan emisi mereka masing-masing dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Untuk Indonesia, target penurunan emisinya 29 persen di tahun 2030 (dengan anggaran sendiri) atau 41 persen (dengan bantuan internasional).
Menurut Sri Mulyani, angka target penurunan emisi ini memang ada 2. Sebab, isu perubahan iklim ini tidak murah dan gratis. "Konsekuensi biayanya sangat luar biasa," kata dia.
Contohnya anggaran Rp 266,2 triliun per tahun ini. Menurut Sri Mulyani, anggaran ini sudah melampaui anggaran kesehatan pada 2021 yang sebesar Rp 170 triliun.
Sehingga, Ia menyebut upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim ini harus dilakukan secara gotong royong. "Pemerintah, swasta, filantropis, dan masyarakat," kata Sri Mulyani, yang pada 11 Februari 2021 lalu, ditunjuk menjuadi Ketua Koalisi Menteri Keutangan Dunia untuk Aksi Perubahan Iklim 2021-2023.