Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Selama 2025 hingga 2029 atau masa kepemimpinan Prabowo, nilai Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 3.245,4 triliun.
Wakil Komandan Pemilih Muda Tim Kampanye Nasional Prabowo, Anggawira, mengatakan Prabowo akan mengelola utang lebih efisien dan transparan.
Dalam beberapa tahun terakhir, rasio utang meningkat dan pada saat yang sama, rasio penerimaan pajak, terutama terhadap PDB, justru relatif stagnan di angka 10-11 persen.
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo alias Jokowi mewariskan utang kepada presiden terpilih, Prabowo Subianto. Selama 2025 hingga 2029 atau masa kepemimpinan Prabowo, nilai Surat Berharga Negara (SBN) alias obligasi pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 3.245,4 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Keuangan mencatat, pada 2025 atau tahun pertama kepemimpinan Prabowo, utang pemerintah pusat yang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun. Angka ini terdiri atas SBN alias obligasi pemerintah senilai Rp 705,5 triliun. Sebanyak 92,7 persen dari obligasi itu terbit setelah 2014 atau saat pemerintahan Jokowi. Selain SBN, utang yang jatuh tempo tahun depan berupa pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Total utang jatuh tempo itu nyaris dua kali lipat dibanding pada tahun ini, yang sebesar Rp 434,20 triliun. Adapun utang SBN yang jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp 37,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun. Tingginya utang jatuh tempo pada 2025-2029 bakal mengakibatkan terbatasnya ruang fiskal yang tersisa untuk pemerintahan Prabowo.
Wakil Komandan Pemilih Muda Tim Kampanye Nasional Prabowo, Anggawira, mengatakan tantangan yang dihadapi pemerintahan Prabowo ihwal warisan utang sangat besar. Dia mengatakan Prabowo akan mengelola utang dengan lebih efisien dan transparan.
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu menuturkan pemerintahan Prabowo akan berfokus pada optimalisasi pendapatan negara. “Akan dilakukan peningkatan penerimaan negara dari pajak dan nonpajak serta perbaikan sistem perpajakan agar lebih adil dan efektif,” kata Anggawira saat dihubungi Tempo, kemarin.
Prabowo juga berencana merestrukturisasi utang untuk mengurangi beban bunga. Anggawira mengimbuhkan, Ketua Umum Partai Gerindra itu pun bakal memperketat pengawasan terhadap pengeluaran sehingga tidak terjadi pemborosan. Efisiensi anggaran akan diterapkan, khususnya untuk membiayai program-program yang dijanjikan Prabowo pada masa kampanye, seperti makan gratis, yang diperkirakan membutuhkan biaya Rp 450 triliun per tahun.
Selain menghemat anggaran, Prabowo berniat mengatur kerja sama dengan sektor swasta dan internasional untuk mendukung program-program prioritasnya. Pengalokasian ulang anggaran juga akan dilakukan dari proyek yang kurang mendesak ke program-program tersebut.
Sempat beredar kabar ihwal rencana Prabowo menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) setiap tahun hingga mendekati 50 persen. Langkah ini dilakukan untuk mendanai program-program yang dijanjikan Prabowo pada masa kampanye, seperti makan gratis. Kabar rencana kenaikan rasio utang itu ditengarai menjadi pemicu melemahnya rupiah karena mempengaruhi kepercayaan investor terhadap kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tim Prabowo kemudian membantah kabar tersebut.
Ihwal kekhawatiran terbatasnya ruang fiskal akibat beban utang, Anggawira menuturkan pemerintahan mendatang akan melakukan reformasi fiskal. Prabowo tengah menyusun rencana pengalokasian anggaran pada sektor-sektor produktif dan meningkatkan daya saing ekonomi. Hal itu bakal dilakukan dengan mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru agar ketergantungan pada utang bisa berkurang.
Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka saat menghadiri di acara buka bersama di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, 29 Maret 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai pemerintahan mendatang tetap harus memilih program yang layak diprioritaskan di tengah terbatasnya kapasitas fiskal saat ini. Misalnya, kata dia, program makan bergizi gratis lebih layak diprioritaskan daripada pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang ditaksir membutuhkan dana sekitar Rp 466,9 triliun. Pasalnya, ia menilai program makan bergizi gratis berdampak sosial dan ekonomi yang lebih menjanjikan. Namun Wijayanto menekankan bahwa penerapannya harus dilakukan secara bertahap, tepat sasaran, dan sesuai dengan kapasitas fiskal.
Ibarat manusia, tutur Wijayanto, ekonomi Indonesia saat ini adalah manusia berparu-paru satu yang separuhnya tidak berfungsi akibat digerogoti tuberkulosis. Artinya, fiskal tidak bisa terlalu diandalkan dalam beberapa tahun ke depan. “Sehingga program-program mahal yang bersumber dari APBN terpaksa ditunda, direvisi, atau bahkan dibatalkan,” ujar Wijayanto. “Ini pil pahit yang harus ditelan karena ekonomi kita memang sedang tidak sehat.”
Selain nilai utang yang besar, Wijayanto menggarisbawahi bahwa utang pemerintah didominasi SBN sebesar 90 persen. Hal ini berisiko karena sewaktu-waktu bisa dilepas ke pasar sehingga membuat rupiah terpuruk. Suku bunga SBN yang mencapai 6,5 persen pada saat inflasi Indonesia rendah mengindikasikan persepsi pasar terhadap risiko SBN yang sangat tinggi. Dengan demikian, menambah jumlah utang berisiko membuat Indonesia mengalami krisis kepercayaan dari investor.
Wijayanto menegaskan, pemerintahan Prabowo harus berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, bukan besaran angka pertumbuhan semata. Sebab, ia menilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan percuma apabila tidak berkelanjutan dan dibiayai oleh utang.
Untuk efisiensi fiskal, menurut Wijayanto, ada empat cara yang bisa dilakukan pemerintahan mendatang. Pertama, menekan jumlah saldo anggaran lebih (SAL) yang saat ini mencapai lebih dari Rp 600 triliun. SAL adalah kas menganggur. Kedua, mengurangi program boros anggaran yang tidak produktif. Ketiga, mengoptimalkan jumlah kementerian untuk menekan biaya operasional dan duplikasi program. Terakhir, menekan utang yang bersumber dari SBN. Kalaupun harus berutang, ia menyarankan pemerintah menggunakan sumber-sumber bilateral ataupun multilateral.
Adapun Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menilai rasio utang saat ini relatif masih dapat dikendalikan. Menurut peneliti makroekonomi dan keuangan dari LPEM UI, Teuku Riefky, warisan utang kepada pemerintahan Prabowo masih dalam level aman karena rasio utang terhadap PDB relatif rendah dibanding di berbagai negara lainnya.
Untuk pembiayaan program-program janji kampanye Prabowo, seperti makan bergizi gratis, Riefky memperkirakan masih ada ruang. Namun opportunity cost atau biaya peluangnya terlalu besar. Jadi anggaran untuk program tersebut ada kemungkinan akan lebih dibutuhkan untuk sektor lain, seperti pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan.
Sependapat dengan Riefky, ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan rasio utang terhadap PDB relatif masih di bawah batas maksimal yang diperbolehkan dalam undang-undang, yaitu sebesar 60 persen. Namun, apabila dilihat dari aspek rasio pajak terhadap bunga utang ataupun nominal utang, ia menekankan bahwa pemerintah perlu memberi perhatian khusus. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, rasio utang meningkat dan pada saat yang sama rasio penerimaan pajak, terutama terhadap PDB, justru relatif stagnan di angka 10-11 persen.
“Padahal rasio pajak bisa mengabarkan bagaimana kemampuan pendanaan pemerintah untuk membayar bunga dan pokok utang yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini,” tutur Yusuf.
Rasio-Utang-terhadap-PDB
Soal konteks transisi pemerintahan baru, ia berujar nominal utang yang tinggi, yang diukur dari rasio utang terhadap PDB, perlu menjadi perhatian pemerintahan baru dalam menyusun rancangan belanja. Terutama ketika proses pergantian kepemimpinan sudah dilakukan. Sebab, selain ada beban bunga utang dan jatuh tempo utang yang harus dibayarkan, prioritas belanja dibutuhkan pada kondisi terbatasnya ruang fiskal saat ini.
Hal itu mengikat bagi program-program yang sifatnya fleksibel yang ditawarkan oleh pemerintahan baru, seperti makan gratis. Menurut Yusuf, Prabowo mau tidak mau harus menyusun rencana peningkatan penerimaan pajak untuk membayar utang atau memperpanjang utang menyesuaikan dengan kas negara. Namun kombinasi keduanya juga diperkirakan bisa dilakukan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan utang negara masih dalam koridor aman dengan beberapa catatan. “Asalkan negara tetap kredibel, persepsi terhadap APBN baik, serta kebijakan fiskal ekonomi hingga politik tetap stabil,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan pada Kamis, 6 Juni lalu.
Namun anggota Komisi IX DPR, Anis Byarwati, mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap utang tersebut dalam taraf aman karena semata-mata masih dalam batas aman berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara. Menurut dia, hal yang perlu disorot adalah kemampuan negara dalam membayar utang. Berkaca pada pengalaman pandemi Covid-19, ia khawatir keuangan negara akan kembali bergejolak jika menghadapi kondisi serupa. “Kementerian Keuangan juga harus menyiapkan skenario dan langkah-langkah preventif agar kondisi keuangan Indonesia membaik,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini