Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman akan membentuk sebuah holding untuk meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing UMKM. Melalui program ini, ia mengklaim biaya produksi akan turun secara signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jika satu UMKM memproduksi sendiri, biaya per produknya mungkin tinggi. Namun, dengan sistem holding, biaya tersebut dapat ditekan, sehingga produk UMKM mampu bersaing,” ujar Maman dalam keterangan resminya, Senin, 27 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maman mengatakan, UMKM saat ini masih menghadapi kendala pembukaan akses pasar. Tantangan terbesar berasal dari serbuan produk-produk impor Cina yang banting harga ketika memasuki pasar Indonesia. Hal ini dimungkinkan oleh kapasitas produksi mereka yang besar.
Ihwal akses pembiayaan, Maman mengatakan kementeriannya telah mengupayakan perluasan dengan mendekatkan akses UMKM dan menyederhanakan proses. Ia juga mengklaim kementeriannya memprioritaskan peningkatan kapasitas usaha, termasuk melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan.
Fenomena over produksi di Cina meningkatkan tensi dagang antara Negeri Tiongkok dengan negara maju, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa. Produk Cina yang dinilai lebih murah dikhawatirkan menekan daya saing industri dalam negeri.
Pemerintah mengkhawatirkan over produksi di Cina berdampak pada industri tekstil. Berdasarkan data Trade Map Kemenkop UKM, tercatat pada m 2022 terdapat sebanyak Rp 29,5 triliun potensi nilai produk tekstil Cina ke Indonesia. Sedangkan pada 2021, potensi nilai tersebut sebanyak Rp 29,7 triliun.
Sementara itu, berdasarkan data yang sama, pada 2022 tercatat sebesar Rp 61,3 triliun nilai ekspor Cina ke Indonesia. Namun, import Indonesia ke Cina hanya sebesar Rp 31,8 triliun. Sedangkan pada 2021 tercatat sebesar Rp 58,1 triliun nilai ekspor Cina ke Indonesia, dan sebesar Rp 28,4 triliun nilai impor Indonesia ke Cina.
Data tersebut memunculkan dugaan adanya produk ilegal yang masuk ke Indonesia. Dampaknya dari banyaknya barang yang masuk tanpa tercatat itu menyebabkan pasar dalam negeri kebanjiran barang impor ilegal yang harganya murah.
Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.