Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Nagano - Ruangan lantai enam di kantor media surat kabar lokal Jepang, Shinano Mainichi Shimbun, penuh lalu-lalang orang pada Jumat sore, 17 Februari 2023. Beberapa di antaranya memegang kertas ukuran HVS berisi artikel dan foto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Minim suara, orang-orang dengan pakaian rapi—beberapa berdasi dan mengenakan setelan jas—hilir mudik dari satu kubikel ke kubikel lain. Mereka menyerahkan kertas-kertas HVS itu kepada dua orang yang duduk di ujung ruangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua orang yang tampak berusia lebih tua ketimbang orang-orang lain di dalam ruangan itu menerima kertas, membacanya sebentar, lalu mencorat-coret tulisan berhuruf kanji dengan tinta berwarna. Di sisi lainnya, di tengah ruangan, terlihat sekelompok orang berkumpul.
Orang-orang di tengah ruangan itu sedang berdiskusi dengan suara lirih. Berdiri membentuk lingkaran, mereka adalah editor Shinano Mainichi Shimbun. Para editor sedang membahas rencana liputan koran untuk esok hari.
Suasana kantor berita Jumat sore kala itu hidup. Shinano Mainichi Shimbun adalah kabar lokal Jepang yang masih mempertahankan penerbitan koran versi cetaknya kendati bisnis media digital di negara tersebut berkembang pesat. Wakil Pemimpin Redaksi Shinano Mainichi Shimbun, Norio Kikuchi, mengatakan oplah koran di tempatnya bekerja lebih dari 140 ribu eksemplar per hari.
Menurut Norio, bisnis koran versi cetak bertahan tak terlepas dari minat baca warga Jepang yang tinggi. Warga Jepang masih gemar membaca koran setiap pagi atau sore.
“Kebiasaan orang Jepang sejak dulu memang sudah terbiasa membaca koran cetak yang diantarkan setiap hari ke rumahnya,” ujar Norio saat ditemui di kantornya, Nagano, Jepang, Jumat, 17 Februari 2023.
Shinano Mainichi Shimbun adalah koran berbahasa Jepang yang berdiri sejak 150 tahun lalu. Berbasis di Perfektur Nagano, koran ini pertama kali terbit pada Juli 1873. Norio menerangkan, Koran Shinano saat ini terbit dua kali sehari, yakni pagi dan sore.
Untuk cetakan pagi, oplah Shinano mencapai 140 ribu eksemplar. Sedangkan oplah koran sore jumlahnya lebih kecil, yakni 25 ribu eksemplar. Shinano tercatat sebagai koran dengan oplah terbesar keempat di Jepang.
Selanjutnya: Mayoritas pembaca Koran Shinano adalah ...
Mayoritas pembaca Koran Shinano adalah orang tua dengan usia lebih dari 40 tahun. Warga berusia 40 tahun ke atas mendominasi demografi warga Nagano dengan porsi 40 persen. Mereka membayar biaya berlangganan koran sebesar 3.500 yen per bulan.
Penjualan Koran Shinano sempat mengalami penurunan pada pandemi Covid-19. Namun, Norio mengatakan perusahaannya tak sampai menutup penerbitan koran versi cetak seperti yang terjadi di banyak negara, misalnya Amerika Serikat.
Untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis koran di tengah maraknya media digital, manajemen Shinano mengklaim memiliki sejumlah strategi. Manajemen tetap mengikuti arus untuk menerbitkan berita versi digital, namun tak semua informasi dapat diakses secara gratis oleh pembaca. Khusus konten-konten berita dengan informasi yang lebih lengkap atau eksklusif, manajemen mematok biaya berlangganan.
“Sebagai percobaan, kami menyediakan artikel cuma-cuma. Kami masih melihat mana yang lebih berpotensi (menarik minat market antara cetak dan digital),” ucap Norio.
Manajemen tak memungkiri bisnis media menghadapi tantangan besar di tengah disrupsi teknologi digital. Oleh karena itu, Koran Shinano Mainichi Shimbun akan terus berinovasi untuk menarik minat para pelanggan muda yang mulai beralih membaca berita versi digital.
Selain itu, Koran Shinano Mainichi Shimbun mengklaim tetap menjaga kualitas konten pemberitaannya. Misalnya, manajemen mengatur jumlah reklame iklan agar pelanggan tetap merasa nyaman saat membaca koran.
Di sisi lain, manajemen Koran Shinano Mainichi Shimbun menyatakan terus menjamin kesejahteraan bagi para jurnalis yang bekerja di kantor media tersebut. Jurnalis Koran Shinano Mainichi Shimbun bekerja selama maksimal 10 jam per hari dengan upah 9.000 yen sehari atau lebih dari Rp 1 juta bila dikonversikan ke rupiah.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA (Nagano)
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.