Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan investasi energi baru terbarukan (EBT) dari Cina bisa menjadi momentum positif bagi pendanaan transisi energi di Indonesia. Pasalnya transisi energi butuh dana besar, sedangkan pendanaan dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) belum turun.
"Ini menjadi kesempatan bagus bagi Indonesia untuk dapat dana dari siapapun yang mau investasi di EBT. Tidak perlu menunggu JETP deal," kata Bhima ketika dihubungi Tempo, Rabu, 18 Oktober 2023.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru saja mengantongi investasi senilai US$ 12,6 miliar atau Rp 197 triliun dari investor Cina. Investasi tersebut untuk pengembagan industri baterai listrik, energi hijau, dan teknologi kesehatan di tanah air.
Menurut Bhima, investasi untuk sektor EBT dari Cina juga akan menjadi bargaining power atau daya tawar bagi Indonesia jika negara-negara maju yang tergabung dalam JETP lambat dalam merealisasikan investasinya. Belum lagi, dana JETP itu lebih banyak berupa pinjaman komersial dibanding hibah.
"Maka, ini akan menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana lebih banyak dari Cina untuk proyek-proyek yang lebih bersih." ucap Bhima.
Apalagi, Bhima menuturkan, Cina sudah berkomitmen mendorong pembangunan berkelanjutan melalui Belt Road Initiative (BRI). Karena itu, komitmen itu perlu didorong dengan proyek-proyek transasi energi. Sebab, menurut Bhima, selama ini belum banyak proyek-proyek EBT yang didanai BRI di Indonesia.
"Padahal, Indonesia penerima dana BRI terbesar. Per Juli, US$ miliar kita terima dari BRI," kata Bhima.
Selanjutnya: Karena itu, Bhima mengatakan investasi dari Cina....
Karena itu, Bhima mengatakan investasi dari Cina kali ini menjadi kesempatan bagus. "Proyek dari BRI bisa lebih bersih sekaligus mendukung investasi EBT di Indonesia," kata dia.
Adapun kerja sama senilai US$ 12,6 miliar dengan investor Cina itu terjalin antara perusahaan swasta-swasta, BUMN-swasta, maupun BUMN-BUMN. Ada 11 dokumen yang ditandatangani dalam Forum Bisnis Indonesia-Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di China World Hotel, Beijing, pada Senin, 16 Oktober 2023.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ad-interim Erick Thohir mengatakan potensi kerja sama ini dapat menembus US$ 29 miliar atau Rp 455 triliun. “Kita ingin menjadi negara industri yang jadi bagian supply chain dunia,” katanya, dikutip dari keterangan video Biro Pers Istana.
Erick Thohir mengatakan ada total ada 31 pemangku kepentingan yang terlibat dalam investasi ini, termasuk 9 dari badan usaha milik negara (BUMN). Ia menyebut contoh Indonesia Battery Corporation menjalin kerja sama dengan Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL) untuk membangun industri baterai listrik.
Menteri BUMN ini menyebut PT PLN (Persero) juga menjalin kerja sama dengan pembangkit listrik milik pemerintah Cina. “Ke depan kan listrik ini harus hijau. Tadi kami lihat kerja sama hydropower bagi PLN,” kata Erick Thohir merujuk pada kesepakatan di forum Forum Bisnis Indonesia-Republik Rakyat Tiongkok.
RIRI RAHAYU | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Kisah Mahfud MD Bongkar Aliran Transaksi Janggal Kemenkeu Rp 349 Triliun Sebelum jadi Cawapres Ganjar Pranowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini