BEGITU jengkelnya, sebuah surat pembaca di harian Bisnis Indonesia melemparkan tawaran menarik. Ada saham dijual di bawah harga pari yang seribu perak itu. "Yang penting, jadi uang," demikian isi surat pembaca. Yang ditawarkan adalah saham Lippo Life yang memang lagi anjlok. Akhir pekan lalu, saham yang dijual dengan harga Rp 8.500 di pasar perdana itu kini tinggal dihargai Rp 5.300 di lantai bursa. Nasib jelek itu bukan cuma menimpa Lippo Life. Lesunya harga sekarang ini, sampai akhir pekan lalu, sudah menyeret 12 saham lainnya untuk menyelam di bawah harga perdana. Cuma kelompok Lippo yang boleh dibilang paling malang. Keempat saham yang diluncurkannya, termasuk Lippo Life tadi, semuanya ikut tenggelam. Harga saham Lippobank, penyelenggara Tahapan, merosot sampai kurang dari Rp 10.200 akhir pekan, dari harga perdana Rp 15 ribu. Sedangkan dua lainnya, Multipolar dan Lippo Pacific Finance, masing-masing merosot Rp 2.325 dan Rp 3.550 di bawah harga perdananya. Dengan penampilan tersebut, konglomerat yang dipimpin Mochtar Riady itu menjadi pembicaraan banyak orang. Mulai dari soal agio yang dianggap terlalu tinggi, sampai penampilan perusahaan yang dianggap pas-pasan. James T. Riady, Presiden Direktur Lippobank, menganggap tuduhan itu kurang tepat. "Toh bukan cuma saham Lippo Group yang merosot," kilahnya. Menurut James, apa yang terjadi di pasar modal sekarang ini hanyalah koreksi biasa yang tak akan berlangsung lama. "Buat penanam modal profesional, sekaranglah saat yang baik untuk membeli," katanya kepada TEMPO. Sedangkan soal agio yang dinilai terlalu tinggi, ia tak sepakat pula. Apa yang terjadi di pasar modal hanya merupakan masa koreksi. Itu sebabnya, ia tetap yakin. Jika masa koreksi sudah selesai, saham kelompok Lippo pelan-pelan akan mengikuti penampilan perusahaan yang sesungguhnya. "Pokoknya, saya akan membiarkan mekanisme pasar berjalan tanpa intervensi," katanya kepada TEMPO. Lebih hebat lagi, pekan ini Lippo masih berani meluncurkan saham PT Champion Spark Plug Industries. Di perusahaan ini, Lippo punya 65,9% andil. Setelah go public, sahamnya akan menjadi 46%. Champion, pabrik busi, memang akan melepas 1,25 juta saham senilai 11,125 milyar. Harga tiap lembar ditawarkan Rp 8.900. "Serahkan saja pada pasar, toh ada underwriter yang berani menjamin," kata James. Terlepas dari soal Lippo, apa yang terjadi di lantai bursa saat ini memang mengundang tanya. Harga terus anjlok. Bahkan, jika dibanding awal September silam, rata-rata harga anjlok lebih dari 20%. Ini tampak pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Senin pekan ini, indeks hanya bertengger pada angka 399,9. IHSG, yang dihitung dari seluruh harga saham yang tercatat di bursa, sempat mencapai rekor pada 8 September lalu. Saat itu angkanya mencapai 507,4. Selisih 107 titik ini agaknya hal yang dianggap bisa saja terjadi di pasar modal. Apalagi itu hanya dalam tempo singkat, tiga bulan. Bisakah disebut crash? Jika terjadi di negara maju, jatuh yang begitu tajam itu tentu bisa mengguncangkan. Cuma, "pasar di sini masih kecil, jadi tak bisa dibilang crash," tutur Direktur PT Danareksa, Yannes Naibaho. Roda ekonomi tak terasa terganggu dengan anjloknya harga saham. Mengenai jatuhnya harga saham, pengamat ekonomi Kwik Kian Gie kembali menuding agio yang terlalu tinggi sebagai penyebab. "Yang di bawah perdana itu semuanya saham baru yang agio-nya gila-gilaan," katanya. Akibat agio yang tinggi, berarti harga yang dipasang di pasar perdana juga tinggi. Sekarang mekanisme pasar menyesuaikan harga dengan penampilan perusahaan. Ketua Bapepam Marzuki Usman melihatnya dengan lebih dingin. "Namanya pasar, memang harus begitu." Ada kalanya naik, ada kalanya turun. "Yang penting, terjadi transaksi," tuturnya. Transaksi memang masih lumayan bagus. Rata-rata di bursa bisa mencapai Rp 5 milyar sehari. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini