Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan penurunan simpanan berjangka terjadi karena tingginya godaan nasabah untuk mengalihkan dana dari deposito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Bank Indonesia, simpanan berjangka September 2024 berjumlah Rp3.120,4 triliun, turun tipis dari bulan sebelumnya yang jumlahnya Rp3.127,9 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bunga deposito di BCA hanya 3 sampai 3,25 persen, di bank lain meski ada special rate, tapi counter rate nggak jauh berbeda,” kata Jahja usai menyampaikan paparan "Kinerja BCA Kuartal III 2024" secara daring, Rabu, 23 Oktober 2024.
Menurutnya, nasabah perbankan tergoda untuk memindahkan dananya ke Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga mencapai 6 persen. Beberapa instrument SBN yang dilirik nasabah di antaranya Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Namun, ia mengatakan bahwa mereka yang berinvestasi di SBN harus siap menempatkan dana untu jangka panjang. Durasi 6 hingga 12 bulan.
“Padahal deposito yang enam bulan dan setahun saja kurang laku. Orang menaruh di deposito itu (kebanyakan) untuk satu sampai tiga bulan,” ujarnya.
Sehingga, ia optimistis bahwa simpanan berjangka masih akan diminati nasabah yang memiliki kebutuhan jangka pendek. Menurutnya, pilihan akan sangat bergantung pada likuiditas nasabah.
Selanjutnya, ia menegaskan bahwa BCA terus berkomitmen untuk menjadi market maker atau pembantu pemerintah dalam menjual SBN. Ia mengklaim BCA menjadi salah satu penjual SBN terbesar. “Kita bantu apakah pembelinya asing atau lokal,” ungkapnya.
Pada forum tersebut, ia juga menyampaikan capaian BCA hingga triwulan ketiga 2024. Dari sisi pendapatan bunga bersih, BCA mencatat pertumbuhan sebesar 9,5 persen secara year on year (yoy) mencapai Rp61,1 triliun pada sembilan bulan pertama tahun 2024. Pendapatan selain bunga naik 13,5 persen yoy menjadi Rp19,0 triliun, ditopang kenaikan pendapatan fee dan komisi sebesar 7,0 persen yoy. Total pendapatan operasional mencapai Rp80,1 triliun, naik 10,4 persen yoy.