Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Danantara, Kaharuddin Djenod Daeng, menyatakan badan barunya diwacanakan akan mengelola seluruh aset Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Dia mengatakan, selain milik BUMN, Danantara disebut-sebut juga akan mengoptimalkan pengelolaan aset yang berada di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seluruhnya, kami akan mengoptimalkan seluruh aset yang digabung. Seluruh aset BUMN dan aset-aset lain yang berada di luar APBN," ujar Kaharuddin saat ditemui di kantornya, Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa, 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun demikian, dia enggan menjelaskan terkait mekanisme bentuk penerimaan terhadap negara. Menurut Kaharuddin, pembahasan itu belum sepantasnya dibicarakan pada publik lantaran Danantara belum diresmikan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto. "Itu nanti ya, detail ya, kalau detail nantinya," kata dia.
Sementara itu, Kaharuddin mengklaim pembentukan badan barunya akan lebih besar daripada Temasek Holdings dan Government of Singapore Investment Corporation (GIC). Dia mengatakan, Danantara merupakan bentuk penggabungan dari dua holdings milik pemerintah Singapura itu.
"Jadi begini aja gambarannya sebagai contoh, kalau di Singapura itu ada Temasek, ada GIC maka Danantara adalah menggabungkan kedua bentuk itu," ujar Kaharuddin.
Dia mengatakan, pembentukan Danantara ini awalnya merupakan ide yang diberikan oleh Kepala Negara. Hal itu, kata dia, dengan menggabungkan beberapa perusahaan milik BUMN.
"Temasek dengan GIC itu digabungkan menjadi satu bentuk besar, raksasa yang dinamakan Danantara, di mana ide ini adalah ide presiden langsung dan nama Danantara juga dari presiden langsung," ucap dia.
Sementara itu, Kaharuddin turut menjelaskan perbedaan antara Danantara dengan Indonesia Investment Authority atau INA. Menurut dia, perbedaan itu terletak pada pilar investasi, yang di mana lembaganya memiliki tiga pilar, sementara INA hanya memiliki satu pilar yakni sovereign wealth fund.
"Jadi kalau di Danantara itu akan ada tiga fungsi, satu, sovereign wealth fund seperti INA, satu pilar lagi adalah di investment, development investment, terus kemudian yang ketiga adalah di asset management. Jadi tiga pilar, sementara INA hanya satu pilar," tutur Kaharuddin.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Aspek Perizinan Jadi Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Industri Kelapa Sawit