Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dari Hongkong Dengan Suplemen

Koran kedokteran berbentuk tabloid, Asian Medical News, terbit 2 kali seminggu yang diterbitkan oleh Medical News group di Hong Kong akan diedarkan di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah melarangnya.(md)

12 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA 200 perusahaan farmasi di Indonesia, 40 di antaranya milik asing. Bagi media massa, mereka merupakan sumber iklan yang mencapai Rp 5 milyar per tahun. Sebagian dana itu sudah tersedot oleh penerbitan dari Jakarta, seperti Majalah Kedokteran Indonesia, Media Aesculapius, Medika, Paediatrica Indonesiana dan Obstetri Gineakologi Indonesia. Perusahaan besar seperti Kalbe Farma dan Pharos Indonesia menerbitkan majalah sendiri untuk menyiarkan iklan masing-masing dengan leluasa. Namun demikian masih ada -- sekali ini mata asing pula -- yang melihat iklan tadi belum seluruhnya tergarap baik untuk pasaran Indonesia. Segera akan masuk pula dari Hongkong sebuah koran kedokteran berbentuk tabloid. Namanya Asian Medical News yang terbit 2 kali seminggu. Penerbitnya, Medical News Group, telah mengeluarkan berbagai majalah dan berkala untuk sekitar 600.000 dokter di Amerika, Jepang, Jerman, Austria, Swiss, Perancis, Korea, Afrika Selatan dan Inggeris. Bekerjasama dengan kelompok yang menerbitkan koran South China Morning Post (Hongkong), AMN itu dicetaknya dan diedarkannya secara cuma-cuma kepada 23.000 dokter yang tersebar di Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Pilipina, Malaysia, Singapura, Muangthai, Birma dan Indonesia. Dipimpin oleh GB Ong, ahli bedah dari University of Hongkong, AMN terutama menitikberatkan perhatiannya pada penemuan atau pun kejadian di sekitar dunia kedokteran. "Biaya penerbitan ini datang dari iklan tertentu yang erat berhubungan dengan kepentingan dokter setempat," kata suatu siaran AMN. Sekalipun dasar penerbitannya dikatakan "tidak komersial", penghasilan utamanya adalah iklan, mengingat para dokter bisa menerimanya gratis. Dia hanya menerima uang langganan dari pembaca yang bukan dokter (US$16 pertahun) dan mahasiswa (US$10). Untuk peredaran ke Indonesia, AMN mengincar perusahaan farmasi besar. Dalam nomor 20 Maret ini, misalnya, nampak iklan dari Voltaren (Ciba-Geigy), Polycrol (Nicholas Laboratories Indonesia) dan Neuro-Novalgin (Hoechst Pharmaceuticals of Indonesia PT, Jakarta). Kini setebal 16 halaman ini, AMN mulai Juni akan disisipi lampiran khusus untuk Indonesia. "Supplement Indonesia tersebut (8 halaman) akan memuat berita kedokteran di Indonesia, termasuk berita ringan sebagai penghibur," ujar Yusuf Salim, direktr PT Multi Indo Jasa. Perusahaan ini, berkantor di Cikini Baru Building, Jakarta itu, mewakili AMN, dengan mengejar iklan dari berbagai perusahaan farmasi setempat. Proses pengiriman koran tersebut kepada para dokter di sini dikerjakan langsung oleh Hongkong. Alamat dari 700 dokter Indonesia sudah tersimpan di sana. Untuk lampiran Indonesia itu, Multi Indo Jasa akan merekrut beberapa dokter yang punya kemampuan menulis. "Dengan imbalan yang cukup memuaskan," cetus Salim. Sampai nomor keempat, menurut ceritanya pada Marth Aleida dari TEMPO, lampiran itu masih akan ditulis dalam bahasa Inggeris, tapi selanjutnya akan memakai bahasa Indonesia. "Kami harus lebih dulu menghubungi pihak Bea Cukai Halim, karena ada peraturan yang melarang masuknya penerbitan dalam bahasa Indonesia dari luar negeri," sambung Soebagio T. Soedarmo, manajer iklan Multi Indo Jasa. Dilarang? Apa reaksi para dokter kita? AMN bisa "memperbanyak informasi tentang masalah kedokteran," kata dr Agus Purwadianto. Tapi sebagai Pemimpin Umum Media Aesculapius, ia sama sekali keberatan kalau AMN menyertakan lampiran dalam bahasa Indonesia. "Kalau hal itu sampai terjadi, kami akan minta perlindungan Departemen Kesehatan," katanya. Bukan itu saja. "Sangat disayangkan apabila promosi obat produksi dalam negeri untuk pasaran dalam negeri disalurkan melalui media luarnegeri," demikian drs Sunarto Prawirosujanto, dirjen pengawasan obat dan makanan, ketika ia menyambut penerbitan Medika pada awal 1975. Dalam hal ini Dirjen POM yang baru Dr. Midian Sirait kabarnya sudah sering mendiskusikannya dengan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Soekarno SH. "Yang jelas kalau Asian Medical News terbit dalam bahasa Indonesia, pemerintah akan melarangnya beredar," demikian seorang pejabat tinggi Departemen Penerangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus