KARIR Darsosumarto sebagai lurah rupanya tidak selalu mulus.
Sukses di berbagai desa Kabupaten Klaten (Jawa Tengah, 1976 ia
dialih tugaskan ke Desa Sabrang, Delanggu, masih Klaten juga.
Atasannya, Bupati Sumanto memang tidak menyuruhnya membuat
serangkaian kejutan. Tapi didorong perasaan sebagai lurah yang
pernah berprestasi, di tempat baru, ia ingin menunjukkan
bobotnya.
Rapat dengan perangkat desa diselenggarakan. Banyak program
pembangunan dirancang. Sejak peningkatan pembangunan SD Inpres,
sampai membangun gedung serba guna. Sementara para pejabat desa
dan tentu juga sang lurah yang masih pejabat ini tahu betul kas
desa kosong -- prioritas program tidak diberikan.
Gali Lobang
Meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Rp 3,4 juta buat
membangun SD Inpres, Darso rupanya ingin melihat SD yang lebih
keren. Entah macam apa gedung SD yang diangankan, tapi untuk
mewujudkannya ia butuh dana tambahan Rp 8,7 juta. Direncanakan
dana diperoleh dari penarikan uang penghakmilikan 38 kios yang
terdapat di pasar kota Kecamatan Delanggu. Dari penjualan tanah
kios seluas 2000 mÿFD ini ia berharap akan memperoleh Rp 30 juta.
Ini adalah uang halal sebab tanah kios itu dulunya tanah kas
Desa Sabrang juga.
Sementara itu program lain sudah menguntit. Darso juga mengidap
keinginan membangun gedung serba guna. Gunanya selain kelak bisa
disewakan, filmpun bisa diputar -- sumber duit yang lumayan.
Kantor kelurahan yang bertingkat dua melekat di sisinya.
Hitung-hitung pembangunan spektakuler ini butuh duit Rp 21 juta.
Darimana lagi? Darso berniat melego pangkalan andong yang
1000 mÿFD seharga Rp 20 juta. Siapa pembelinya tidak diketahui.
P~okoknya di atas kertas, proyek itu akan menguntungkan.
Tiba-tiba belum lagi berbagai proyek tadi selesai, ide membangun
di kepala Darso mengalir lagi bagai serat rosela keluar dari mesin
pintal. Pasar, pertokoan, pangkalan andong yang baru musti ada.
Pasar jadi sasaran berikut.
Tanahnya sudah tersedia yaitu tanah lungguh kepala desa. Biaya
pembangunan pasar yang Rp 39 juta ini hendak ditutupnya d~engan
hasil penjualan sebagian tanah lungguh kepada penduduk. Ia
menghargai tanah itu Rp 10 ribu/mÿFD hingga kelak didapat hasil
penjualan lebih Rp 31 juta. Hampir klop dengan rencana biayanya.
Bupati Klaten Sumanto tampaknya waspada, maklum program Darso
tidak pakai Pelita dan modal kerja. Dengan surat 5 Desember '77
Sumanto memerintahkan seluruh program pembangunan Lurah Darso
dihentikan.
Banyak dugaan kemudian muncul, dari soal korupsi sampai
kecerobohan administrasi. Tapi jelas instruksi bupati itu
membikin puyeng Darso. Sebab dari rencana uang penjualan tanah
kios, Pangkalan andong dan tanah lungguh itu, belum seluruhnya
terujud. Karena didesak program, Darso pinjam uang Rp 6,5 juta
dari rentenir dengan bunga tinggi. Walau proyek sudah dibekukan
selama 1,5 tahun, sang rentenir tetap saja tidak menghentikan
bunganya.
"Selama proyek ini dihentikan saya sudah bayar bunga Rp 7 juta.
Hutang saya seluruhnya dengan bunga Rp 14 juta," keluh Darso.
Korupsi? FB Irawan SH, Kepala Inspektorat Keuangan Kab. Klaten
menyanggah. "Tak ada penyelewengan, tak ada korupsi," katanya.
Tapi kenapa dihentikan? "Sebab proyek di Sabrang itu tidak hanya
satu, tapi banyak. Karena itu kami perlu mengontrol dari mana
sumber dananya," sambung Irawan SH.
Belum lama ini bupati sudah memerintahkan Camat Delanggu untuk
mencairkan program pembangunan Lurah Sabrang. Tapi nyatanya
Camat Surinto lebih suka menarik uang penghakmilikan 38 kios
saja. Gedung serba guna yang sudah berdiri sosoknya tapi belum
beratap dan calon pasar masih dibiarkan terbengkalai. Apakah
program Lurah Darso dinyatakan gagal? "Nanti 1,5 bulan lagi akan
ada surat bupati, untuk mengaktifkan proyek Sabrang," sahut
Irawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini