DENYUT pasar modal sudah menjalar ke sektor rokok kretek. Seakan tak ingin tertinggal kereta, dalam waktu dekat pabrik-pabrik yang sangat padat karya ini akan melepaskan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Nilai saham yang dilepas pun tidak kecil. Jika ditotal, bisa mencapai ratusan milyar, bahkan mendekati Rp 1 trilyun. Yang maju sebagai pelopor adalah PT HM Sampoerna. Pabrik kretek yang berpangkalan di Surabaya ini, belakangan melejit deras. Sudah lama, Sampoerna cuma dikenal dari rokok Dji Sam Soe kretek paling mahal yang, katanya, "mujarab untuk menyembuhkan batuk". Baru setelah Putera Sampoerna, 42 tahun, terjun mengelola pabrik yang diwarisinya itu pada 1984, mereka mulai membuat sigaret kretek mesin yang ujungnya dipasangi filter. Serentak dengan itu, filosofi bisnisnya berubah. Jika dulu tak mau tahu urusan iklan, kini Sampoerna mementingkan gebyar-gebyar promosi. Dalam membawakan diri sebagai produsen kretek yang paling mahal, dulu Sampoerna tak menghiraukan pangsa pasar. Prinsipnya: biar kecil asalkan untungnya besar. Tapi sang "anak muda", Putera Sampoerna, berpikir sebaliknya. Pasar harus besar, untung agak tipis tak mengapa. Ternyata urusannya tak jadi gampang. Putera pun harus menelan "pil pahit", ketika produknya yang diberi label X-Tra tak diacuhkan oleh pasar. "Soalnya, kami tak punya jaringan distribusi," begitu alasannya. Konon, ia rugi sampai sekitar Rp 2 milyar. Tapi Putera menyangkal. "Kalau segitu, ya, terlalu besar," tuturnya tanpa menyebut angka yang persis. Belajar dari situ, lalu Sampoerna menggarap Jaringan pemasarannya secara senus. Sekarang ia mengaku memiliki 120 kantor di seluruh Indonesia, ditambah cabang luar negeri di Singapura, Tokyo, dan Amerika Serikat. Baru setelah itu diluncurkan produk lain yang dijuluki Sampoerna Exclusive. Dari sini, nasib baik mulai datang menyapa. Dalam setahun, produk yang dilempar akhir 1987 itu berhasil mencapai produksi 10 juta batang sehari. "Itu rekor yang cukup bagus," tutur Putera, yang memakai cincin batu aji bertulisan huruf kanji 'wang', yang artinya raja. Setelah sukses dengan Exclusivenya, Putera memasang strategi lain lagi. "Harga saya naikkan sepertiganya," ia menerang- kan. Akibatnya telak. Penjualan Exclusive melorot 50 persen. Toh risiko ini diterimanya. Menurut Putera, sebagai produsen rokok mahal, ia tak bisa memasang harga Rp 450 untuk Exclusive yang berisi 20 batang per bungkus. Sedangkan Dji Sam Soe yang berisi 10 batang dijual Rp 1.300 per pak. Nasib baik kembali melirik, ketika Putera meluncurkan produk baru, si bungkus putih Sampoerna Mild. Menurut yang empunya pabrik, dalam waktu cuma empat bulan produksi Mild sudah tujuh juta batang per hari -- sekitar satu persen dari seluruh pasar kretek. Perkembangan ini diantisipasi Putera dengan ekspansi yang memerlukan dana besar. "Untuk itulah kami go public." Sementara itu, ia mencari pinjaman dari berbagai bank asing. Dana dari pasar modal itulah yang nantinya akan menutup kredit kredit bank, yang jumlahnya tak disebutkan oleh Putera. Dari kalangan penjamin emisi di Jakarta, terbetik info bahwa Sampoerna akan melepas 27 juta saham harganya antara Rp 12 ribu dan 14 ribu per unit. Berarti, dana yang akan diserap sekitar Rp 324-327 milyar. Dan sekaranglah masanya, investor bisa puas memilih. Selain Sampoerna, Gudang Garam pun sudah menyiapkan diri untuk go public. Bahkan lebih besar lagi. "Sekitar Rp 600 milyar," kata sebuah sumber yang sangat dekat dengan proses ini. Dibandingkan dengan omset Sampoerna yang Rp 300 milyar tahun lalu, Gudang Garam mencatat penjualan Rp 1,3 trilyun Aset yang dimiliki sekitar Rp 1,3 trilyun juga -- itu pun belum dinilai kembali dengan harga sekarang. Tapi, kapan mau terjun? Bos Gudang Garam, Rachman Halim, tidak banyak bicara. "Kami menunggu bapak Bapepam," celetuknya singkat. Maksudnya: menunggu izin. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini