Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dengan api mau mengatrol harga

Harga pala jatuh dan aepi membakar 300 ton pala di sulawesi utara. apalagi sesudah ini?

19 Juni 1993 | 00.00 WIB

Dengan api mau mengatrol harga
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KARUNG-karung berisi buah pala itu sudah ditumpuk di tanah lapang. Dua drum minyak tanah diguyurkan. Dan belasan orang menyulutkan api. Buss ..., api menyambar. Datang lagi truk pembawa pala. Isinya dicurahkan dan dibakar juga. Dalam sekejap, 300 ton pala pun hangus. Peristiwa langka itu terjadi Jumat pagi pekan silam di halaman PT Dwi Sejati, di Desa Watutomou-Maumbi, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Pelaku ''upacara'' pembakaran adalah Asosiasi Eksportir Pala Indonesia (AEPI). Pembakaran dipimpin oleh PT Watraco, anggota AEPI yang juga adalah anak perusahaan PT PP Berdikari, BUMN yang dipimpin bekas Menteri Koperasi Bustanil Arifin. Pemimpin AEPI dan para wakil 13 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi ini tampak lega setelah pala hangus. Hal ini sungguh mengundang tanda tanya para wartawan yang sengaja diundang ke upacara tersebut. Mengapa pala begitu banyak disia-siakan? ''Untuk memperbaiki harga pala di pasar internasional,'' jawab Ibrahim Wira- disastra, Sekretaris Eksekutif AEPI yang juga Wakil Presiden PT Watraco. Rupanya, pembakaran tadi merupakan wujud kekalutan eksportir pala. Ibrahim menceritakan, banjir pala ke pasar internasional telah menjatuhkan harga secara drastis. Pada tahun 1988, eksportir bisa menjual 1 ton pala seharga US$ 5.300, tapi sekarang mereka hanya mengantongi kurang dari US$ 600. ''Dulu petani menerima Rp 3.700 untuk tiap kilogram pala, tapi sekarang paling-paling cuma Rp 600,'' tutur Ibrahim. Nasib buruk mulai membayang sejak lima tahun lalu, tatkala harga pala masih tinggi. Waktu itu eksportir jorjoran menjual ke luar negeri dan berebut pembeli dengan memasang harga lebih murah. Harga makin anjlok tatkala Pemerintah membebaskan ekspor pala pada 1990. ''Para eksportir saling menenggelamkan. Akibatnya, harga jatuh. Dan sekarang negara pembeli bisa sesuka hati menentukan harga,'' ujar Ibrahim lebih lanjut. Tampaknya, kasus pala merupakan kasus buyer's market dalam manifestasinya yang tergolong konyol. Dalam perdagangan antarnegara, OPEC misalnya merupakan contoh bagaimana negara produsen bersatu, agar minyak yang mereka hasilkan tidak sampai membuat mereka cakar-cakaran. Mengapa upaya serupa tidak dilakukan sejak dulu oleh para eksportir pala, memang agak mengherankan juga. Mungkin pengalaman dagang eksportir Indonesia masih terbatas. Selain itu, Pemerintah barangkali tidak pernah sempat ikut memikirkan strategi perdagangan pala. Kini, harga pala sudah tak tertolong. Indonesia dan Grenada, sebagai dua negara eks- portir pala, harus menyusun strategi pemasaran baru yang bisa menjamin bisnis mereka di masa depan. Menurut Ibrahim, Indonesia memasok 70% kebutuhan pala dunia, sementara Grenada 30%. Kedua negara itu sepakat membakar sebagian simpanan palanya, ketika Bustanil Arifin komisaris utama PT Berdikari yang adalah induk PT Watraco berkunjung ke Grenada. Negara itu akan membakar 1.000 ton pala, dan Indonesia, ''Akan membakar pala lebih besar dari Grenada,'' ujar Ibrahim. Selasa pekan lalu, AEPI minta kesediaan anggotanya membakar pala. Semula mereka keberatan, tak terkecuali Latifa Basalamah, Direktur UD Senang Hati/Latifa. Ia menyebut pembakaran pala sebagai rencana gila. Akhirnya ia setuju juga, bahkan menyerahkan 12 ton pala untuk dibakar. Di seluruh Indonesia ada puluhan eksportir pala, 35 di antaranya tergabung dalam AEPI. Sulawesi Utara, yang memproduksi 70% pala Indonesia, memiliki 18 eksportir anggora AEPI. Yang ikut aksi pembakaran baru 13 eksportir. Masing- masing menyerahkan lebih dari 10 ton kepada PT Watraco selaku koordinator aksi itu. Tak jelas berapa ton sumbangan Watraco, yang memiliki stok 1.700 ton pala (hampir separuh dari total stok pala Indonesia yang saat ini berjumlah 4.000 ton). Aksi pembakaran tidak berhenti sampai di sini. AEPI masih akan melakukan pembakaran lanjutan di Ambon dan Surabaya. ''Kita akan membakar lebih dari 1.000 ton,'' ujar Ibrahim. Sekarang sudah 300 ton. Jadi, masih 700 ton pala lagi yang harus menjadi abu. ''Mudah-mudahan, harga naik 10 hingga 20 persen,'' harapannya. Aksi AEPI ternyata direstui dan diketahui instansi setempat, misalnya Dinas Perkebunan dan Kantor Wilayah Sulawesi Utara. H.T. Lantu, Kepala Kanwil Perdagangan Sul-Ut, menyatakan bahwa pembakaran itu semacam terapi kejutan bagi pihak pembeli. Ia pun membeberkan data nilai ekspor pala dari Sulawesi Utara, yang dari tahun ke tahun terus menurun meskipun jumlah barang yang dijual meningkat. Pada tahun 1990 Sul-Ut mengekspor 2.000 ton pala dan menghasilkan devisa bagi negara hampir US$ 4 juta. Tapi, pada tahun 1992, ekspor 2.500 ton pala malah hanya menghasilkan US$ 2,7 juta. Kini, setelah pembakaran, lalu apa? Apakah harga otomatis akan naik, seperti yang diharapkan Lantu? Belum tentu. Atau diperlukan tata niaga baru? Memang sebaiknya begitu, tapi aturan mainnya harus jelas dulu. Jangan nanti beberapa gelintir pengusaha di pucuk pimpinan AEPI memanfaatkan mekanisme yang mereka ciptakan untuk kepentingan usaha mereka saja. Biasanya, itulah yang terjadi. Ada rencana, eksportir akan bekerja sama dengan koperasi unit desa (KUD) untuk membeli pala dari petani. Namun, demi kelancaran, AEPI yang akan mengatur pelaksanaan eskpornya. Mungkin perlu kuota ekspor bagi setiap anggota. Mungkin juga disepakati dulu aturan mainnya, termasuk seperangkat sanksi. Dan tentu saja harus ada pimpinan yang berbakat untuk bermain di pasar global. Priyono B. Sumbogo dan Imawan Mashuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus