DARI bisnis jalan tol, usaha Ny. Siti Hardijanti Rukmana melebar ke pengeboran minyak. Mbak Tutut, begitulah nama akrabnya, pekan lalu menandatangani kontrak kerja sama dengan Direktur Utama Pertamina, Faisal Abda'oe. Perusahaannya, PT Citra Patenindo Nusa Pratama (CPNP), diberi hak menggarap tiga lapangan minyak di Sumatera Selatan selama 15 tahun. Terletak sekitar 125 km dari Palembang, tiga lapangan minyak itu bernama Abab, Raja, dan Dewa. Usaha minyak lazimnya dimulai dengan eksplorasi, tapi CPNP langsung menggarap sumur minyak. Anak perusahaan Citra Lamtoro Gung Persada ini akan mengeksploitasi sumur-sumur warisan Stanvac yang sudah digarap sejak tahun 1949. Setiap hari, sekitar 12 ribu barel disedot dari 287 sumur yang tersebar di tiga blok tadi. ''Tapi itu hanya kapasitas produksi awal. Makin lama makin berkurang,'' juru bicara Pertamina Erwin Kasim mengungkapkan kepada Juwarno dari TEMPO. Sejak sepuluh tahun silam, sumur- sumur itu hanya meneteskan 1.500 barel per hari. Tapi, sebagai sumber minyak, ia belum kering. Pompa tangguk itu memang kurang produktif, seiring dengan berkurangnya tekanan alami dalam sumur. Akibatnya, 70% dari total potensi kandungan minyak di lokasi itu mengendap di dasar sumur atau terselip di pori-pori bumi. Menurut sebuah sumber, sejak tahun 1970-an, Stanvac sudah menyiasati ''sisa'' kandungan ini dengan teknik pemulihan sekunder (secondary recovery) yang umum: menyuntikkan uap, air, dan polimer. Hasilnya kurang memuaskan, jadi dihentikan. Pada tahun 1983, kontrak Stanvac-Pertamina berakhir dan pengelolaan ladang Abab-Raja-Dewa dikembalikan ke Pertamina. Kini ladang yang menganggur itu akan dikuras lagi oleh CPNP. Tidak cukup dengan suntikan uap air dan polimer, tapi juga teknik pengeboran radial (radial drilling), yakni dengan mengebor lubang-lubang tambahan di seputar sumur lama. Untuk itu, pada enam tahun pertama operasi, CPNP perlu dana tak kurang dari US$ 48,2 juta. Namun, sesudah dipancing, kapasitas produksi sumur tua itu diperkirakan bisa berlipat sepuluh kali. Jadi, minimal 10 ribu barel per hari. Kalau harga minyak mentah tetap US$ 18 per barel, dengan porsi 7,5% dari total produksi, pada akhir masa kontrak, CPNP akan meraup peng- hasilan hampir dua kali lipat investasinya. Tapi Direktur CPNP Irsan Ilyas tampak waspada. Soalnya, sukses itu baru bisa dicapai pada kondisi alam di AS. ''Di sini barangkali masih perlu beberapa modifikasi lagi,'' katanya. Urusan modifikasi ini dipercayakan CPNP kepada tenaga ahli lokal yang telah mendapat latihan sebelumnya di AS. Sebagian pernah bekerja di Pertamina, sebagian lagi dari perguruan tinggi seperti ITB. Tampaknya, CPNP berambisi mengulang sukses bisnis jalan tol di ladang minyak, yang jelas lebih riskan. Bila dalam 6 tahun tak ada hasil, ''Pertamina berhak membatalkan kontrak dan menarik kembali sumur-sumur itu,'' ujar sebuah sumber di Pertamina. Ivan Haris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini