Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Deregulasi di daerah masih menunggu

Deregulasi & debirokratisasi akan dilaksanakan sampai ke tingkat kelurahan. pemda dihadapkan pada tantangan mencari sumber-sumber pendapatan baru. untuk meratakan pertumbuhan ekonomi dari pusat ke daerah.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROGRAM deregulasi dan debirokratisasi sudah beberapa kali dipuji -- juga oleh pihak luar negeri -- tapi belum juga tuntas terlaksana sampai kini. Menlu AS George Shultz, yang beramah-tamah dengan para menteri ekuin Senin pekan ini, tak lupa menyinggungnya dalam pembicaraan. Deregulasi, yang kongkretnya berupa pemangkasan mata rantai birokrasi dan penyederhanaan proses perizman, umumnya baru diarahkan ke sekitar departemen-departemen. Baru April lalu Menko Ekuin mengatakan bahwa deregulasi akan dilaksanakan sampai ke tingkat kelurahan. Sesudah itu Menteri Dalam Negeri Rudini ikut memberi dukungannya. Tak heran jika pekan silam, Menko Ekuin masih harus mengundang para kepala daerah untuk beroleh masukan. "Informasi dari para gubernur itu penting, supaya deregulasi dan debirokratisasi itu bisa tepat jika diterapkan di daerah-daerah," kata Radius. Pemerintah pusat tampaknya hati-hati. Di tingkat makro, deregulasi memang bisa meningkatkan perkembangan ekonomi nasional secara umum. Bank-bank semakin tambun menghimpun dana masyarakat, investasi terus meningkat, ekspor nonmigas berpacu dengan ekspor migas, dan penerimaan pemerintah dari pajak terus menggelembung. Tapi situasi di daerah belum tentu pas. Lambat atau cepat, deregulasi akan menimbulkan perubahan pada peta perekonomian Indonesia. Kebijaksanaan pemerintah yang dimaksudkan untuk melancarkan ekspor misalnya. Tumbuhnya pelabuhan kering Gedebage (Bandung) sejak Maret 1986 secara tak langsung mengurangi kegiatan ekonomi di Tanjungpriok (Jakarta). Menurut Tjutju Garnadi, pejabat yang mengelola terminal peti kemas Bandung (TPKB) itu, dewasa ini ada sekitar 600 peti kemas -- ekspor atau impor -- yang diselesaikan administrasinya di situ. "Di sini tidak ada hambatan, tetapi di Perum Pelabuhan II Tanjungpriok masih ada. Entah karena apa," ujar Tjutju. Begitu pula pelabuhan peti kemas di Benoa (Bali), yang mulai beroperasi Juni silam. Secara tak langsung pelabuhan ini mempengaruhi kegiatan ekonomi dan bisnis di Jawa Timur, bahkan Jakarta. Perusahaan perikanan terbesar Samudera Indonesia yang bermarkas di Bali, misalnya, kini bisa mengekspor ikan tuna langsung dari daerahnya. Dan, "Biaya penanganan peti kemas di sini jauh lebih murah ketimbang di Jakarta," tutur Ketua BKPMD Bali, Dewa Made Beratna. Tak heran bila Ketua ISEI Bandung, Setyanto P. Santosa, mengingatkan bahwa pemda dituntut kreativitasnya untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru. "Misalnya, naikkan pajak kendaraan bermotor, atau usahakan diversifikasi sumber-sumber pendapatan asli daerah sendiri." Di sisi lain, deregulasi dan debirokratisasi, seperti kata Menko Ekuin, dimaksudkan untuk meratakan gerak pertumbuhan ekonomi dari pusat ke daerah. Nah, dalam pemerataan itu, sampai kini belum ada pemda yang mengeluh, misalnya karena penerimaannya terpangkas. Pejabat Bappeda yang dikontak di Medan, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Kalimantan Selatan, dan Manado rata-rata bersuara positif. Mereka semua menunjukkan data, betapa investasi di daerahnya terus meningkat sejak deregulasi. Kelancaran itu diakui antara lain oleh Victor Padeatu, anggota ISEI dari Manado, Sul-Ut. Ia, pengusaha yang baru saja membuka industri rotan di Bitung, sudah merasakannya. "Dulu untuk mengurus izin di kantor gubernur ruwet, sekarang cuma seminggu," ujar Victor. Tapi lain pula pengalaman Ny. Vega Monirka. Niat baik anggota Iwapi Jakarta ini untuk mengembangkan usaha baru di Provinsi Sul-Ut terbentur urusan tanah. Perusahaannya, PT Asa Engineering Pertama, akan membuka tambak udang di Likupang seluas 350 ha dengan investasi Rp 5 milyar. Memang pada tahun 1985, sewaktu mengurus sertifikat tanah untuk 100 ha pertama, lancar saja. "Tetapi 100 ha kedua, sampai sekarang baru selesai 80%," tuturnya. Masalah tanah memang hambatan umum bagi investor. Pengurusan sertifikat tanah di Kal-Sel, misalnya dulu bisa sampai dua tahun. Tetapi Gubernur Kal-Sel, Ir. H.M. Said, April lalu, minta agar dinas agraria mempercepat urusan sertifikat tanah, yang selama ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi di daerahnya. Sementara itu, di Provinsi Bali, prosedur pengurusan tanah sudah jelas. Menurut Ketua BKPMD Bali, Dewa Made Beratna, pengurusan izin lokasi ditetapkan 13 hari, izin usaha (HO) dan izin bangunan (IMB) dalam 42 hari. Ini pun belum sebaik di Taiwan. "Di sana, urusan tanah cuma seminggu," tutur Dewa. Itu semua sekadar contoh masalah, yang dapat dikumpulkan TEMPO di beberapa daerah. Tapi di sini perlu dicatat juga pendapat pakar ekonomi dan pengusaha daerah. "Seharusnya, semua pejabat daerah dikumpulkan di pusat, waktu keputusan deregulasi itu diturunkan. Sekaligus dibuatkan petunjuknya, supaya pelaksanaannya serempak," kata Budi Santosa, Ketua Kadinda Jawa Tengah. MenurutBudi, pelaksanaan deregulasi di daerah selama ini sangat bervariasi, terutama di tingkat kabupaten. Dr. Polin Pospos -- anggota ISEI Medan yang lulus dari Universitas Vanderbilt (1975) -- berpendapat sama. Katanya, kebijaksanaan deregulasi tanpa petunjuk pelaksanaan dari pusat masih menimbulkan hambatan psikologis pada aparat pemda. "Para birokrat daerah sepertinya tidak mau tahu akan keuntungan jangka panjang dan menengah dari deregulasi," ujar menantu T.D. Pardede, pengusaha terkemuka dari Sum-Ut, ini. Lain halnya Dr. Nopirin, staf pengajar di FE UGM (Yogya) yang melihat bahwa kini muncul ekonomi baru, sebagai dampak deregulasi. Apa maksudnya? "Informasi pasar. Ini belum dilirik pemda-pemda. Pemda harus mampu menampilkan profil daerah serta potensi-potensinya. Mereka harus menjual daerahnya sampai ke luar negeri," ujarnya bersemangat. Nopirin adalah doktor ekonomi keuangan, lulusan Washington State University, AS. Max Wangkar, laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus