Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada perdagangan Kamis sore ini, nilai tukar rupiah ditutup melemah 6 poin di level Rp16.217 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah hingga 40 poin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan itu menambah tekanan pada rupiah yang sebelumnya berada di level Rp16.211. Untuk perdagangan besok, dia memprediksi rupiah tetap fluktuatif di rentang Rp16.200 hingga Rp16.250.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal-hal mempengaruhi tekanan pada rupiah, kata dia ialah kondisi global yang terus membayangi pergerakan rupiah. “Salah satu sentimen utama adalah meningkatnya imbal hasil obligasi AS, didorong oleh laporan bahwa mantan Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk menetapkan keadaan darurat ekonomi nasional. Langkah ini diproyeksikan menjadi dasar penerapan tarif universal terhadap sekutu maupun musuh,” kata dia, Kamis, 9 Januari 2025.
Selain itu, pasar memprediksi Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga dengan kecepatan yang lebih lambat dari perkiraan awal. Gubernur The Fed, Christopher Waller, menyatakan bahwa inflasi akan terus menurun pada 2025, meskipun dengan dinamika yang tidak pasti.
Sementara itu, dia menyampaikan data dari Tiongkok menunjukkan inflasi indeks harga produsen mengalami penurunan selama 27 bulan berturut-turut, mencerminkan lemahnya sentimen konsumen di negara tersebut. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok turut memberikan dampak negatif terhadap ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dari sisi domestik, ia mengatakan partisipasi Indonesia di BRICS dipandang sebagai langkah strategis untuk memperluas hubungan dengan negara-negara Global South. Namun, keanggotaan ini juga menghadirkan risiko, terutama jika kebijakan proteksionisme yang diinisiasi Trump mengarah pada tarif tinggi bagi anggota BRICS.
"Reaksi proteksionis seperti ini dapat berdampak besar pada ekspor Indonesia, terutama produk yang bergantung pada pasar AS. Ditambah lagi, ketergantungan yang semakin kuat pada Tiongkok memerlukan langkah diversifikasi mitra dagang yang lebih agresif," ujar dia.
Indonesia diharapkan memperkuat hubungan bilateral dengan berbagai mitra untuk mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian global. Kebijakan seperti diversifikasi pasar ekspor menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan geopolitik dan ekonomi yang kompleks.
Dengan berbagai tekanan eksternal dan internal, pelemahan nilai tukar rupiah hari ini mencerminkan perlunya kebijakan ekonomi yang adaptif dan proaktif untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar global.