Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mencetak ulama dari semarang

20 sarjana lulusan iain dari berbagai daerah dikumpulkan di iain sunan walisongo, semarang, untuk di godok dalam program yang diberi nama pembibitan calon dosen iain se-indonesia.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH jawaban dari kerisauan yang panjang tentang perlunya ulama plus. Harapan untuk mencetak ulama plus itu tetap ditumpukan pada jalur pendidikan formal yang berada di bawah Departemen Agama, yakni Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Masalahnya sekarang, bagaimana meningkatkan mutu IAIN itu. Ke arah itulah Departemen Agama melangkah. Kini, dua puluh sarjana lulusan IAIN dari berbagai daerah dikumpulkan di IAIN Sunan Walisongo, Semarang, untuk digodok dalam program yang diberi nama Pembibitan Calon Dosen IAIN se-Indonesia. Mereka itu hasil saringan ketat 136 pendaftar, semuanya berusia di bawah 30 tahun. Program setahun ini hanya "jembatan perantara" untuk menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni program master dan doktor yang ditempuh di luar negeri. Ketika meresmikan program ini, Senin pekan lalu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Departemen Agama H.A. Ludjito mengatakan, lewat program ini IAIN diharapkan mampu menjawab tuntutan dan tantangan pembangunan nasional. Terutama, seperti diprihatinkan Menteri Agama Munawir Sjadzali, "Untuk menjawab tantangan tentang kebutuhan ulama plus." Sudah sering Munawir Sjadzali menyatakan kerisauannya atas langkanya ulama plus. Yang ia maksud, ulama yang mampu menggandengkan penguasaan ilmu agama dan ilmu alat (pelengkap) sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. IAIN, yang diharapkan jadi tempat pengaderan, dianggap masih lemah, karena kurangnya dosen yang bermutu. Sebab ini, dalam lawatannya ke berbagai perguruan tinggi di Kanada, Inggris, Prancis, Amcrika Serikat, dan beberapa negara di Timur Tengah, Munawir melakukan pendekatan. Dan perolehannya: ia mendapatkan lampu hijau untuk mengirimkan dosen-dosen IAIN. Namun, problem yang dihadapi dosen IAIN banyak yang tak lulus tes pada tahap awal untuk mengikuti pendidikan di luar negeri itu. Yang menjadi masalah juga penguasaan bahasa Inggris dan Arab. Tidak bisa kita bayangkan bagaimana mungkin mahasiswa dan dosen IAIN meningkat kualitasnya tanpa menguasai kedua bahasa itu," kata Munawir. Itu sebabnya, selama setahun ini para peserta program Pembibitan Dosen IAIN mendapatkan pelajaran bahasa Arab dan Inggris secara intensif. Untuk perkuliahan bahasa Inggris, mereka dibantu dosen-dosen dari Universitas Diponegoro, Semarang "Bahasa Arab ditangani dua dosen IAIN, Semarang. Kami punya lab bahasanya," kata Ahmad Darodji, pimpinan program, yang juga Purek II IAIN Semarang. Tentu saja, selama setahun tak cuma mempelajari bahasa. Mereka juga diberi kuliah ilmu pengetahuan dasar Islam yang meliputi Quran dan tafsirnya, Siratun Nabi dan sunahnya, serta pengetahuan Islan klasik (aliran kalam, fiqih, tasawuf, dan sejarah Islam). Juga, ada pengenalan komputer. Tenaga pengajar program ini antara lain Dr. A Syafii Maarif (IKIP Yogyakarta), Dr. Zamakhsyari Dhofir (staf peneliti Puslitbang Departemen Agama), Dr. Nurcholish Madjid (LIPI), Dr. Quraisy Syihab (IAIN Jakarta). Tugas dosen itu, menurut Zamakhsyari Dhofir, hanya menyampaikan kuliah pengantar. Para peserta kemudian dipersilakan aktif sendiri membaca buku rujukan, dan diharuskan membuat resume dari buku-buku itu. Persoalannya adalah apakah "program jembatan" ini tidak mengurangi alokasi pengiriman dosen-dosen IAIN yang lebih senior. Menurut Darodji, "Tidak akan menghabiskan jatah pengiriman dosendosen yang lain, karena anggarannya berbeda." Darodji pun optimistis, peserta program ini tak menemui hambatan belajar di luar negeri dan pulang untuk menjadi dosen setelah menggondol doktor. "Sebelum dikirim ke luar negeri status mereka sudah pasti diangkat sebagai pegawai negeri," katanya. Di seluruh Indonesia ada 14 IAIN. Keluhan bahwa mutu IAIN semakin merosot, menurut Ludjito, sudah ada sejak menteri agama dipegang Mukti Ali. "Pak Munawir kemudian membentuk Tim Perbaikan Mutu IAIN yang dipimpin Drs. H. Zarkowi Soejoeti," kata Ludjito, yang pekan ini dilantik sebagai Rektor IAIN Semarang. Program pintas setahun ini, salah satu saran tim dari banyak pembenahan yang akan dilakukan di IAIN. Agus Basri, Ahmadie Thaha (Jakarta), dan I Made Suarjana (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus