Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Di Antara Pilihan

21 Februari 2005 | 00.00 WIB

Di Antara Pilihan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SULIT membayangkan pemerintah urung menaikkan harga bahan bakar minyak. Apalagi harga minyak mentah dunia masih di sekitar US$ 40 per barel, sedangkan harga patokan dalam APBN 2005 hanya US$ 35 per barel. Jika harga BBM tidak dinaikkan, pemerintah akan mengeluarkan subsidi?dalam istilah Kwik Kian Gie "kehilangan potensi pendapatan"?Rp 4,4 triliun per bulan, atau hampir Rp 53 triliun setahun.

Namun sikap pemerintah masih gelap. Para menteri yang dijumpai seusai rapat koordinasi program kompensasi pengalihan subsidi BBM di Bappenas, Kamis pekan lalu, seolah sepakat tutup mulut. "Kami belum bicara tentang kenaikan harga BBM," kata Menteri Perhubungan Hatta Rajasa. Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Jalil, hanya mengatakan apa yang sudah diungkapkan Menteri Perekonomian Aburizal Bakrie: kenaikan harga BBM akan diterapkan sebelum 15 April 2005. Sehari kemudian Aburizal meralat ucapannya, "Harga BBM akan dinaikkan sebelum 1 April."

Jauh-jauh hari, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro sebenarnya sudah menyiapkan enam opsi kenaikan harga BBM. Pertama, harga semua jenis BBM tidak naik, sehingga pemerintah harus menyediakan dana subsidi Rp 53 triliun. Kedua, menaikkan minyak bakar, minyak diesel, minyak tanah industri, dan solar industri. Kebijakan ini akan menurunkan angka subsidi menjadi Rp 35 triliun. Ketiga, jenis BBM yang naik ditambah premium, sehingga subsidi tinggal Rp 25 triliun.

Opsi keempat, kata Purnomo, solar untuk transportasi dinaikkan menjadi Rp 1.800 (dari Rp 1.650) per liter. Opsi ini akan menekan lagi subsidi menjadi Rp 23,3 triliun. Kelima, minyak tanah untuk rumah tangga juga dinaikkan. Pilihan ini akan mengurangi subsidi hingga menjadi Rp 18 triliun. Namun, kata Ical, minyak tanah diupayakan tak naik. "Kalaupun naik, sedikit sekali." Pilihan terakhir, harga semua jenis BBM dinaikkan. Itu artinya tidak ada pos subsidi BBM lagi. Mungkinkah?

Menurut Ketua Komisi Energi DPR, Agusman Effendi, hingga kini DPR belum tahu pilihan pemerintah. "Pekan ini alternatif itu akan dibahas lagi di DPR," katanya. Karena itu, DPR juga belum bisa memberikan rekomendasi pilihan terbaik. Jika merujuk harga minyak dunia yang masih tinggi, pemerintah memang perlu menaikkan harga BBM. Tapi, tiap pilihan selalu ada konsekuensinya. "Nah, konsekuensi itu juga perlu dibicarakan," ujarnya.

Bagi Kurtubi, pemerhati minyak dan gas, pilihan terbaik adalah menaikkan harga semua jenis BBM. Kenaikannya memang harus bertahap, agar tidak terlalu memberatkan rakyat. Bagaimanapun, biasanya kenaikan harga BBM akan diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok. Ka-rena itu, dia menyarankan, tahun ini sebaiknya menaikkan harga BBM 30 persen saja. Tahun depan dinaikkan lagi sampai besarannya sesuai dengan harga minyak di pasar dunia, sehingga tidak perlu lagi ada subsidi. "Cara ini sekaligus membuktikan bahwa pemerintah memiliki acuan harga BBM yang jelas, yaitu rata-rata biaya pokok produksi BBM," katanya.

Alasan lainnya, menurut Kurtubi, kenaikan semua jenis BBM juga dimaksudkan menekan penyimpangan distribusi BBM. Bila hanya harga BBM untuk industri yang dinaikkan, misalnya, akan makin marak penyalahgunaan peruntukan BBM. Minyak solar untuk transportasi akan diselewengkan untuk kebutuhan industri. Apalagi bila hanya minyak tanah yang tidak dinaikkan, itu akan menyuburkan praktek pengoplosan dengan solar, lalu minyak oplosan itu dijual seharga solar.

Kurtubi menilai, minyak tanah sebaiknya juga dinaikkan meski BBM jenis ini paling banyak dikonsumsi masyarakat bawah. Dia mengusulkan harga minyak tanah dinaikkan dari Rp 700 menjadi Rp 1.000 per liter. Tapi tata niaga minyak tanah harus diubah dulu supaya harga ke masyarakat tidak terlalu mahal. Saat ini rakyat kecil sebetulnya membeli minyak tanah di atas Rp 1.000 per liter, meski harga resminya Rp 700. "Ini karena tata niaganya tidak efisien," kata Kurtubi.

Taufik Kamil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus