Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDUNG Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berubah peran pada Kamis malam pekan lalu. Mirip Istana Negara, hampir semua pejabat tinggi negara setingkat menteri menjejali kantor dekat Taman Surapati, Jakarta Pusat, itu. Mulai dari Panglima TNI hingga Kepala Badan Intelijen Negara, dari Menteri Perekonomian hingga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Hujan deras di penghujung senja tak menghalangi mereka memenuhi undangan Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie. Beredar kabar, rapat akan membicarakan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) setelah sidang kabinet pada siang harinya urung membahas soal itu. Penjagaan sangat ketat, wartawan tak diizinkan mendekati ruang rapat yang berjarak hampir tujuh meter dari ruang tunggu wartawan.
Rapat koordinasi yang melibatkan 25 petinggi itu baru usai pukul 22.30. Meski terbukti tak membahas rencana kenaikan harga BBM, rapat itu masih membicarakan soal yang terkait dengan kenaikan harga BBM, yakni Program Kompensasi Pengalihan Subsidi BBM. Anehnya, mengenai hasil rapat, para menteri seperti sepakat tutup mulut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, yang dicegat Tempo di pintu keluar, balik masuk ruangan. Sambil menempelkan tangan menutup mulutnya, Purnomo kembali meriung bersama para menteri lain persis di tubir pintu. "Jangan tanya saya, saya tidak boleh ngomong," katanya. Menteri lain pun seperti ikutan bertahan di bendul pintu.
Panglima TNI, Jenderal Endiarto Sutarto, yang memecah suasana kaku itu. "Kok tidak keluar?" katanya. "Saya duluan, deh." Langkah Jenderal Tarto akhirnya diikuti para menteri lain, tetapi mereka tetap bungkam seribu bahasa. Kebekuan baru pecah setelah sahibul hajat, Aburizal Bakrie, keluar. "Siapa bilang tidak boleh ngomong? Boleh, kok," kata mantan Ketua Umum Kadin Indonesia itu.
Menurut Aburizal, rapat koordinasi itu hanya membahas program dana kompensasi kenaikan BBM. Karena itu, ia meminta para menteri mengusulkan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan untuk kaum miskin sebagai kompensasi. "Ada yang mengusulkan pendidikan," kata Aburizal. "Kami tanyakan berapa perlunya. Begitu juga subsidi kesehatan. Lalu kami hitung bersama-sama."
Soal agenda kenaikan harga BBM, kata Ical, justru tidak dibicarakan. Termasuk soal kapan kenaikan akan diberlakukan dan besaran kenaikannya. "Kami tidak bicarakan itu," Aburizal menambahkan. Sumber Tempo yang hadir di rapat malam itu membenarkan bahwa tidak ada pembahasan kenaikan harga BBM. Agenda utamanya memang program dana kompensasi. "Soal rencana kenaikan BBM, Pak Ical hanya bilang pembahasan detail dilakukan besok," katanya.
Esoknya, Jumat pekan lalu, digelar rapat terbatas bidang ekuin di kantor kepresidenan. Tapi di sana Aburizal hanya mengumumkan bahwa pemerintah sepakat menganggarkan dana kompensasi BBM Rp 10,5 triliun untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan sosial. Nilai ini di luar anggaran Rp 7,3 triliun yang ada di masing-masing sektor di APBN tahun ini.
Soal kenaikan harga BBM? Ical tetap tak menjawab pasti. Namun, dia meralat pernyataannya pada Kamis pekan lalu. Ketika itu ia mengatakan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM sebelum 15 April. Ical memajukan jadwal kenaikan harga BBM menjadi sebelum 1 April. "Pembahasan tinggal fine tuning, sudah hampir selesai," katanya.
Dari lingkungan Istana beredar kabar, kenaikan harga BBM dimulai per 1 Maret. Sumber Tempo di pemerintahan membisikkan, Rabu atawa Kamis pekan ini pemerintah akan berkonsultasi dengan DPR soal rencana kenaikan harga BBM dan dana kompensasinya. "Rapat nanti sangat komprehensif membahas seluruh pokok persoalan BBM," kata sumber itu.
Pemerintah memang terlihat berlambat-lambat memutuskan kenaikan harga BBM. Padahal, sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbentuk, rencana ini sudah didengung-dengungkan. Medio November lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla melontarkan rencana kenaikan harga BBM bisa mencapai 40 persen. Pemicunya adalah menggelembungnya subsidi BBM di APBN tahun lalu dari Rp 14,5 triliun menjadi Rp 72,8 triliun akibat kenaikan harga minyak mentah dunia yang terus berada di kisaran US$ 45-50 per barel. Padahal, pe-merintah mematok harga minyak dalam APBN cuma US$ 22 per barel.
Tahun ini pemerintah hanya menganggarkan subsidi BBM Rp 19 triliun, dengan asumsi harga minyak mentah US$ 24 per barel. Jika harganya US$ 35, anggaran subsidi membengkak jadi Rp 53 triliun. Namun, jika harga minyak mentah terus tinggi di angka US$ 45, subsidi BBM makin mencekik APBN mendekati Rp 70 triliun.
Sumber di PT Pertamina mengungkapkan, saat ini harga rata-rata BBM Rp 2.880 per liter dengan asumsi harga minyak US$ 35 dan kurs Rp 8.900 per dolar Amerika. Departemen Energi, yang ditugasi menyiapkan skenario kenaikan harga BBM, sudah menyampaikannya ke pemerintah sejak November tahun lalu. Ada enam skenario kenaikan harga BBM yang diusulkan (lihat Di Antara Pilihan).
Presiden Yudhoyono mengakui pemerintah sangat berhati-hati dalam menentukan waktu dan besar kenaikan harga BBM. Di depan para petani di Desa Sukamanah, Jonggol, Bogor, awal bulan ini, Presiden mengatakan tak mau gegabah. "Saya khawatir bila kenaikan harga BBM direalisasi segera justru akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya," kata Yudhoyono. "Dan dampak lanjutannya, inflasi makin terkerek tinggi."
Langkah Pemerintah menggantung kenaikan ini justru menyebabkan terjadinya efek kenaikan harga seperti yang dikhawatirkan Presiden. Pasar malah bereaksi mendahului keputusan itu. Kenaikan harga di beberapa produk langsung terjadi tanpa komando. Lihat saja gula putih, harganya terkerek dari Rp 4.500 per kg menjadi Rp 6.000. Bagai konser angklung, beras, kedelai, jagung, paha ayam, kentang, dan produk holtikultura seperti sayur dan buah-buahan juga ikut-ikutan naik.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga tertinggi terjadi di dua kelompok: makanan 3,11 persen, serta makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,80 persen. Karena itu tak mengherankan jika BPS melaporkan angka inflasi pada Januari tahun ini mencapai 1,43 persen. Angka itu merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Secara tahunan pun (year on year) juga meningkat dari enam persen menjadi 7,32 persen. Tahun lalu, inflasi tahunan pada Januari hanya 4,82 persen.
Kepala BPS, Choirul Maksum, me-ngatakan, tingginya inflasi Januari juga dipicu dampak psikologis penundaan kenaikan harga BBM. Ia menyarankan pemerintah segera mengumumkan kenaikannya. Apalagi BPS mencatat, setiap kenaikan harga jenis BBM akan menambah sekian persen inflasi. Misalnya, jika bensin premium dinaikkan 30 persen, inflasi akan bertambah 0,56 persen. Jika solar dinaikkan dalam besaran yang sama, akan menambah inflasi 0,0248 persen. Sedangkan minyak tanah, potensinya menambah inflasi berkisar 0,06-0,18 persen. "Sekarang semua tahu BBM akan naik, jadi secara psikologis orang mulai menaikkan harga sendiri," kata Choirul.
Tingginya inflasi Januari lalu juga dikhawatirkan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Maklum saja, bila Bank Indonesia (BI) ketar-ketir menyikapi lonjakan inflasi nanti. Sebelum telanjur jauh, BI sudah mengambil ancang-ancang akan menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). "Satu-satunya jalan keluar adalah menaikkan suku bunga," kata Gubernur BI Burhanudin Abdullah. "Kalau tidak, sangat berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi."
Kalau sampai BI menaikkan suku bunga, efek bola salju pun bergulir. Investasi di pasar bursa, yang sedang bergairah tinggi, bisa jadi melempem. Sejak akhir tahun lalu hingga kini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta terus menguat. Di penutupan perdagangan pekan lalu, IHSG kembali menguat 9,515 poin menjadi 1.092,493, dengan nilai transaksi Rp 1,48 triliun.
Andai suku bunga dinaikkan, investor yang selama ini asyik bermain di bursa akan melirik SBI. Karena itu, pengamat ekonomi Aviliani tidak setuju dengan sikap BI. Menurut dia, kekhawatiran BI terlalu berlebihan. "Kita tidak usah khawatir karena mekanisme pasar membuat harga jadi efisien dan murah," katanya. "Hanya, mungkin sembilan bahan pokok yang mesti ditangani serius lewat Bulog, untuk menyeimbangkan harga."
Secara fiskal, berlarut-larutnya pengumuman kenaikan ini juga berakibat buruk. Setiap bulan pemerintah harus kehilangan Rp 2 triliun dari kemunduran rencana kenaikan ini. Padahal, pemerintah sedang berusaha keras menekan defisit anggaran. "Dari segi fiskal, lebih cepat lebih baik," ujar Menteri Keuangan Jusuf Anwar. "Kalau tidak, duit Rp 2 triliun hilang setiap bulan."
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah segera memutuskan rencana kenaikan ini, agar dunia usaha lebih mudah menghitung struktur biaya produksi baru. Ketua Umum Kadin Indonesia, Mohamad S. Hidayat, menjelaskan, dunia usaha tak keberatan dengan rencana kenaikan harga BBM ini sepanjang pemerintah juga bisa mengurangi biaya tambahan dari sektor lain, seperti birokrasi. Dunia usaha bisa mentoleransi jika kenaikan harga BBM 20 persen. "Kenaikan harga BBM pasti mempengaruhi semua biaya produksi," katanya.
Namun, Pemerintah juga mesti memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM ini, terutama terhadap industri kecil dan menengah. Menurut direktur eksekutif Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Thomas Darmawan, di asosiasinya ongkos BBM (termasuk listrik) dalam struktur biaya produksi berkisar 3-9 persen. Sedangkan ongkos transportasi mempunyai porsi 5-12 persen. "Industri skala besar tidak terlalu berpengaruh karena bisa saja mereka menghemat ongkos lain seperti promosi atau iklan," katanya.
Yang jadi problem, ia melanjutkan, industri kecil dan menengah. Apalagi, ongkos angkutan diperkirakan naik juga. Untuk angkutan Surabaya-Jakarta, Gapmmi menghitung ongkosnya akan naik Rp 150 ribu. Biaya transportasi ini diyakini semakin mahal jika komoditas yang diangkut adalah produk primer macam garam, sayuran, dan buah-buahan, yang tipikal usaha kecil menengah (UKM).
Ia memperkirakan kenaikan harga BBM mempengaruhi kenaikan harga produk industri 5-8 persen. Sedangkan produk UKM lebih besar: 10-40 persen. "Kalau BBM dinaikkan, kami juga ingin pemerintah menekan ongkos lain yang selama ini dikutip, seperti biaya jembatan timbang Rp 25 ribu."
Melihat pasar yang sudah "bergolak" lebih dulu, sebetulnya tak ada alasan bagi pemerintah menunda-nunda kenaikan harga BBM ini. Sepanjang pemerintah mengawasi betul jalannya dana kompensasi, rakyat akan memahami alasan kenaikan harga. Dramatisasi tampaknya justru datang dari para pejabat pemerintah.
M. Syakur Usman, S.S. Kurniawan, Mawar Kusuma
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo