MULAI Januari ini, para eksportir dan importir tak perlu cemas lagi menunggu jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal dari dan ke Eropa. Kini, bisa dipastikan, setiap dua minggu sekali akan ada kapal bertolak dari sini menuju Eropa dan sebaliknya. Semua itu dimungkinkan sesudah empat perusahaan pelayaran samudra - PT Djakarta Lloyd, Samudera Indonesia, Gesuri, dan Trikora Lloyd - membentuk operasi bersama di bawah bendera Djasagetri. Kapal pertama yang berangkat dengan bendera Djasagetri, KM Merbabu, akan meluncur dari Hamburg, Jerman Barat, 11 Januari. Tidak seperti dulu, kapal ini hanya singgah di pelabuhan tertentu dan tak perlu lama-lama berlabuh, menunggu-nunggu muatan barang. Dengan cara pengaturan seperti itu, demikian E. Laluyan, direktur muda Samudera Indonesia yang diserahi memimpin Djasagetri, waktu pelayaran bisa lebih diperpendek dan perusahaan bisa berhemat. "Kepercayaan pemilik barang pun makin meningkat," ujar Laluyan, pekan lalu. Kapal yang dioperasikan dalam usaha bersama itu berjumlah sembilan - tiga dari Djakarta Lloyd, dan tiga perusahaan kongsinya masing-masing menempatkan dua kapal. Seluruhnya merupakan kapal semi-petikemas. Setiap kapal rata-rata punya bobot mati 16.000-17.000 ton. Tenis kapal semipeti-kemas (semicontainer) inilah yang, menurut Laluyan, bisa mengangkut lebih banyak muatan barang modal dari Eropa. Sesudah Djasagetri terbentuk, kata Layuan, mereka juga tak perlu bersaing membanting ongkos pengapalan (freight) "dengan memberi potongan yang sebenarnya tak perlu." Pada masa sebelum Djasagetri terbentuk, empat perusahaan pelayaran samudra itu merasa terpaksa sering membanting harga, kadang sampai 40% di bawah tarif resmi, untuk memperoleh muatan. Supaya ruang kapal tidak kosong, kalau perlu kapal-kapal itu mau juga singgah di pelabuhan kecil, seperti Tarakan atau Teluk Bayur, sebelum bertolak ke Eropa. Tapi, kata Boedihardjo Sastrohadiwirjo, presiden direktur Trikora Lloyd, ruangan kapal sering tidak penuh terisi. "Ini tentu akan merugikan perusahaan," uJarnya. Selain dianggap tidak efisien, persaingan semacam itu juga hanya akan memperpanjang waktu pelayaran, dan menyebabkan tidak ditepatinya jadwal kedatangan serta keberangkatan kapal. Melalui Djasagetri, baik soal muatan, pelabuhan persinggahan, pengeluaran untuk bahan bakar, maupun bea sandar, diharapkan bisa diatur dengan baik. Bahkan, mcnurut Laluyan, biaya pemasaran dan keagenan, yang sebelumnya dikeluarkan tiap-tiap perusahaan, akan bisa dihemat. "Dengan demikian, uang untuk tiga agen lain bisa disimpan," kata Laluyan lagi. Kantor pcrwakilan Djasagetri di Eropa berada di kantor cabang milik Djakarta Lloyd di Brennerstrasse, Hamburg. Jika sebelumnya pelayaran ke Eropa diselenggarakan 40-42 kali, maka dalam pola baru ini baik pihak perusahaan Eropa maupun.lndonesia merencanakan akan melakukan 26-28 kali pelayaran pada tahun ini. Berap Djasagetri kini akar memasang tarif pengapalan dari sini ke Eropa? Menuru Laluyan, pihaknya "sedang menghitung." Yang pasti tarif yang kini berlaku untuk angkutan karet, misalnya rata-rata Rp 11.000 per ton. Sesudah Djasagetri terbentuk - yang diharapkan akan bisa meningkatkan- efisiensi - tarif untuk angkutan karet itu akan lebih murah lagi. Soal apakah perusahaan itu kemudian bisa bersaing dengan perusahaan Singapura atau Malaysia, Boedihardjo belum bisa menjawab. Maklum, Singapura sudah punya perusahaan pelayaran yang rapi. Kalau mau pesan ruangan di Singapura, "tinggal angkat telepon, dan pasti ada kapal yang siap berangkat," katanya. Bisakah Djasagetri seperti itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini