Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di Bawah Lindungan Pemerintah

Bank Century karam seandainya Bank Indonesia gagal meyakinkan pemerintah agar Lembaga Penjamin Simpanan mengambil alih bank ini. Pengawasan bank sentral dipertanyakan.

1 Desember 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERATUSAN nasabah Bank Century memenuhi ruang Arya Wira di lantai 1 Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Kamis siang pekan lalu. Deposan yang rata-rata memiliki tabungan di atas Rp 2 miliar ini berlomba mengajukan pertanyaan seputar nasib simpanan mereka, dan juga kelanjutan bank tersebut. Dengan sabar, Direktur Utama Bank Century Maryono, yang juga bekas Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri Tbk., menjawab pertanyaan itu satu per satu.

Berulang-ulang Maryono, yang baru lima hari memimpin Century, membujuk para deposan agar tetap menyimpan duitnya di Bank Century. Dia meyakinkan mereka bahwa bank ini bisa kembali normal karena Lembaga Penjamin Simpanan telah menyiapkan duit sekitar Rp 2,5 triliun untuk menyangga kehidupannya. Setelah suntikan itu, rasio kecukupan modal Bank Century sudah mendekati 10 persen, melampaui ketentuan Bank Indonesia yang 8 persen.

Bank Century memang belum normal seratus persen. Kegiatan operasional dan kliring sudah berjalan, tapi persoalan likuiditas masih menjadi ganjalan. Tak aneh bila beberapa nasabah masih belum sepenuhnya bisa mencairkan depositonya hingga pekan lalu. ”Kami berupaya agar likuiditas bank ini normal lagi dan bank kembali solven (bisa memenuhi semua kewajiban),” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Firdaus Djaelani.

Kendati belum pulih benar, kondisi Bank Century berbalik 180 derajat dibanding dua pekan lalu. Saat itu, Bank Century kritis sehingga Bank Indonesia melarang ikut kliring pada 13 November lantaran telat menyetor pre-fund selama 15 menit. Rupanya, bank hasil merger Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko ini sedang kekurangan duit alias likuiditasnya kering. Rasio kecukupan modalnya juga sudah minus 2,3 persen.

Century cukup beruntung. Seandainya Bank Indonesia gagal meyakinkan pemerintah agar Lembaga Penjamin mengambilalihnya, Century mungkin tinggal nama. Keputusan tentang hal itu ditetapkan dalam rapat yang digelar pada Kamis dua pekan lalu. Rapat dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Boediono, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Ch. Fadjrijah, Muliaman Hadad, dan Budi Mulia.

Hadir pula Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, dan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Fuad Rahmany. Direktur Utama Bank Century saat itu, Hermanus Hasan Muslim, dan Wakil Direktur Utama Hamidy, Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo, dan Kepala Eksekutif Lembaga Simpanan Firdaus Djaelani juga ikut bergabung.

Sumber Tempo menceritakan, dalam rapat yang dimulai pukul 21.00 itu, Fadjrijah memaparkan kondisi Bank Century. Rasio kecukupan modalnya minus. Fasilitas pembiayaan jangka pendek dari Bank Indonesia sebesar Rp 700 miliar tak bisa banyak membantu. Sinar Mas Group yang semula akan mengakuisisi Century masih butuh waktu untuk melakukan uji tuntas. ”Pemerintah harus mengambil alih. Sebab, jika dibiarkan jatuh, Century akan berdampak sistemik terhadap perbankan Indonesia,” kata sumber itu, menirukan alasan Bank Indonesia.

Peserta rapat, terutama para pejabat eselon satu Departemen Keuangan, kata sumber itu, mempertanyakan rekomendasi regulator perbankan tersebut. ”Mereka mempermasalahkan parameter yang dipakai Bank Indonesia.” Fuad Rahmany, menurut sumber itu, misalnya, mempertanyakan dampak sistemik Bank Century ke bank lainnya. ”Century hanya bank terbuka kecil,” ujarnya.

Fuad merujuk aset Bank Century yang hanya Rp 14 triliun, kurang dari satu persen dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 2.000 triliun. Dana pihak ketiganya yang hanya Rp 10 triliun juga relatif kecil dibandingkan dengan seluruh dana pihak ketiga industri perbankan sekitar Rp 1.600 triliun. Fuad enggan menanggapi tatkala dimintai konfirmasi soal ini. ”Janganlah itu. No Comment,” ujarnya kepada Ari Astri dari Tempo di sela Investor Summit dan Capital Market Expo 2008 di Jakarta pekan lalu.

Darmin Nasution juga tak kalah keras menanggapi rekomendasi Bank Indonesia tadi. ”Pak Darmin heran mengapa kasus Bank Century baru dibawa sekarang,” ujar sang sumber. Seandainya dulu pada 2004 Bank Indonesia menutup Bank CIC—cikal bakal Century—yang sedang bermasalah, industri perbankan tak akan kena getahnya sekarang. Seperti Fuad, Darmin juga mengelak. ”Siapa yang bilang? Kamu menebak-nebak saja,” katanya kepada Harun Mahbub dari Tempo pada saat rehat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Penjualan Barang Mewah di Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, pekan lalu.

Menurut sumber itu, beberapa peserta rapat menyoroti pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank Century. Bank Indonesia dinilai terlalu banyak memberikan toleransi kepada bank yang dikendalikan PT Century Mega Investindo (Robert Tantular) dan First Gulf Asia Holdings Ltd. (Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq), terutama ketika membeli surat utang valuta asing yang tak layak. ”Kalau Bank Indonesia mau serius, Century sudah habis dari dulu,” ujarnya.

Rapat pun alot. Sampai tengah malam perdebatan masih panjang. Tiba-tiba Sofyan Djalil meninggalkan rapat sekitar pukul 24.00. ”Belum ada keputusan apa pun,” ujarnya kepada para wartawan yang menunggu di luar ruangan.

Gempuran dari segala penjuru tak membuat Bank Indonesia putus asa. Dari Boediono, Miranda, hingga Muliaman secara bergantian meyakinkan perlunya penyelamatan Century. Menurut Bank Indonesia, aset dan dana masyarakat di Bank Century memang tak besar. Tapi Bank Century memiliki pinjaman ke bank-bank lain yang cukup signifikan. Jika terjadi gagal bayar, akan ada efek negatif terhadap bank lain. Secara psikologis, masyarakat dan nasabah bisa panik jika Century dibiarkan ambruk.

Dengan berbagai argumentasi itu, para peserta rapat, kata sumber tadi, melunak. Sri Mulyani juga sepakat dengan kemungkinan dampak sistemik Bank Century. Menjelang subuh akhirnya Sri Mulyani sebagai ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memutuskan Lembaga Simpanan mengambil alih Bank Century. Melihat sang bos sudah membuat keputusan, para pejabat eselon satu Departemen Keuangan tak mempermasalahkannya lagi. Rapat baru berakhir pada Jumat pukul 06.30.

lll

Sejumlah kalangan menyambut positif gerak cepat pemerintah dan Bank Indonesia menyelamatkan Bank Century. Langkah strategis itu dinilai bisa mengisolasi masalah bank yang berkantor pusat di Gedung Sentral Senayan, Jakarta, ini tidak melebar ke bank lain. ”Jika satu saja nasabah Bank Century kesulitan mengambil dana di bank, akan menjadi rumor dan memberikan efek psikologis,” ujar anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Dradjad H. Wibowo.

Tapi Dradjad dan ekonom Faisal Basri juga mengkritik lemahnya pengawasan Bank Indonesia, karena sejak dulu ada indikasi pengelolaan Bank Century kurang hati-hati. ”BI memang lemah. Padahal dari dulu Bank CIC, Bank Pikko, Bank Danpac reputasinya kurang terpuji,” kata Faisal.

Indikasi ketidakhati-hatian manajemen terlihat dari keputusan bank ini berinvestasi pada surat berharga Credit Link Note Republic of Indonesia (CLN-ROI). Bank Indonesia, kata Fadjrijah, sebenarnya tak diam saja. Pada 2005, Bank Indonesia telah meminta manajemen Bank Century menjualnya karena surat berharga pemerintah Indonesia ini tak boleh diperjualbelikan.

Bank Century menuruti saran Bank Indonesia menjual CLN-ROI. Tapi, alih-alih membeli surat berharga bagus, Bank Century justru berinvestasi lagi pada surat utang yang tak layak investasi (non-investment grade) senilai US$ 203 juta (Rp 2,3 triliun dengan kurs Rp 11.500 per dolar). ”Banyak kredit juga tidak layak, yang patut diduga sebagai rekayasa,” ujar Dradjad.

Menurut Fadjrijah, Bank Indonesia kembali memperingatkan Bank Century agar menjual surat-surat berharga itu. Lantaran penjualannya tak mudah, pemegang saham Bank Century, terutama First Gulf, mengeluarkan jaminan berupa asset management agreement (AMA), yaitu deposit senilai US$ 220 juta di Dresdner Bank Swiss. Menurut jaminan ini, First Gulf akan mengembalikan duit Bank Century yang dibelikan surat-surat utang bertahap sampai 2009.

First Gulf menepati janjinya mengembalikan duit milik Bank Century pada 2006 dan 2007. Tapi pemegang saham pengendali Bank Century itu tidak mampu membayar jaminan senilai US$ 56 juta (Rp 644 miliar) yang jatuh tempo pada akhir Oktober dan 3 November 2008. ”Bank Century pun langsung kesulitan likuiditas,” kata Fadjrijah. Penarikan oleh deposan besar dan macetnya pinjaman antarbank, kata dia, semakin mempercepat jatuhnya Bank Century.

Hermanus dan Hamidy tak bisa dimintai tanggapan mengenai soal itu. Tempo berulang kali menghubungi telepon seluler mereka, tapi tak direspons. Pesan pendek pun hingga kini belum dibalas. Tapi Sekretaris Perusahaan Bank Century Dedi Triyana mengakui, persoalan penyelesaian surat utang dengan jaminan pemegang saham ada dalam laporan keuangan Bank Century. ”Tapi bagaimana itu bisa terjadi, saya tidak tahu,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Pengawasan ketat terhadap Bank Century, kata Fadjrijah, juga bukan sekali saja. Setelah melihat ada indikasi kesulitan, pada 2007 Bank Indonesia memaksa pemegang saham Century mencari investor baru. Ada banyak calon berminat, misalnya Maybank Malaysia, HSBC Inggris, Bank Korea Xinhan, Noor Islamic Bank, dan Hana Bank Korea.

Bahkan penjualan ke Hana Bank hampir terlaksana dan negosiasi tinggal pada soal pembagian saham saja. Tapi langkah itu gagal karena Negeri Ginseng ini terimbas krisis finansial global. Akuisisi oleh Sinar Mas Group juga tertunda. ”Itulah sebabnya kami mempertahankan Century karena bank ini masih layak hidup dan ada nilainya,” kata dia.

Kini Lembaga Penjamin sudah mengambil alih Bank Century. Tapi, kata Fadjrijah, bukan berarti persoalannya selesai. Tiga pemegang saham pengendali Bank Century, yakni Rafat Ali Rizvi (warga negara Inggris keturunan Pakistan), Hesham al-Warraq (Arab Saudi), dan Robert Tantular harus mengembalikan aset Bank Century senilai US$ 230 juta.

Untuk menyelamatkan aset-aset Bank Century, Direktorat Jenderal Imigrasi telah mencekal mantan Komisaris Utama Sulaiman Ahmad Basyir, mantan komisaris Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa, Hermanus, Hamidy, mantan direktur Sriyono, Lila Gondokusumo, dan Robert Tantular. Rafat dan Hesham tak termasuk yang dicekal. ”Kami telah meminta otoritas di Singapura dan Inggris membantu pengembalian aset,” kata Fadjrijah.

Ketidakberesan pengelolaan Century juga sudah dilaporkan ke polisi. Pekan lalu, Markas Besar Kepolisian telah menahan Hermanus dan Robert Tantular. Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji kepada wartawan menjelaskan, Robert diduga mempengaruhi direksi Bank Century dalam membuat keputusan, sehingga berdampak terhadap likuiditas bank. Salah satunya investasi pada surat-surat berharga yang tidak layak. ”Operator bank itu direksi. Pemegang saham hanya duduk manis. Tapi dia malah mempengaruhi,” ujarnya.

Akibatnya, kata Direktur Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Edmond Ilyas, kewajiban bank untuk melayani nasabahnya tidak bisa dilakukan secara maksimal. Robert diduga melanggar Pasal 50 dan 50-A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Robert terancam denda Rp 5 hingga 100 miliar dan ancaman penjara maksimal 15 tahun.

Tapi Robert membantah telah mengintervensi dan mempengaruhi kebijakan direksi Bank Century. ”Enggak, saya tidak mengelola Bank Century,” ujarnya kepada Iqbal Muhtarom dari Tempo di Jakarta pekan lalu. Benar atau tidaknya klaim Robert, pengadilan yang nanti memutuskan.

Padjar Iswara, Amandra Megarani, Ismi Wahid, Desy Pakpahan, Eko Nopiasyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus